8

1720 Kata
Sementara Anin sendiri masih sangat kecewa, bahkan ia sempat menangis juga karena memang Geri itu adalah sumber semangatnya. Sudah beberapa tahun ia tidak bertemu dengan Geri karena ia pikir Geri pindah ke luar kota. Itu yang ia dengar saat dulu guru les mereka membicarakan kenapa Geri pindah. Namun jika melihat Geri tadi disini berarti Geri tidak pindah. Maka dari itu ia tidak mencari-cari keberadaan Geri karena ia pikir Geri benar-benar pindah. Jika ia tahu bahwa Geri tidak pindah ia akan mencari Geri sepanjang waktu hingga nanti ia bisa bertemu lebih cepat dengan Geri juga. "Udah Anin, nanti kita cari Arka lagi ya." ujar Felly. Mereka berdua memang tidak jadi pulang ke rumah langsung tapi mereka pergi ke basecamp sekolah mereka. Banyak siswa-siswi yang ada disana termasuk Aksara yang merupakan pentolan sekolah mereka. Aksara lumayan dekat dengan mereka. "Weh ngapain muka Lo gitu banget Nin? Kayaknya Lo menang deh tapi kenapa Lo keliatan sedih kayak gitu? Sumpah dah aneh bener." ujar Aksara. "Sa, jangan gitu. Lagi galau anaknya." ujar Felly pada Aksara membuat Aksara kini bertanya ada apa sebenarnya? Apa ia melewatkan sesuatu? "Kenapa we?" tanya Aksara dan Felly pun menjelaskan kepada Aksara. "Dia tadi ketemu sama Arka setelah sekian lama ga jumpa. Arka juga ikut lomba tadi." ujar Felly membuat raut wajah Aksara sedikit berubah. "Ah gitu, terus gimana? Bukannya bagus ya? Kan dari dulu Anin beneran pingin banget ketemu sama Arka?" tanya Aksara yang menjadi penasaran sebenarnya seperti apa wajah dari Arka yang sedari dulu selalu dibicarakan oleh Anin hingga membuat teman-temannya sampai jengah mendengarnya. "Masalahnya Arka pergi duluan tanpa pamit, udah gitu Anin juga ga tahu berapa nomornya soalnya belum sempat minta tadi." ujar Anin kepadanya. masih dengan mata yang berkaca-kaca dan kemungkinan sebentar lagi ia akan menangis. Aksara sebenarnya tak tega dan juga merasa sakit ketika ia melihat Anin seperti ini karena seorang cowok. "Jadi Lo lost contact lagi sama Arka?" tanya Aksara dan Anin mengangguk. Selain mengangguk kini Anin sudah menangis membuat Aksara mendekatinya dan memberikan pelukan kepadanya. Aksara turut sedih dengan hal ini tapi ia tidak bisa memungkiri bahwa ia juga lega atas semua. Sorry Nin, disaat Lo sedih karena lost contact lagi sama Arka gua malah senang, gua bahagia karena Lo ga jadi berhubungan lagi sama Arka. Batin Arksara masih memeluk Anin yang masih menangisi tentang Arka atau Geri tersebut. Aksara tampak menenangkan Anin dan memberi semangat juga. "Udah Nin, jangan nangis lagi gua pasti bakalan bantuin Lo buat ketemu lagi sama Arka kok. Lo juga kan Sa?" tanya Felly pada Aksara dan kali ini Aksara mengangguk meskipun hatinya berkata sebaliknya karena ia justru tidak mau jika mereka berdua bertemu karena itu bisa menggeser dirinya. Hanya Arka saja yang mampu menggeser posisinya saat ini sebagai lelaki yang paling dekat dengan Anin. Jujur saja ia tak mau tergeser posisinya karena ia masih ingin terus bersama dengan Anin. Ia ingin sedikit jahat. “Iya, kita bakalan selalu temenin lo dan kita juga akan nyari Arka sama lo. Lo ga perlu khawatir Nin. Kita selalu ada buat lo. Jadi jangan pernah takut ya, karena lo ga sendiri.” ujar Aksara kepada Anin. "Tetep aja, padahal Anin udah nunggu ini sekian lama." ujar Anin itu. Sebenarnya sedari dulu pun Aksara sudah mengetahui bahwa Arka itu sekolah di SMP Garuda karena ia memang melihat beberapa kali foto dan videonya terpajang di TV atau berita lainnya. Foto Arka dengan kembarannya. Namun ia diam saja karena tak mau Anin mengetahui bahwa Arka tidak pindah. Lagi pula Anin yang tidak update berita di internet itu membuatnya lega. Bahkan pikir Aksara, mungkin saja Anin tidak tahu bahwa Arka kembar. Akan tetapi itu tidak mungkin, pasti Anin sudah tahu bahwa Arka itu kembar dan siapa Arka sebenarnya yang merupakan anak dari aktris dan pengusaha terkenal. Sekarang ini Anin masih menangis saja di basecamp. Sementara Geri sendiri sekarang sedang ada di dalam kamarnya. Ia mendengar suara mobil, sepertinya Gale baru saja pulang. Untung saja kamarnya sangat jauh dari ruang tamu, jadinya ia tidak akan mendengar sambutan hangat Mamanya kepada Gale, kembarannya itu. Sambutan yang sangat kontra sekali dengan apa yang dilakukan Mamanya kepada dirinya. Geri sendiri seringkali berpikir apakah ia mampu untuk menahan ini semua? Apakah ia bisa harus hidup dengan kesenjangan yang terjadi secara jelas di depan matanya dan dirinya juga yang mengalaminya. Entah lah Geri sendiri juga tidak tahu sampai kapan ia bisa bertahan di keadaan seperti ini. Awalnya tadi memang Geri ingin berada di rumahnya dalam waktu yang lama mumpung Mama dan Papanya tidak ada di rumah. Namun hal itu sirna sudah ketika Namanya ternyata ada di rumah. Ia malas sekali jika harus melihat interaksi antara Makanya dengan Gale. Tidak, ini bukan perasaan malas tapi lebih kepada perasaan iri karena Gale bisa seperti itu kenapa ia tidak. Padahal mereka itu kembar yang seharusnya bisa merasakan sama. Saat ini Geri mengambil kunci motornya, ia akan pergi dari sini. Ia pun sekarang sudah menggunakan jaketnya. Geri tampak turun dari kamarnya. "Geri mau pergi kemana kamu? Baru pulang kenapa pergi lagi?" tanya Mamanya kepada Geri. Geri berhenti lalu melihat ke arah Mamanya tersebut. "Tumben Mama tanya, biasanya ga peduli. Geri mau cari tempat pulang mah." ujar Geri kepada Mamanya. Mamanya terdiam lalu memanggil Geri lagi. "Tempat pulang apanya Geri? Kamu ini sudah pulang sekarang. Ini rumah kamu, udah deh kamu kalo mau main jangan pakai alasan kayak gitu. Ga bermutu tahu ga Ger." ujar Mamanya kepada Geri dan Geri pun tersenyum. "Mama ga ngerti. Geri pamit." ujar Geri pada mereka.semua disana. "Geri, Mama belum selesai berbicara ya. Gerireo! Kamu ini kebiasaan ya. Pasti selalu pergi sebelum Mama selesai berbicara!" ujar Mamanya sedikit berteriak yang mana membuat Gale sekarang turun dari kamarnya juga. "Ada apa Mah? Kok teriak-teriak?" tanya Gale kepada Mamanya itu. "Itu kembaran kamu Gale, bikin Mama pusing. Dia baru aja pulang tapi sekarang udah pergi lagi. Ga tahu deh Mama gimana cara dia mikirnya itu. Kalo diajak bicara pasti pergi sebelum selesai pembicaraan." ujar Mamanya. "Gale susul ya Mah." ujar Gale sudah mau pergi tapi di cegah Mamanya. "Ga usah sayang, kamu istirahat aja. Mama tahu kamu pasti capek kan, udah kamu tidur aja ya sayang." ujar Mamanya dan Gale pun mengangguk. Gale sebenarnya tidak tahu kenapa Geri sangat berbeda dengannya, padahal mereka berbagi rahim bersama. Namun kelakuan mereka sangat berbeda. Seringkali ia ingin bertanya pada Geri, sebenarnya apa yang membuat Gale seperti itu. Apa yang menyebabkan Geri menjadi anak nakal. Namun Gale tidak mau mencari masalah dengan Geri, sudah cukup ia pusing memikirkan soal-soal yang harus ia pelajari agar rangkingnya tetap stabil. Geri sudah keluar dari rumahnya, rencananya ia akan pergi ke jalanan yang sering digunakan oleh teman-temannya mencari pundi-pundi dengan suara dan genjrengan gitar mereka. Sekarang ini sedang mencari mereka. Ia ingin melepaskan penat dengan ikut mengamen bersama dengan mereka. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk melepaskan penat karena ia sedang tidak ingin minum atau merokok teelebih dahulu. Ini sudah menjadi kebiasaannya sebenarnya. Jadi setiap ia habis memenangkan suatu perlombaan ia sudah berjanji untuk hari itu dan satu hari selanjutnya tidak akan minum alkohol dan merokok. Sampai sekarang ia masih bisa handle itu semua dan ia juga bisa melakukan hal itu, ia belum pernah mengingkari. Geri sudah melihat teman-temannya di jalanan itu dan sekarang ini ia pun sudah memarkirkan motornya ke parkiran yang paling dekat dari sana. Geri berjalan menuju ke tempat Gama dan yang lainnya. Tampak ia juga menyapa beberapa pedagang kaki lima yang ada disekitar sama, mereka semua sudah mengenal baik Geri karena Geri juga sering membeli dari mereka semua. Geri juga sangat enak di ajak berbicara pada mereka meski umur mereka banyak yang terlampau jauh tapi obrolan itu tetap nyambung. "Woy Ger, tumben kesini jam segini?" tanya Gama kepada Geri itu. "Iya nih, gabung ya gua. Udah dapat berapa Lo pada?" tanya Geri dan Gama memperlihatkan kotak yang digunakan untuk mencari recehan di jalan. "Ya lumayan lah buat nyari makan." ujar Gama dan Geri mengangguk. Masih sedikit yang ada di kotak itu, tapi Gama sudah menyebutnya bahwa itu lumayan. Ini yang membuat Geri sangat senang memiliki teman seperti Gama. Meski mereka hidup di jalanan tapi Gama selalu tahu bagaimana cara bersyukur. Gama mengajarkan dirinya banyak hal yang sangat membantunya dalam menjalani kehidupan ini. Ia sangat beruntung bisa bertemu dengannya. Seringkali Geri pun juga berpikir apakah Geri kurang bersyukur dalam hidupnya sampai Tuhan belum mau memberi hadiah kebahagiaan padanya? Entah lah Geri sendiri juga tidak tahu. Ia hanya menjalani kehidupannya saat ini. Ia mengikuti alur tapi ia juga tidak mau tenggelam dalam kisahnya ini. Sekarang Geri sudah ikut bernyanyi di jalanan itu, mereka bernyanyi sampai sekitar pukul tujuh malam. Baru sekarang mereka mencari makan dan akan mereka bawa ke tempat dimana adik-adik yang mereka temui di jalanan itu berada. Mereka biasanya membiarkan adik-adik mereka itu duduk atau istirahat di emperan toko, ya mau bagaimana lagi karena mereka tak punya tempat untuk berteduh selain emperan toko. Mereka sedang berjalan ke sana. "Preman-preman itu udah ga pada ganggu Lo pada kan?" tanya Geri. "Udah nggak kok Ger, thanks ya Ger. Itu semua berkat Lo." ujar Gama dan Geri mengangguk. Memang beberapa waktu yang lalu mereka semua sering diganggu oleh preman jalanan. Namun Geri menghentikan mereka dengan membawa bodyguard keluarganya. Untung saja bodyguardnya itu tidak membicarakan hal itu ke keluarganya karena jika mereka membicarakannya pasti Geri sudah dimaki habis-habisan karena menggunakan bodyguard untuk sesuatu yang tidak penting menurut mereka. Sekarang mereka sudah sampai di emperan toko yang sudah tutup. Mereka membawa makanan itu dan makan bersama disana bersama dengan anak-anak yang lainnya. Geri selalu hangat ketika makan bersama dengan mereka. Ia selalu merasa bahwa dirinya dianggap dan dirinya hidup. Meskipun mereka sekarang makan beratapkan langit malam yang kelam dan juga dengan minimnya pencahayaan yang ada. Namun ini semua tetap membuatnya tenang. Malam itu Geri sudah selesai makan dan yang lainnya pun juga. Geri pun menemani mereka sampai pukul sebelas malam. Setelah itu Geri kembali ke tempat parkirannya tadi dan ia memutuskan untuk pulang ke rumah. Rumah yang bukan rumah untuknya. Rumah yang hanya sebuah tempat persinggahan sementara, dibanding dengan memberi ketemangan rumahnya malah lebih banyak memberikan rasa sakit yang teramat dalam. Geri akhirnya sampai di rumahnya dan sekarang ini Geri sudah masuk ke dalam kamarnya. Ia pun langsung merebahkan dirinya. Untung saja Mamanya sudah pergi lagi saat ia pulang, sepertinya Gale pun juga pergi. Namun Geri tidak tahu Gale pergi kemana karena ia tak biasanya pergi malam hari seperti sekarang ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN