Pusing kepala

1744 Kata
Ketika Arum bangun, dia tidak mendapati keberadaan sang pujaan hati di sampingnya. Dia kemana? Dan baru Arum sadari kalau posisi tidurnya itu terlentang dengan mulut terbuka. “Anjiir, gue malah bikin pulau di kamar orang,” ucapnya bangun dan melihat bulatan basah di bantal, ada bekas aliran sungai juga di pipinya. “Mas Jean kemana ya?” Tidak terlalu memikirkan jejak tidurnya, Arum langsung keluar kamar mencari keberadaan sang kekasih. Di kamar mandi tidak ada soalnya. “Mas Jean!” teriaknya panic. Ini jam enam pagi, tidak mungkin Jean bekerja. “Mbak tenang, Mbak. Pak Jean pergi nemuin klien yang mendesak,” ucap seorang pembantu naik ke lantai atas. “Jangan teriak teriak, Pak Jean mah gak suka wanita yang suka teriak teriak.” Arum memutar bola matanya malas. “Kenapa dia gak bangunin saya?” “Tadi Pak Jean minta saya supaya nyampein ke Mbak. Mungkin Bapak tidak mau ganggu Mbak yang lagi tidur.” Mendengar itu, Arum langsung tersenyum. Merasa meleleh jika kebenarannya itu. “Iya juga sih, pasti dia gak mau bangunin separuh jiwanya yang kecapean.” Arum tertawa sendiri dan masuk kembali ke dalam kamar. Menyadari pembantu itu ikut, Arum bertanya, “Ngapain ikutin?” “Kata Bapak langsung beresin sprei kalau Mbak udah bangun.” “Oh iya, itu spreinya langsung ganti aja, Bi. Soalnya saya ngi….,” ucapannya menggantung ketika melihat wanita tua itu sudah setengah jalan untuk membuka sprei. “Iya, Bapak yang suruh ganti sprei juga soalnya ada iler Mbaknya.” “Duh, perhatian banget si Mas sampe sadar gue ngiler. Pasti dia liatin gue dari tadi. Gak papa lah, orang kan kalau nikah harus nerima kekurangan dan kelebihan ya, Bi?” Pembantu itu hanya tertawa hambar melihat tingkah Arum. Apalagi sekarang dia berjalan ke walk in closet untuk mencari kaos lainnya untuk dia pakai. “Mbak, Bapak juga minta ibu langsung pulang. katanya gak ada baju ganti lagi, udah abis.” “Ada, kan saya dikasih koleksi Channel, Prada dan lain lain. Di sana ada baju baju yang bisa saya pakai.” “Um iya sih, tapi Bapak minta saya mastiin Mbak keluar cepat.” “Ck, saya calon majikan di sini loh, Bi. Kalaupun nanti ada orang dateng, saya bisa lompat lewat jendela. Tenang aja.” Pembantu itu menarik napasnya dalam. “Nanti jam delapan mau ada anak anaknya Pak Jean, beliau minta Ibu buat gak menampakan diri di hadapan mereka, Mbak.” “Iya, pokoknya aman deh.” “Saya gak mau dapet masalah, Mbak. Tadi saja niatnya saya bangunkan Mbak supaya mematuhi perintah Pak Jean.” Arum membalikan badan dengan tangan melipat di d**a, dia benar benar kesal. “Pokoknya saya baakalan pulang sebelum anak anak ke sini, saya juga gak bakalan nampakan diri di hadapan anak anaknya kok.” “Janji ya, Mbak?” “Iya, Bi ih.” “Oh iya, buat koleksi yang dikamar, boleh saya masukan ke mobil Mbak sekarang?” “Boleh.” Arum kembali focus untuk melihat pakaian di walk in closet milik Jean. “Sambil bawa aja semuanya, saya mau pake baju Mas Jean.” Sengaja supaya ada alasan lagi untuk mereka bertemu nantinya. Baju baju Jean tertata dengan rapi, koleksi jam berjajar juga dasi yang mahal. Semua warna didominasi oleh hitam. Ah, Arum jadi membayangkan dirinya yang membereskan ruang baju Jean, kemudian pria itu tiba tiba memeluknya dari belakang. Arum memejamkan mata membayangkan hal indah tersebut. “Mbak.” Sampai sentuhan di bahunya menghentikan imajinasi itu. “Kenapa lagi?” “Kunci motornya belum ngasih.” “Hadeuhh, namanya siapa sih?” “Saya Rofi’ah yang kerjanya masak sama beres beres, kalau Vina dia yang ngasuh anak anak. Temen saya jugaa yang bantuin saja ada. Namanya Awaliyah.” “Nanya satu dapet tiga,” gumam Arum heran. “Udah kayak rinso cair aja. udah sana keluar, tinggalin saya sendirian di kamar calon suami.” *** Arum terlalu menikmati peran menjadi calon istri masa depan, dia terus bergelung di kamar itu sampai akhirnya kedatangan anak anak Jean ternyata lebih cepat. Arum kaget, dia harus keluar tanpa bertemu dengan mereka. bagaimana caranya ya? Ditambah lagi Jean tiba tiba menelpon. “Kamu masih di rumah saya?” itu kalimat pertama yang ditodongkan. “Iya, tapi ini kemauan aku sendiri, Mas. tadi aku udah diusir sama pembantu pembantunya Mas, tapi malah ngeyel. Aku pergi sekarang kok, janji gak akan ketemu sama mereka.” “Jangan namapak diri kamu di hadapan mereka. paham?” “Emang mereka gak boleh gitu ketemu sama calon Mama mereka?” “Arum.” “Iya iya gak akan.” Arum malas memperpanjang masalah dengan berdebat. Dia mematikan panggilan dan hanya harus keluar tanpa diketahui oleh anak anak itu bukan? Arum bisa saja meminta pembantu itu mengalihkan anak anak dengan membawanya pergi sejenak, tapi saat Arum membuka pintu kamar Jean, dia melihat anak yang berusia 9 tahun sedang berjalan menaiki tangga. “Aa mau pinjem dasi Papa dulu, adek tunggu di bawah ya.” Arum semakin panic, anak itu mau ke sini? dia langsung bergegas pergi ke kamar mandi. Berdoa semoga tidak bertemu dengan anak itu. Hanya perlu jadi wanita penurut untuk Jean. “Bentar, Aa mau pipis dulu!” teriak anak itu ketika dipanggil oleh adik kecilnya. Arum kembali dilanda panic, dia menutupi seluruh tubuhnya dengan handuk yang ditumpuk di badannya supaya tidak terlihat. Dalam keadaan panic, Arum terkadang bodoh hingga hanya menutupi kepalanya saja dan badannya terlihat. Hingga Ellio yang memasuki kamar mandi itu kaget melihat seseorang di sana. “Ini siapa? Mbak Awal?” tanya Ellio. Arum yang belum sarapan, panic dan takut ditinggalkan Jean itu buntu ide hingga. “HWAAA!” teriaknya sambil merentangkan tangan. Berhasil membuat Ellio ikut berteriak. “Aku set*n!” teriak Arum dan berlari ketika mengintip kesempatan. Saat berjalan menuruni tangga, Arum berpapasan dengan pengasuh. “Maaf, saya katanya gak boleh ketemu sama itu anak makannya malah anu… pokoknya dia nangis, saya mau pulang dulu. bye bye. Maaf juga ya.” Arum mendengar Elio menangis di kamar sana, itu membuatnya merasa semakin bersalah. Tapi tadi dirinya benar benar buntu ide, apalagi berkaitan dengan Jean yang bisa saja meninggalkannya kalau wajahnya diingat oleh dua anaknya. “Lagian harusnya kan calon Ibu dikenalin, bukannya malah disembunyiin.” Arum segera membawa mobilnya keluar dari pekarangan itu. Campuran antara sedih dan bahagia. Sedih karena menakut-nakuti Ellio, dan senang karena sekarang memakai pakaian Jean, jadi mereka bisa bertemu lagi dalam waktu yang dekat. “Yuhuu, ketemu Mas ganteng lagi.” *** Ketika Arum sampai di apartemenya, dia kaget mendapati Restu di dapur sedang menyusun makanan. “Ibu Ratu?” “Dari mana kamu?” “Nginep di rumah temen, Bun.” “Temen kamu kan Raisa doang, dia udah nikah juga.” “Ya gak dia doang lah, temen aku banyak tau,” ucapnya datang kemudian mencium tangan sang Bunda. “Kenapa gak bilang mau ke sini? gak ngasih kabar apa apa pula?” “Tadinya kejutan, tapi malah Bunda yang terkejut soalnya kamu gak ada di sini.” dan Restu baru sadar. “Kamu pake kemeja cowok? Punya siapa itu? arum kamu habis ngapain? Jangan macam macem ya.” Arum menghela napasnya dalam. “Nggak, Bun, ini punya temen aku.” “Kamu nginep di rumah cowok?” “Bukan, ini dia beli salah, jadi dikasih sama Arum daripada harus pake baju bekas dia.” Beralasan seperti itu. arum mengalihkan perhatian dnegan bertanya, “Kakak masih di sini, Bun?” dia mengambil duduk di dekat meja dapur dan menghadap langsung Restu yang masih membereskan kulkas. “Masih, dia mau menetap di sini deh.” “Pantesan Bunda kabur ke sini. pasti gak betah ya?” “Heh, jangan ngomong sembarangan ya. Bunda betah di sana, pengen deket sama Kakak kamu tapi gak bisa mulu. Makannya Bunda keluar buat cari inspirasi.” “Jangan maksain deket sama dia lah, Bun. Orang dianya gak mau dari dulu juga. Bunda malah sakit hati sendiri.” “Dia Cuma kesepian, Dek. Bunda harus lebih berusaha buat menggapai hatinya.” Arum memutar bola matanya malas, untuk apa berusaha pada orang yang jelas menghindari kita? “Semua juga ada batasannya kali, Bun.” “Kamu jangan maen mulu, Dek. Cepetan beresin skripsi terus nanti daftar pendidikan advokat buat bisa terusin profesi Ayah kamu.” “Dibilangin Arum gak mau, kenapa gak dikasih sama Kakak aja? dia kan kuliah lagi jurusan hukum.” “Ayah kamu maunya kamu, Kakak kamu udah punya jatah beda lagi.” Arum ingin berteriak kalau dia benci profesi itu, tapi melihat Bundanya yang terlihat lelah, Arum jadi menahannya. Tapi dia malah mendapatkan telpon dari Jean, jadi Arum langsung pergi ke kamar untuk mengangkatnya. “Masa depanku?” tanya Arum antusias. “Kamu nakutin anak saya?” nada bicarannya lebih dingin dan penuh penekanan. “Gak sengaja, Mas. aku tadi mau keluar terus buntu ide, makannya aku sembunyi ditumpukan handuk, terus kejutin dia lalu lari.” “kamu mikir gak sih? kan bisa tuh minta bantuan pembantu atau gimana. Lagian saya minta kamu buat segera pergi dari sana tapi kenapa malah nggak?” Arum memejamkan matanya, dia sudah banyak mendapatkan tekanan pagi ini. “Mas aku minta maaf buat tadi pagi. And maaf ya, aku mau ke kamar mandi.” Langsung menutup telpon. Arum menggelengkan kepalanya. “Kalau gue lanjut dengerin omelan dia, takutnya malah jadi kesel terus benci, tar gak jadi Nyonya farenzo gue.” Dengan santainya pergi ke kamar mandi, Arum yakin masakan dan mainan yang dia bawa kemarin bisa menebus dosa pada Elio. Saat Arum di kamar mandi, Restu masuk ke kamar anaknya. “Dek? Mama mau pulang dulu?” Tau sang anak di kamar mandi, Restu menunggunya sambil duduk di bibir ranjang. Meliring ponsel Arum, banyak sekali panggilan tidak terjawab. “Ini ot*ng siapa?” gumam restu. Panggilan tidak terjawab itu sangat banyak, jadi Restu berfikir kalau sang anak terganggu oleh nomor tersebut. “Blokir aja deh, kasihan si adek,” ucapnya memblokir nomor itu. Sementara di sisi lain, jean masih berusaha menghubungi Arum. Ketika panggilan tidak tersambung, Jean kaget. Ada apa ini? “Pak, ini data terkain klien tadi pagi,” ucap seseorang masuk ke ruangan Jean. “Bapak kenapa?” tanya bawahannya lagi saat Jean hanya menatap datar pada ponselnya. “Ini Telk*msial gak ada jaringan ya?” “Um, saya gak pake kartu itu, Pak.” “Cari tau sana. saya gak bisa hubungi orang yang pake kartu itu soalnya.” “Tapi,.. bukannya bapak sendiri pake kartu itu ya, Pak?” Siallan, Jean baru sadar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN