Hening lenyap, terdengar tawa renyah dari ruang tengah. Adrian memilihnya karena cukup tersembunyi, layak menjadi markas kedua. Selain itu, cukup jauh dari kamar yang ditempati Noi sehingga tak akan mengganggu gadis itu saat mereka begitu berisik.
Beberapa gambar berserakan di atas meja, papan lipat mulai dipajang. Foto-foto pun ditempel dengan keterangan. Mayat-mayat gadis berkisar umur dua puluhan.
Adrian mengangguk ketika seorang anak buah meminta izin untuk menempel foto-foto tato yang berbeda, sedikit buram. Namun, cukup jelas. Simbol seperti salib, sketsa burung yang tak begitu jelas, logo listrik seperti bekas luka di dahi Harry Potter, matahari, kupu-kupu, batu, dan yang paling akhir seperti manusia dengan kepala berbentuk aneh.
Tato apa yang sedang dibuat oleh pelaku? Adrian sulit mengidentifikasi karena sangat kecil, terlebih kondisi di bagian wajah terkadang rusak parah. Hampir sulit menjelaskan tentang gambar apa yang ada di kelopak mata korban.
Kalung dengan liontin segitiga, rantai putus ditemukan di sisi korban. Entah sengaja diletakkan atau terjatuh. Ada bercak darah, terbungkus plastik kedap udara.
Hasil laboratorium menunjukkan tak ada DNA selain milik korban, apa mungkin tak berkaitan dengan pelaku? Adrian curiga si pembunuh sangat cerdas sampai begitu teliti dalam berbagai hal, mustahil kejahatan tidak meninggalkan jejak sama sekali. Hanya hantu yang bisa bergerak begitu sempurna tanpa terlacak.
Adrian mengenakan sarung tangan, memeriksa beberapa barang bukti. Selain kalung, ada benda-benda milik korban terakhir juga foto-foto di lokasi kejadian. Dia terlihat begitu serius mengamati semuanya tanpa bersuara.
Noi datang, di tangannya sudah ada nampan dengan minuman. Lima orang anak buahnya saling melirik, lalu berbisik-bisik. Tak menyangka jika Adrian benar-benar sudah memiliki seorang istri.
“Aku suka bekerja di markas baru, ada pusat pelayanan konsumsi yang sehat. Sering-sering cuti, Bos.” Bram mengambil gelas berisi kopi yang masih mengepulkan asap, Adrian berusaha tetap fokus tanpa mau terpengaruh.
Mereka akan semakin menjadi-jadi ketika ditanggapi, bukan sebuah pilihan. Lebih baik mengabaikan, tidak menanggapi sekalipun sangat ingin memaki. Adrian harus menunggu sampai Noi pergi, baru bisa membuat perhitungan dengan anak buahnya.
“Hanya suguhan sederhana, selamat menikmati dan bekerja.” Noi mencoba akrab, ramah pada rekan kerja suami cadangan.
Adrian masih tetap fokus memerhatikan foto korban terakhir, berpikir cukup keras. Ini sudah gadis ke-tujuh, tetapi pelaku belum juga berhasil dilacak. Kenapa sulit sekali menemukannya?
Terlihat Noi mengedar pandangan, mulai dari papan yang diletakkan di dekat jendela. Di sana ada banyak foto penuh darah. Cepat ia mengalihkan pandangan ke tempat lain, lalu berakhir di meja. Keningnya mengerut saat melihat gambar-gambar simbolis.
“Oh!” Dia tampak tertarik dengan sesuatu yang dipegang Adrian, samar karena terhalang tangan juga plastik.
Sepertinya dia mengenali benda tersebut, tetapi tidak begitu jelas karena tangan sang polisi hampir menutupi. Namun, ia nekat melihat lebih dekat. Tidak peduli dengan tatapan aneh semua orang.
“Kenapa kalung Dirga ada pada Kakak?” tanyanya dengan nada heran, “apa kalian sudah menemukan keberadaannya?”
Kalimat tanya yang langsung mengubah raut wajah semua orang, apa yang baru saja Noi katakan? Kalung tersebut milik Dirga, mana mungkin bisa menjadi kepunyaan adik Adrian. Tentu hanya mirip.
“Kalung Dirga?” ulang Adrian mulai tertarik dengan wanita yang bermata bola pingpong itu, memperhatikan gerak-gerik yang tak biasa. Noi menarik sesuatu dari balik baju bagian atas, kalung serupa.
“Aku juga punya, ini!” timpal Noi sembari menunjukkan miliknya dan semakin membuat lima orang yang lain tak mengerti, “jadi, dia sudah ditemukan. Di mana?”
“Mungkin hanya mirip.” Adrian merasa bukan saatnya Noi mengatakan prihal kalung sang adik di depan anak buahnya, mereka akan curiga.
Bagaimana bisa istrinya memiliki kalung pasangan dengan sang adik kandung? Pernikahan palsu mereka bisa ketahuan, terlalu dini untuk membongkar kedok. Setidaknya jangan sekarang, Dirga belum ditemukan.
“Enggak, Kak. Ini magnet, akan menyatu ketika ditempelkan. Ada inisial juga, punyaku DJ. Lihat saja di sana, pasti ada huruf EQ. Nama lengkapku, Eunoia Queen.” Noi masih ngotot menjelaskan perihal kalung yang semakin membuat rekan-rekan Adrian mengerutkan kening, tentu otak mereka mulai bekerja dengan sangat keras sekarang.
Adrian tak mempermasalahkan penjelasan Noi yang secara tidak langsung mengatakan pada semua orang tentang hubungan dengan sang adik, setidaknya jika memang benar sesuai keyakinan yang dikatakan. Artinya, ada petunjuk baru sekalipun mengarah pada sang adik. Ia segera memeriksa sisi yang dimaksud.
Ternyata Adrian harus membulatkan mata secara sempurna, ia tak percaya dengan apa yang terlihat. Noi benar, tertera EQ di sana. Jadi, kenapa kalung Dirga ada di TKP?
“Bos, bisa jelaskan pada kami situasinya?” Frans mencoba untuk mendapatkan gambaran tentang pembicaraan suami-istri tersebut, apa adik sang ketua terlibat dalam kasus ini?
“Akan kujelaskan nanti,” timpalnya cepat tanpa melepas pandangan dari Noi yang tampak mengambil salah satu gambar di meja, “kamu kenal dia?”
“Tentu saja, dia mantan pacar Dirga. Kami juga bersahabat saat SMP, apa Kakak menemukan lokasi persembunyian mereka?” balas Noi geram dengan tangan meremas gambar seorang perempuan muda yang tengah tersenyum,“aku sudah menduga jika mereka masih berhubungan, kalung sialan ini hanya akal-akalan Dirga agar papi tak mengusik hidup Flo lagi. Perempuan laknat itu rupanya masih menjadi makhluk rendahan, kenapa aku tak menyadarinya sejak awal?”
Adrian tidak segera menanggapi, dia hanya memicingkan mata. Pria tersebut mencoba mencerna apa yang Noi katakan, terkait sang adik dengan perempuan bernama Florencia . Kenapa istri Dirga terlihat sangat mengenal wanita yang ada di foto?
“Sekarang, katakan di mana mereka?” desak Noi yang mengira memang Adrian telah menemukan persembunyian Dirga, “aku akan memberi keduanya pelajaran paling tak terlupakan!”
“Jadi, Kakak Ipar kenal wanita di foto itu?” Salah seorang rekan kerja bernama Alvin mencoba menginterogasi, Noi mengangguk cepat.
Mereka belum sepenuhnya sadar tentang apa yang dikatakan wanita muda tersebut, hanya menangkap kenyataan tentang keterlibatan adik sang ketua tim tanpa menyadari pernikahan keduanya hanya settingan. Mungkin karena terlalu fokus pada kasus yang sedang diselidiki atau memang enggan membahas saat ini. Apa pun itu, Adrian merasa tidak perlu takut pernikahan palsunya terbongkar dengan cepat.
“Tentu saja, dia psikopat gila yang suka memerah anak orang kaya. Apa kalian tak tahu?” Noi tampak berapi-api menanggapi, “tato-tato itu sudah menjelaskan siapa Flo , tapi kenapa hanya ada tujuh? Seharusnya lima belas.”
Enam polisi itu tampak saling pandang, membiarkan Noi mendekat pada papan. Menghitung ulang tato di sana, wajahnya kebingungan. Terlihat jelas jika perempuan muda tersebut sangat mengenali gambar-gambar yang ada.
Kedua bola matanya berputar, tampak memikirkan sesuatu. Adrian memberi isyarat yang lain untuk diam, menunggu penjelasan lain dari wanita yang ternyata jauh lebih paham tentang simbol-simbol itu. Apa Noi memiliki semua jawaban yang mereka butuhkan?
“Apa Florencia yang membuat tato-tato itu?” Adrian bertanya perlahan, Noi menggeleng cepat.
“Flo tergila-gila pada si pembuat tato, aku pernah melihat diary wanita sialan itu. Isinya hanya tentang karya seniman Iblis yang lebih gila lagi. Ish! Kenapa Dirga masih tertipu saat mantan kekasihnya menyukai laki-laki lain?”
“Seniman pembuat tato?” ulang Adrian mengabaikan keluhan Noi tentang adik kandungnya terkait nama wanita lain, “maksud kamu siapa?”
“Siapa lagi kalau bukan Afriz Artanabil, pelukis ternama yang menyukai teori konspirasi.”
Mendengar nama besar itu disebut semua orang hanya bengong, pelukis tampan yang karyanya mulai dielu-elukan para penikmat seni. Seniman yang sempat viral dengan lukisan surealisme penuh kontroversi, tentang kehidupan indah kaum LGBT.
Adrian tak terlalu paham yang dipermasalahkan, tetapi nama Artanabil memang tengah diperhitungkan oleh negara. Aset berkelas yang keberadaannya mulai diperhitungkan. Sebab, dunia mulai melirik karyanya dengan harga sangat mahal.
“Dirga mengenal Afriz?” tanya Adrian memastikan tentang keterlibatan sang adik dengan nama-nama yang mulai muncul sebagai petunjuk, dia memandang wajah Noi lebih serius guna menemukan jawaban lebih spesifik.
“Bukan hanya kenal, mereka sering bertemu dalam komunitas dan ....” Noi menghentikan kalimat, ia tampak mulai menangkap hal aneh.
Kembali memerhatikan papan, foto-foto orang mati. Kemudian, pandangannya menuju meja. Ia membekap mulut ketika wajah penuh darah itu salah satunya milik Florencia Fransisca.
Dia memandang Adrian yang sedang menggigit bibir bawahnya, wajah pria itu tak serisau sebelumnya. Tampak sudah mulai santai, apa karena dirinya mengoceh panjang-lebar? Namun, giliran Noi yang gelisah.
Dia hanya tahu jika sang suami palsu seorang polisi, tetapi tak pernah terpikirkan kalau laki-laki itu ternyata seorang detektif. Kenapa ada foto Flo dan orang-orang mati? Ada apa dengan mantan kekasih sang suami tersebut?
Jika kalung Dirga ada pada polisi, di mana suaminya sekarang?
***