9

1071 Kata
Ke esokan harinya, Alisha dengan wajah sumringah datang ke butik dan menghadap Alfin. “Ruangan kamu ada di sebelah saya, berikan karya terbaik seperti saya yang memberikan gaji terbaik untuk kamu,” ucap Alfin dengan sedikit congkak membuat Alisha kurang nyaman, tapi Alisha mengabaikan perasaan tidak nyamannya itu, itu semua demi uang gajinya yang sangat besar bagi dirinya saat ini. Alisha memasuki ruangan kerjanya, seperti ruangan pribadi yang tidak dapat diganggu oleh siapa pun tanpa persetujuan darinya. Maja kerja yang lengkap dengan alat tulis, bahkan kuas lukisan juga ada di sana. Mesin jahit dan macam-macamnya juga tersedia di sana, membuat Alisha berdecak kagum, karna seperti ini lah tempat kerja yang dia inginkan. Bahkan dalam ruangan tersebut disediakan AC dan juga kulkas mini untuk stock minumannya. “Wow, ini sungguh di luar khayalanku, bahkan jika aku membuka usahaku sendiri, aku belum tentu bisa membeli ini semua, oke! Aku akan bekerja lebih baik!” ucap Alisha bersemangat. Alisha meletakkan buku belajarnya, antahlah kapan dia akan membacanya, yang terpenting buku itu ada di sampingnya untuk mengingatkan dia supaya dia tetap belajar untuk mewujudkan cita-citanya menjadi sarjana dan jadi pekerja kantoran untuk mendapatkan gaji yang lebih tinggi. Alisha mengunci pintu ruangan kerjanya supaya tidak ada yang mengganggunya saat bekerja, dia akan berusaha menyelesaikan dua desain setiap harinya yang langsung dia jahit sendiri untuk memaksimalkan kemahirannya dalam merancang busana terbaik. Sudah satu minggu lebih Alisha bekerja di ruangan khusus tersebut, ada beberapa senior yang menatapnya tidak suka karna Alisha mendapatkan fasilitas lengkap, tapi Alisha tidak peduli, toh bukan mereka yang memberikannya kehidupan yang layak, dia akan terus berkarya tanpa berniat menyingkirkan atau mengalahkan siapa pun. Tok ... tok ... tok ... pintu ruangan Alisha bekerja di ketuk. Alisha merasa jengkel karna ada yang mengganggunya, karna dia sudah menjadwalkan kapan desainnya akan diambil oleh mereka untuk diperjual belikan, jadi dia tidak mengizinkan dirinya di ganggu saat jam kerja. “Ada apa sih? Ini kan masih jam kerja!” ucap Alisha dengan ketus sambil membuka pintu. “Eh, Pak Alfin,” ucap Alisha yang semula berwajah masam mendadak harus tersenyum karna melihat siapa yang hendak bertamu ke ruangan kerjanya. Alfin berjalan sambil mengikat kedua tangannya ke belakang tubuhnya mengitari ruangan kerja Alisha. Terlihat kain yang berserakan membuat Alfin sedikit terganggu karna ruangan tersebut tidak lagi rapi seperti pertama kali diberikan pada Alisha. “Kenapa harus mengunci pintu setiap hari?” tanya Alfin datar. “Maaf Pak, saya tidak ingin di ganggu saat sedang fokus bekerja,” jawab Alisha sambil menunduk. “Apa kedatangan saya juga mengganggu kamu?” tanya Alfin lagi membuat Alisha tidak enak hati. “Sedikit Pak,” jawab Alisha dengan jujur sambil menggigit bibir bawahnya. Alfin menatap ke arah Alisha dengan tidak percaya karna Alisha menjawab dengan kalimat tersebut. Alfin melihat buku di meja kerjanya Alisha, tapi dia tidak peduli, toh buku itu masih tertutup rapi tanpa terlihat ada yang menyentuhnya. Selesai mengawasi kinerja Alisha, Alfin kembali keluar dari ruangan kerjanya Alisha membuat Alisha lega karna sudah bisa melanjutkan pekerjaannya tanpa ada gangguan. Dia sudah mengatur waktu kerjanya, saat jam istirahat, dia akan merebahkan tubuhnya di sofa sambil membaca buku pelajaran kuliahnya. Dia masih berjuang supaya dia berhasil dalam bidang desain dan juga kuliah. Tidak ada yang dia pikirkan lain selain bekerja dan belajar, semua demi Mamanya. *** “Ini gaji kamu untuk bulan ini,” ucap Alfin sambil menyerahkan amplop tebal untuk Alisha, Alisha menerimanya dengan rasa haru. “Bulan depan kamu sudah harus membuat rekening, biar saya lebih mudah mentransfer gaji kamu, semua karyawan lain sudah memakai kartu ATM, Cuma kamu yang belum,” ucap Alfin sedikit angkuh terdengar ditelinga Alisha. “Baik Pak, saya akan usahakan,” jawab Alisha sambil menunduk. Dia keluar dari ruangan kerja Alfin, matanya fokus menatap amplop di tangannya. “ATM?” gumam Alisha yang kembali merasa sakit mengingat ATM dari Ayahnya yang sudah sangat lama kosong, karna ayahnya sudah tidak pernah memberinya uang lagi. Alisha berangkat dengan motor bututnya menuju kantor bank untuk mengurus ATMnya. “Apa sebaiknya aku cek lagi ATM ini, mungkin saja sudah ada isinya,” gumam Alisha yang menuju ke tempat pengambilan uang untuk mengecek ATMnya. “Maaf Mbak, ATM mbak kosong, dan sudah lama mati karna tidak pernah di isi,” ucap perempuan yang bekerja sebagai karyawan di sana. “Oh begitu, makasih banyak Mbak,” jawab Alisha yang merasa sesak mendengar kalimat tersebut. Alisha memandang kartu tersebut dan langsung melempar ke dalam tong sampah. “Membuang semua kenangan tentangmu lebih baik dari pada anakmu ini terus tersakiti dengan mengingat kamu, Ayah,” ucap Alisha yang mengusap air matanya yang jatuh di pipi dan pulang dengan motornya. *** Alisha menemui Filda untuk mengajaknya makan, hal yang biasa dia lakukan saat menerima gajinya, bukan lagi karna berutang budi, tapi Alisha hanya ingin membagikan kebahagiaannya dengan orang terdekat dia, selama ini hanya Filda yang menjadi teman penghiburnya di kala sepi. “Eh Alisha, lu kan dah banyak uang, kenapa tidak coba masuk salon dan ganti setelan kamu biar kamu dilirik sama cowok tajir dan tampan,” ucap Filda sambil mengunyah makanan di mulutnya. “Hahaha ... memangnya ada yang mau sama aku?” Alisha bertanya balik. “Ada lah, lu aja yang tidak mau ngurus badan lu, jadinya dekil seperti itu!” ucap Filda blak-blakan membuat Alisha menoyor kepala Filda. “Sembarangan, kulit aku seperti ini karna aku pekerja keras,” bantah Alisha dengan cepat. “Iya ... iya, aku percaya, tapi tidak ada salahnya kan lu mulai merawat diri,” timpa Filda lagi. “Tidak usah ah, aku belum memikirkan hal itu, aku masih mau fokus kerja dan kuliah, lagian kalau ada yang mau sama aku, mereka pasti akan menjauh saat mengetahui keadaan orang tuaku, Ayah yang tidak tau di mana rimbanya, Mama yang sekarang masuk rumah sakit jiwa, tidak, aku tidak ingin menambah kekecewaan hanya karna jatuh hati pada lelaki yang salah dan meninggalkan aku saat mengetahui semuanya,” jawab Alisha sambil menyeruput jus di dalam gelasnya yang hanya tersisa setengah. “Ya sudah, setidaknya kamu rawat badan kamu untuk karier kamu saja, bukan untuk lelaki,” protes Filda lagi. “Kalau aku masuk salon, jatah traktiran untuk kamu jadi menghilang,” jawab Alisha santai membuat bibir Filda naik sebelah. “Traktiran untukku harus tetap ada, gak perlu mahal-mahal, cukup semangkuk bakso atau semangkuk somai, aku sudah bahagia,” ucap Filda tak mau kalah. “Halah, yang untuk kamu tetap harus ada kan, dasar penggila bakso!” cebik Alisha membuat Filda tertawa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN