4. Lamaran Diterima

1062 Kata
Suasana kafe tak cukup padat, maklum saja karena jam makan siang masih 2 jam-an lagi. Ibra dan juga Salwa mengambil tempat duduk di dekat dinding kaca. Mereka pesan 2 cappucino dan juga dua spagheti dan 1 pizza. “Ngomong ngomong, umur kamu berapa, Sal?” tanya Ibra memulai obrolan. “Aku 23, Mas,” jawab Salwa. “Mas Ibra sendiri umurnya berapa?” tanyanya balik. “Aku 28,” jawab Ibra. “Cocok banget dong ya, pas gitu. 23 sama 28,” gumamnya kemudian. “Hah? Pas apanya, Mas?” tanya Salwa tak mengerti. “Ehm, maksudnya... pas banget kalau kamu manggil aku ‘Mas Ibra’,” ujar Ibra tersenyum kikuk. “Oh.” Salwa mengangguk. “Sudah biasa panggil ‘Mas’ kalau belum kenal lama,” imbuhnya kemudian. “Ini wawancara pertama kamu ya?” tanya Ibra lagi. “Iya, kelihatan gugup banget ya,” sahut Salwa mencengkeram erat kedua tangannya. “Banget.” Ibra tak kuasa menahan senyumnya. “Santai aja, Sal. Aku yakin kalau kita akan keterima,” ujarnya mencoba menenangnya. “Kok Mas Ibra bisa yakin banget.” Salwa mengerutkan keningnya heran. “Aku udah cukup berpengalaman,” ujar Ibra. “Seleksi karyawan baru di G3lima itu sulit banget, Sal di tahap pertama. Makannya tadi yang lolos ke tahap wawancara hanya sekitar 20-an. Jadi mungkin saja tahap wawancara ini hanya formalitas saja, mengingat ini masih perusahaan yang baru buka dan butuh banyak karyawan baru,” terangnya panjang lebar. “Oh, begitu.” Salwa mengangguk mengerti. “Sebelum ini, Mas Ibra bekerja atau...” “Jadi dulu aku sempat nganggur 1 tahun setelah lulus kuliah, kamu beruntung karena setelah lulus langsung lolos sampai tahap wawancara apalagi ini di anak perusahaan G5lima.” Ibra diam sejenak. “Terus karena nggak betah di rumah, aku pergi ke Malang buat ambil S2. Setelah itu lulus dan bekerja di salah satu perusahaan periklanan di Surabaya.” Salwa hanya diam mendengarnya cerita Ibra tentang kisahnya. “Selama 3 tahun aku kerja di Surabaya, baru sekitar 1 tahun yang lalu aku resign dan balik ke Jakarta. Ngelamar kerja di beberapa perusahaan dan akhirnya lolos tahap 1 di sini,” lanjut Ibra kemudian. Salwa mengangguk mengerti. “Kenapa memutuskan resign kalau memang sudah nyaman kerja di Surabaya? Apa nggak sayang, Mas?” tanyanya kemudian. “Ya sayang sih, cuma aku itu gampang bosan.” Ibra menggaruk belakang kepalanya meski tidak gatal. “Selama 3 tahun bekerja di Surabaya, bosan sama pekerjaan, lingkungan dan akhirnya balik lagi ke kampung halaman dan memulai hal baru, lingkungan yang baru dan terutama pekerjaan baru,” jelasnya kemudian. “Hehm.” Salwa hanya bergumam. “Kamu sendiri, dari awal memang ingin kerja di Ganesha atau bagaimana?” tanya Ibra ingin tahu tentang Salwa lebih banyak lagi. “Enggak ada target sih, Mas, aku kebetulan lihat lowongan di sosmed, terus akhirnya coba ngelamar di Ganehsa. Rencana awal sih mau ke Surabaya, mau ikut bude dan kerja di sana. Sambil nyari pengalaman,” ujar Salwa. “Wah, kalau misal kamu kerja di Surabaya dan aku belum resign, mungkin nggak ya kalau kita ketemu,” celoteh Ibra tersenyum. “Nggak ada yang nggak mungkin, Mas,” sahut Salwa. “Allah pandai membolak balikkan hati manusia, juga garis takdirnya. Kalau...” “Kita berjodoh, pasti akan ketemu ya, Sal.” Ibra memotong ucapan Salwa. “Hah?” Salwa terkejut mendengar ucapan Ibra barusan. “Hahahaha, bercanda.” Ibra tertawa dan tersenyum kikuk. Mulutnya memang tak bisa di kontrol kalau sudah bertemu dengan perempuan cantik. Salwa hanya tersenyum canggung mendengar penjelasan Ibra barusan. “Permisi.” Seorang pelayan datang dan membawakan pesanan mereka. “Ayo makan!” Ibra mengajak Salwa makan untuk mencairkan suasana yang sempat akward tadi. Ibra mencuri pandang beberapa kali ke arah Salwa, ia tersenyum kecil melihat perempuan yang duduk di hadapannya ini. Salwa berbeda dengan perempuan perempuan yang selama ini dekat denganya. Salwa memiliki batasan yang mungkin akan sulit dipecahkan untuk pria seperti Ibra. Pria begajulan, bebas dengan mulut lemes yang doyan mengubar gombalan. Salwa memiliki batasan yang tidak akan pernah bisa hancur sebelum mereka mengikat tali yang lebih suci dari sekedar hubungan antara pria dan wanita. Hubungan sakral yang hanya bisa dilakukan seorang istri dan suami. “Mas nggak makan?” tanya Salwa saat melihat Ibra hanya diam saja dan tidak menyentuh makanannya. Ia juga menyadari jika pria itu beberapa kali mencuri pandang ke arahnya. “Hehm?” Ibra terkejut karena ketahuan menatap Salwa. “Ehm, ini aku makan.” Ibra mulai mengambil garpu lalu makan spaghetinya. Mereka makan berdua dengan tenang. Sambil sesekali bercerita tentang masing masing. Meskipun Ibra merasa Salwa masih menutup diri, tapi ia merasa senang karena sedikit sedikit mereka sudah mulai dekat. Suatu saat nanti mereka pasti bisa dekat dan terbuka. Selangkah lebih dekat dengan tujuannya menjadikan Salwa perempuan satu satunya. Mungkin terdengar klise, klasik dan juga berlebihan, mengingat ini hari pertama mereka bertemu dan baru mengenal beberapa jam. Namun ada satu dan lain hal yang membuat Ibra yakin jika Salwa adalah calon istri yang tepat. Perempuan baik yang mengenal agama lebih dekat darinya, meskipun begitu, ia siap menjadi imam yang baik dan membimbing Salwa nantinya. Tring! Ponsel Salwa berbunyi sekali. Tring! Ponsel Ibra juga berbunyi sekali. Salwa segera mengambil ponselnya dan membaca email yang masuk ke emailnya.   To : salwafatimah@gmail.com From : ganeshacorporation@ptg3lima.com   ______________________Berdadarkan hasil wawancara yang telah di laksanakan pada tanggal 1 Januari 2023, Anda dinyatakan lolos seleksi dan diterima menjadi karyawan Ganesha Corporation_____________________   Salwa baru saja mendapat email dari Ganesha Corporation yang menyatakan jika dirinya lolos tes wawancara dan diterima menjadi karyawan Ganesha Corporation. Perempuan itu tersenyum lebar, ia mendongak ke depan. “Gimana, Mas? Dapat emailnya?” tanya Salwa kepada Ibra. Ibra menunduk menatap layar ponselnya. Ia lalu mendongak dan tersenyum lebar. “Lolos dong!” serunya kemudian. “Alhamdulillah,” desah Salwa lega. “Alhamdulillah, ternyata kita memang berjodoh,” gumam Ibra mengucap syukur. “Apa? Mas Ibra bilang apa?” tanya Salwa yang mendengar ucapan Ibra namun tidak jelas. “Nggak apa apa.” Ibra menggeleng. “Rejeki anak soleh ini mah, punya niat deketi Salwa, eh, di kasih jalan sama Allah. Terimakasih banyak ya Allah,” batin Ibra dalam hati. Salwa beruntung karena lamaran pertamanya di Ganesha di terima dengan baik. Salwa kan menjadi keryawan di Ganesha Corporation. “Ayah sama Bunda pasti senang dengar berita ini. Ini semua pasti karena doa mereka juga,” ujar Salwa dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN