37. Tempat Penitipan

1155 Kata
Awalnya Alvaro berpikir kalau Jenia tidak akan benar-benar menitipkan Cherry kepada dirinya. Namun, ternyata semua dugaan itu salah. Karena pasutri yang baru saja dikaruniai satu orang anak itu benar-benar meninggalkan anak mereka kepada seorang bujangan seperti Alvaro. Meskipun tidak habis pikir, sejujurnya ia memang tidak akan pernah membiarkan Cherry dititipkan di tempat penitipan anak. Masalahnya, waktu itu Alvaro sempat memergoki salah satu pegawai yang ada di sana bersikap kasar pada anak kecil. Bahkan tidak segan-segan mereka memukul hingga anak tersebut menangis dengan histeris. Hal tersebut membuat Cherry yang biasanya bertingkah usil langsung mendadak diam sembari terus menatap pegawai itu takut. Tentu saja melihat hal itu, Alvaro langsung membatalkan semua pesanannya untuk menitipkan Cherry selama satu hari. Sebab, kedua orang tuanya memang bepergian bisnis ke berbagai negara sehingga mengharuskan dirinya menjaga Cherry. Namun, saat itu bertepatan sekali dengan dirinya yang menghadiri rapat besar, lalu mau tak mau Alvaro pun menitipkan Cherry selama seharian penuh di sana. Tanpa disangka tempat yang seharusnya memberi kenyamanan bagi anak kecil malah dijadikan sebagai ajang penguatan mental. Padahal sebagai baby sitter seharusnya ia sudah mengetahui hal-hal yang dilarang dalam mengurus anak kecil. Namun, hal tersebut sudah memberikan kesan rendah bagi Alvaro Kenzi Aryasatya sehingga lelaki itu tidak akan lagi menitipkan Cherry, selain kepada asisten pribadinya dan Liu Bai. Namun, entah ada angin apa tiba-tiba Alvaro datang mengunjungi apartemen sewaan baru milik Erina bersama dengan Cherry. Padahal lelaki itu berniat untuk tidak akan diganggu siapapun. Akan tetapi, mau tak mau dirinya memang harus membawa gadis itu pergi kemana pun. Karena Liu Bai tengah disibukkan oleh beberapa agenda rapat peluncuran real estate milik keluarganya dan Zhou Yuan sedang meng-handle pekerjaannya. Sejenak Cherry terdiam di gendongan Alvaro. Gadis bertubuh mungil itu tampak sangat penasaran menatap sebuah pintu berwarna merah yang sejak tadi masih tertutup. Padahal mereka berdua sudah memencet bel. Tak lama kemudian, pintu pun terbuka pelan membuat Cherry tanpa sadar memiringkan tubuhnya membuat Alvaro langsung mengikuti arah gadis kecil itu. Dan benar saja, Erina terlihat benar-benar tidak percaya bahwa Alvaro membawa seorang gadis kecil bersamanya. “Ni hao, Cherry!” sapa Erina tersenyum lebar, lalu membukakan pintu dengan lebar-lebar, dan mempersilakan Alvaro bersama Cherry masuk ke dalam. “Aunty, ini rumah barumu?” tanya Cherry memberontak turun dari gendongan Alvari, dan berlari kecil menghampiri Erina yang tengah mengambil sandal rumahan untuk gadis itu. “Iya. Ini rumah baruku,” jawab Erina menggendong tubuh mungil gadis itu, dan meletakkannya di atas kursi, lalu ia pun mulai melepaskan sepatu mungil tersebut. Kemudian, digantikan oleh sandal rumahan yang cukup besar. “Uhm ... sepertinya aku harus membelikan sandal khusus untukmu berkunjung, Cherry. Apa kau mau?” Sontak, mendengar hal tersebut gadis mungil berpakaian gaun mini itu pun mengangguk penuh antusias. “Tentu saja aku mau, Aunty.” “Baiklah. Kalau begitu, kau berhati-hatilah dulu, Cherry. Karena sandal itu sangat kebesaran di kakimu. Aku takut kau terjatuh,” ucap Erina menuntun gadis kecil itu melangkah ke dapur menghampiri Alvaro yang terlihat sibuk berkutat dengan beberapa bahan makanan di tangannya. “Tidak masalah,” balas Cherry tersenyum lebar, lalu menaiki salah satu kursi mini bar sembari menatap Alvaro penasaran. Karena lelaki dewasa itu terlihat memotong-motong sebuah daun yang berbentuk panjang. “Daun apa itu, Om? Aku tidak pernah melihatnya di rumah.” Alvaro menoleh singkat sembari tersenyum geli mendengar penuturan keponakannya itu, sedangkan Erian yang sibuk mengaduk makanan di dalam panci pun ikut tertawa. “Ini namanya daun bawang, Cherry. Makanan kesukaan Aunty,” jawab Alvaro memperlihatkan sayuran tersebut. “Apa kau ingin mencobanya?” Cherry berpikir sejenak, sebelum gadis itu benar-benar menggeleng. “Aku tidak mau. Itu belum dimasak dengan matang.” “Bagus, Cherry! Kau harus pintar, agar tidak dijahili oleh Pamanmu sendiri,” sahut Erina setengah menyindir Alvaro yang meringis pelan. “Oh bukan itu saja, Aunty. Bahkan Om pernah menjahiliku dengan memberikan pasta yang belum masak,” keluh Cherry sembari mengerucutkan bibirnya kesal. Berharap kalau Erina bersimpati pada dirinya. Dan benar saja, Erina langsung menatap Alvaro menuntut penjelasan. Wanita itu terlihat sangat menyeramkan menatap Alvaro sembari menggenggam sendok berbentuk bulat yang cukup besar. “Oh, ayolah, Cherry. Kau tega melihatku dimarahi Aunty?” Alvaro menatap Cherry dengan pandangan memelas. Namun, gadis mungil itu malah memalingkan wajahnya ke arah lain, membuat Alvaro mendengus keras-keras. Walaupun sebenarnya lelaki itu tidak benar-benar marah. Akhirnya, Erina yang melihat keduanya sama-sama merajuk pun hanya tersenyum geli, lalu menatap Cherry sembari menyerahkan mangkuk berisikan sup dengan asap yang masih mengepul. “Makanlah, Cherry,” titah Erina meletakkan mangkuk beserta sendok tepat di hadapan gadis mungil tersebut. Sedangkan Cherry yang mencium aroma segar sekaligus wangi itu pun tersenyum lebar, lalu menatap wajah Erina dengan pandangan berbinar. Tentu saja gadis itu sangat menyukai makanan sehingga sangat mudah untuk mendapatkan hatinya. “Cih, baru saja diberikan sup sudah berlainan hati,” sindir Alvaro menatap Cherry yang sangat lahap menyantap makanannya. Akan tetapi, bukan Cherry yang marah, melainkan Erina. Wanita itu langsung mencubit lengan Alvaro geram. Kemudian, mengkode agar lelaki itu diam saja. Mau tak mau Alvaro melenggang pergi dari dapur dan membiarkan kedua perempuan kesayangannya itu menghabiskan waktu berdua. Tak lama kemudian, Cherry pun menyelesaikan makanannya. Gadis mungil itu terlihat menghampiri Alvaro yang terduduk tepat di depan televisi sembari sesekali meminum kopi panasnya. Namun, kedatangan seorang gadis kecil membuat lelaki itu langsung menoleh. Terlihat Cherry menahan kantuk sembari sesekali mengusap matanya yang berair. “Om, aku mengantuk. Aku ingin tidur.” “Kemarilah,” balas Alvaro membuka tangannya lebar-lebar, dan menyambut kedatangan Cherry. Setelah itu, Cherry pun meringkuk di dalam pelukan Alvaro. Gadis mungil itu benar-benar tidur sampai Erina datang membawa sepiring buah dan beberapa cemilan. Namun, wanita itu langsung terpaku pada pelukan Alvaro. “Cherry tidur?” tanya Erina setengah berbisik tidak ingin mengganggu gadis mungil itu dari dalam tidurnya. Alvaro hanya mengangguk pelan, membuat Erina terdiam sejenak. Sebelum akhirnya wanita itu bangkit dari sofa, kemudian meminta Alvaro untuk bangkit mengikuti dirinya. Mau tak mau lelaki itu pun bangkit tanpa membangunkan Cherry sama sekali. Namun, kedua alis tebal nan tegas itu bertaut bingung saat melihat Erina melangkah ke arah salah satu kamar yang berada tidak jauh dari ruang tamu. Sebab, apartemen ini memiliki 3 buah kamar yang salah satunya bisa dihuni dan lainnya berisikan barang yang tidak terpakai, atau lebih tepatnya belum dibereskan. Kemudian, Erina mengkode agar Alvaro meletakkan Cherry di atas tempat tidur yang sangat nyaman itu. Dalam sekejap, seorang gadis mungil yang tadi berada di dalam gendongan sudah beralih ke atas kasur, membuat Erina tersenyum tipis. Keduanya pun melenggang pergi meninggalkan Cherry yang tertidur pulas di dalam kamar. Namun, saat Erina menutup pintu kamar, tiba-tiba Alvaro menarik pergelangan tangannya. Tentu saja ia langsung terkejut akan tindakan lelaki itu. Akan tetapi, yang membuatnya lebih terkejut lagi adalah Alvaro langsung mencium bibirnya. Bahkan lelaki itu menarik pinggang miliknya untuk merapat. Terbuai dalam ciuman itu, membuat Erina tanpa sadar mengalungkan tangannya pada leher tegas milik Alvaro, lalu berjinjit mempermudah lelaki itu mengakses bibir miliknya. “Aku merindukanmu,” bisik Alvaro di sela-sela ciumannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN