*** Rumah sakit yang merawat Davin tidak lain adalah tempatku dirawat. Remi mendekat saat melihatku di lobi. “Juni? Sudah memutuskan untuk terapi?” Aku tersenyum. “Tidak, Dok. Saya mau menemui kenalan yang dirawat di sini.” Remi mengerutkan kening. “Benarkah? Siapa?” Juna menarikku, terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya pada Remi. “Itu bukan urusan Dokter,” katanya. Saat melewati dokter itu, dia bahkan sengaja menyenggol bahu Remi. Remi hanya menggeleng sambil tersenyum menatap tingkah kekanakan Juna. “Kau berlebihan. Bagaimana kalau Remi curiga?” Juna melepaskan pegangan tangannya. “Maaf, Ju. Aku sedang kesal.” “Ya sudah, sekarang kita fokus pada Pak Davin.” Aku mengetuk pintu kamar VIP no 3. Seorang wanita usia 30-an menyambut kami. “Ada apa?” “Saya ingin bicara penting