2. BCP - Kembali Mengerang

2330 Kata
Keesokkan harinya Aletta terbangun dari tidurnya, wanita itu mengucek matanya dan mulai bergerak. Wanita itu meringis kesakitan. Tubuhnya terasa remuk dan bagian paha dalamnya terasa sakit. Lalu Aletta membelakkan matanya ketika mendengar suara dengkuran halus dari belakangnya, wanita itu langsung saja berbalik dan terkejut melihat Satya tidur di sampingnya tak menggunakan apapun. Aletta langsung bangkit untuk duduk dan merasa paha dalamnya yang terasa sakit dan seluruh tubuhnya. Lalu mengintip ke dalam selimut bahwa tubuhnya tak menggunakan apapun. Ia tak ingat apapun yang terjadi tadi malam. Aletta melihat bahwa Satya juga sama seperti dirinya tak menggunakan apapun. Aletta mencoba mengingat apa yang terjadi pada mereka. Wanita itu memaksa ingatannya sampai akhirnya ia mengingat bahwa tadi malam ia sudah menyerahkah hal yang tak seharusnya dilakukannya pada Satya. Aletta merasa bodoh ia memukul kepalanya berkali-kali. “Kamu udah bangun?” tanya Satya tiba-tiba yang baru saja bangun membuat Aletta terkejut. “Anggap saja tak ada yang terjadi pada kita tadi malam,” ucap Aletta sarkas. Pria itu bangkit untuk duduk dan menatap Aletta. “Maksudnya apa?” tanya pria itu. “Menurutmu bagaimana? Kita harus mengingat apa yang terjadi tadi malam? Aku benar-benar tak sadar tadi malam dan kamu memanfaatkan keadaanku.” “Memanfaatkan? Bukannya kamu yang memaksaku untuk melakukannya? Kamu menggodaku dan meyakinkanku untuk melakukannya. Bahkan aku sudah menolaknya, aku pikir kamu juga mengingat hal itu. Jangan mencoba melupakannya dan mencoba menuduhku,” kata Satya dengan sarkas. “Maka itu aku bilang lupakan saja, tak usah membahasnya atau mengungkitnya. Anggap saja tak ada yang terjadi,” balas Aletta tak kalah sarkas. “Kamu tak menyesali apa yang terjadi?” tanya Satya. “Apa itu perlu? Kalau aku menyesal lalu apa yang terjadi? Apa aku bisa mengembalikan semuanya seperti sebelumnya? Tidak, jadi untuk apa menyesal? Semua sudah terjadi bukan? Kenapa kamu menyesal melakukannya denganku?” tanya Aletta balik. “Apa aku benar orang pertama untukmu?” tanya Satya memastikan. “Bagaimana menurutmu? Apa aku perlu memperjelasnya?” tanya Aletta balik. Satya menghela napasnya panjang, Aletta beserta dengan keras kepalanya membuat Satya tidak akan mendapat jawaban apapun. “Keluarlah, ini akan menjadi rahasia kita berdua. Aku tak akan memberitahu Papa tentang ini, anggap saja ini suatu kesalahan dan tak pernah terjadi,” tegas Aletta. Satya tak lagi menanggapi perkataan Aletta, pria itu turun dari ranjang dan memakai kembali pakaiannya. Aletta membelakkan matanya terkejut melihat tubuh tegap milik Satya. Tadi malam ia tak benar-benar sadar, namun pagi ini ia bisa melihat semuanya dengan sadar membuat wanita itu menelan salivanya sendiri karena melihat pemandangan itu. Pria itu seakan tak peduli dengan Aletta yang ada di sana melihat keadaannya, Aletta mengepal tangannya. Bagaimanapun Aletta mempunyai keinginannya sendiri tentang seorang pria dan semua itu ada pada Satya. Ini pertama kalinya bagi Aletta melihat seorang pria seperti itu. Jantungnya berdebar melihat Satya, pria itu menatap Aletta sehingga wanita itu segera mengalihkan pandangannya. “Saya permisi,” pamit Satya. Aletta tak menjawab, pria itu keluar dari kamar Aletta. Begitu Satya keluar Aletta menghela napasnya kasar. Dengan tertatih Aletta berjalan menuju kamar mandi miliknya, begitu sampai di kamar mandi Aletta melihat dirinya di depan cermin. Terdapat beberapa tanda kemerahan di tubuhnya. Ada di lehernya, dadanya, bahkan dibagian paha dalamnya. Wanita itu meringis merasa bodoh atas apa yang sudah dilakukannya tadi malam. Bagaimana bisa ia menggoda Satya dan melakukan hal itu? Aletta mandi dan menggunakan shower untuk membasahi tubuhnya. Tubuhnya bergetar menandakan bahwa ia menyesali apa yang terjadi padanya. Namun ia sudah tak lagi bisa mundur karena semuanya sudah terjadi. Menyesal juga percuma karena semua sudah terjadi, Aletta memukul dadanya menandakan bahwa ia kecewa dengan dirinya sendiri. Aletta benar-benar merasa bodoh saat ini. Setelah selesai mandi ia keluar dari kamarnya dan tak menemukan ada Satya. Aletta membuka kulkas miliknya dan mengambil s**u dari sana dan meneguknya. Tiba-tiba pintu apartement Aletta terbuka dan Satya masuk dengan napas yang tak beraturan membuat Aletta terkejut. Satya langsung melihat Aletta di dapur dan menghampiri wanita itu. “Bapak dan Ibu ada di parkiran sekarang, ganti pakaianmu. Mereka mau datang ke sini karena kamu nggak datang tadi malam,” kata Satya dengan panik. Aletta yang memang hanya memakai celana pendek dan kaos crop top langsung saja panik. Masalahnya dengan menggunakan pakaian seperti itu tak bisa menyembunyikan tanda kemerahan yang ditinggalkan Satya ditubuhnya. Aletta langsung saja berlari masuk ke dalam kamar dan mengunci kamarnya untuk mengganti pakaiannya. Aletta dibuat panik harus memakai pakaian seperti apa yang bisa menutupi lehernya, karena itu yang paling susah. Setelah tahu harus memakai apa dengan cepat Aletta memakainya karena pintunya sudah diketuk oleh mamanya. “Aletta! Ini Mama, ayo keluar. Kamu ngapain di dalam?” tanya Tyas, mama dari Aletta. “Sebentar Ma!” jawab Aletta dengan berteriak. Begitu keluar Aletta langsung saja diperhadapkan dengan tatapan tajam dari Rudi, Papa dari Aletta. Sedangkan Tyas yang ada di samping suaminya itu mengernyitkan keningnya bingung. “Kamu kenapa pakai jaket dan celana panjang kayak gitu? Kamu sakit?” tebak Tyas. Aletta tak pernah terpikirkan sedikit pun alasan itu, namun karena Tyas mengatakan hal itu membuatnya terpikir bahwa alasan itu baik. “Iya sakit, makanya aku nggak datang tadi malam,” jawab Aletta berpura-pura lesu. Satya melirik ke arah Aletta sejenak dan wanita itu mengedipkan matanya supaya mau mendukungnya. “Kalau kamu sakit kenapa nggak bilang? Jadi keadaan kamu gimana? Udah baikan?” tanya Tyas khawatir sambil mendekati putrinya itu. Tyas hendak memegang keningnya namun Aletta langsung saja menghindar. “Mama jangan dekat-dekat, nanti ketularan sama aku. Mama duduk di samping Papa aja, aku juga ada flu,” kata Aletta menghindar. Tyas akhirnya memilih mundur dan kembali duduk di samping suaminya itu. “Keadaanku sudah lebih baik dari tadi malam, kepalaku sakit. Demamnya cukup tinggi, kalau dengan keadaan sakit aku datang pasti nggak enak,” lirih Aletta kembali dengan lesu. “Kenapa kamu tidak bilang pada saya kalau Aletta sakit, Satya?” tanya Rudi tajam pada pengawal Aletta itu. Satya langsung saja menatap Aletta meminta jawaban. “Maafkan saya Pak. Saya sa—“ “Aku yang minta Satya untuk nggak kasih tahu Papa ataupun Mama. Aku nggak mau kalian jadi khawatir dan bersikap berlebihan. Aku nggak mau dikunjungi, aku hanya butuh istirahat aja. Kalau tahu aku sakit Mama sama Papa pasti akan bersikap berlebihan,” ejek Aletta. “Mama sama Papa itu hanya khawatir aja sama kamu bukan berlebihan,” bela Tyas. “Kalau kamu sudah mengejek seperti itu berarti keadaan kamu sudah membaik. Kamu jelas tahu bahwa tadi malam seharusnya kamu bertemu dengan calon suami kamu. Kalian harus cepat bertemu supaya acara pernikahan kalian bisa langsung dipersiapkan, kamu tahu kalau papa nggak akan merestui hubungan kamu sama pacar kamu yang miskin itu. Kamu harus menikah sama Regan, papa sudah berjanji dengan keluarganya.” Aletta berdecak. “Papa yang berjanji dengan keluarga mereka bukan aku. Jangan buat aku sama kayak bang Anggara, aku nggak mau dijodohkan. Cukup Bang Anggara aja yang jadi korban Papa, menikah karena dijodohkan. Aku mau menikah dengan pria pilihanku bukan pilihan Papa. Cukup Bang Anggara aja yang menikah karena untuk menyelamatkan bisnis Papa. Aku nggak mau dijual untuk keuntungan Papa!” teriak Aletta membuat Rudi geram. “Siapa yang menjual kamu? Papa nggak pernah mau menjual anak-anak Papa. Papa hanya mau yang terbaik untuk kamu dan abang kamu!” Aletta tertawa mendengar hal itu. “Terbaik? Papa nggak tahu apa yang terbaik untuk kita. Pilihan Papa bukan yang terbaik untuk kita! Hanya kita yang tahu apa yang terbaik untuk kita. Jadi Papa nggak perlu ikut campur sama pilihan kita, aku nggak mau dijodohkan! Papa bilang bukan menjual anak Papa? Lalu apa namanya kalau bukan menjual? Bukankah kami dinikahkan sama orang-orang yang bisa mendukung bisnis Papa semakin maju? Papa nggak mau bersaing sama mereka, maka itu Papa sengaja menikahkan kami dengan mereka supaya bisa bekerja sama dengan mereka. Apa aku salah?” ejek Aletta dengan tertawa. Satya melihat Aletta yang terlihat sangat berani. “Kamu me—“ “Kenapa? Papa mau marah? Papa nggak terima dengan apa yang aku bilang? Apa yang aku bilang benar, 'kan? Papa itu mau menjual anak-anaknya demi keuntungan sendiri. Aku nggak mau dijodohkan, jadi jangan paksa aku. Kalau Papa mau menarik semua fasilitas yang Papa kasih ke aku silahkan, aku nggak akan takut. Papa bawa sekalian pengawal Papa itu, aku nggak butuh dikawal. Aku bukan anak kecil yang harus dijaga kemana pun dan kapan pun,” ucap Aletta dengan sarkas sambil bangkit berdiri. Wanita itu masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintunya cukup keras membuat Tyas harus mengelus dadanya. “Kamu lihat bagaimana anak kamu, itu semua karena kamu terlalu memanjakannya sampai dia melawan sama orangtuanya,” kata Rudi menyalahkan istrinya. “Kamu yang terlalu keras sama mereka, kamu yang terlalu mengatur dan ikut campur sama kehidupan mereka. Anak-anak kita sudah dewasa, mereka tahu apa yang harus mereka lakukan. Nggak seharusnya kita ikut campur sampai seperti ini, mereka bisa memilih pasangan mereka,” bela Tyas. “Tidak! Aku akan tetap menikahkan Aletta dengan anaknya Orlando!” tegas Rudi sambil bangkit berdiri. “Jaga Aletta, jangan biarkan dia bertemu dengan kekasihnya itu lagi. Saya percayakan anak saya sama kamu!” tegas Rudi pada Satya. “Baik Pak,” jawab Satya cepat sambil menundukkan kepalanya. Rudi keluar dari apartement Aletta membuat Tyas menghela napasnya kasar. “Tolong jaga anak saya ya, kalau ada apa-apa tolong kabarin saya,” kata Tyas pada Satya sambil menepuk bahu pria itu. “Baik Bu,” jawab Satya. Setelah itu Tyas menyusul suaminya untuk pergi dari sana. Satya melihat kearah kamar Aletta yang tertutup itu. Ingin rasanya Satya tahu apa yang terjadi di dalam saat ini. *** “Nona, kenapa kau kembali minum?” tanya Satya panik saat keluar kamar dan melihat Aletta sudah kembali berkutat dengan minumannya di ruangan tengah dengan lampu yang gelap. Satya tadi sudah tidur, namun ia mendengar suara gelas dan botol maka itu ia terbangun dan keluar. Lalu saat keluar benar bahwa ia melihat Aletta yang sudah menghabiskan dua botol wine sendirian. Aletta tertawa mendengar pertanyaan Satya itu. “Duduklah dan temani aku,” kata Aletta sambil menuangkan wine miliknya ke sebuah gelas yang tersedia di atas meja lalu menyerahkannya pada Satya. “Silahkan diminum,” kata Aletta membuat Satya meminumnya sedikit. “Sudah berapa lama kamu bekerja dengan Papa?” tanya Aletta pelan sambil mengangkat kakinya ke atas meja sehingga Satya bisa melihat kaki jenjang mulus milik Aletta. Wanita itu hanya memakai celana pendek saja. “Saya sudah bekerja dengan Pak Rudi empat tahun, tapi saya menjadi pengawal Anda baru setengah tahun ini,” jawab Satya. “Ada apa Nona?” Aletta tertawa. “Berhenti memanggilku Nona dan jangan terlalu formal. Berapa umurmu?” tanya Aletta lagi. “Tiga puluh tujuh tahun,” jawab Satya cepat dan Aletta kembali tertawa. “Dan kamu belum menikah disaat umur sudah sangat matang? Kenapa?” “Pernikahan tak semudah itu, banyak hal yang harus dipikirkan,” jawab Satya membuat Aletta tersenyum. “Alasan itu juga kenapa aku belum mau menikah. Aku masih mau menikmati aktivitasku sekarang, aku ingin bebas tanpa harus terikat dengan pernikahan. Aku masih belum mau sibuk mengurus suami ataupun anak. Umur dua puluh enam tahun masih belum terlalu tua untuk belum menikah, benar tidak?” tanya Aletta namun Satya tak menjawab. “Kita tinggal di kota besar, tapi kenapa kedua orangtuaku mempunyai pemikiran yang kolot? Kenapa mereka memaksaku menikah? Kalau kamu jadi aku bagaimana? Apa kamu mau menikah dengan seseorang yang tidak kamu kenal bahkan tidak kamu cintai? Kamu mau menikah dengan dijodohkan?” tanya Aletta yang sudah setengah sadar itu. “Kalau saya jadi kamu, saya juga akan memberontak. Saya mempunyai pilihan saya sendiri, saya tidak mau orang lain ikut campur sama kehidupan saya. Tapi pertanyaannya apa kamu bisa melakukan hal itu? Bagaimana kalau orangtua kamu benar-benar menarik semua fasilitas yang sudah diberikan sama kamu? Butik dan salon yang kamu punya juga dari mereka, kamu siap kehilangan semuanya?” Aletta mengedikkan bahunya dan kembali meneguk minumannya. Satya mengikuti jejak Aletta dan kembali Aletta menuangkan wine tersebut ke dalam gelas Satya. “Bang Anggara juga korban dari perjodohan mereka dan kamu tahu apa yang terjadi? Walaupun mereka sudah menikah dan punya anak Bang Anggara nggak bisa mencintai istrinya. Dia hanya melakukan semuanya karena bentuk dari tanggungjawabnya. Bang Anggara tertekan dan menahan semuanya sendiri, demi apa? Demi bisnisnya papa, Bang Anggara rela mengorbankan dirinya. Dia nggak benar-benar bahagia dan aku nggak mau hal itu terjadi. Aku nggak bisa mengorbankan hidupku seperti yang Bang Anggara lakukan, aku harus gimana sekarang? Aku nggak mau menyesal nantinya,” kata Aletta yang kini sambil menangis. Satya cukup terkejut melihat Aletta menangis, pria itu tidak tahu harus bersikap bagaimana sekarang. “Kalau boleh memilih aku nggak mau hadir di dalam keluarga ini, dari dulu hidupku selalu diatur dan aku nggak suka. Aku mau hidup bebas kayak yang lainnya,” kata Aletta lagi sambil menangis. Kini tangisnya semakin terisak membuat Satya tak tega, pria itu bangkit berdiri dan mendekati Aletta. Satya memilih duduk di samping Aletta dan dengan berani menggenggam tangan Aletta. Wanita itu mendongakkan kepalanya menatap Satya yang menangis. Entah bagaimana Satya merasa tersentuh ketika Aletta menatapnya. Pria itu memeluk Aletta untuk menenangkannya, tangis Aletta semakin pecah ketika Satya memeluknya. Pria itu mengusap punggung Aletta untuk menenangkan, cukup lama Aletta menangis sampai akhirnya wanita itu berhenti menangis dan melepaskan pelukannya. Aletta menatap Satya kembali dengan sendu. “Makasih kamu udah mau dengarin cerita aku, belum pernah ada yang mau dengarin aku dan mencoba menenangkanku seperti tadi termasuk keluargaku sendiri. Kamu berbeda,” ucap Aletta tulus sambil menatap manik mata Satya. Pria itu tersentuh dengan perkataan Aletta, dengan keberanian yang penuh Satya menempelkan bibirnya pada bibir Aletta dan wanita itu langsung saja mengalungkan lengannya dan melumat bibir Satya. Bahkan Aletta sudah berpindah di atas pangkuan Satya. Keduanya larut dalam ciuman sampai tak sadar bahwa mereka kembali mengulang hal yang tak seharusnya mereka lakukan. Mereka menikmati permainan panas yang keduanya lakukan dengan saling mendamba. Satya melakukannya dengan sangat lembut sehingga wanita itu menikmatinya. Setelah melakukannya di sofa keduanya pindah ke dalam kamar Aletta dan erangan keduanya kembali terdengar dan memenuhi kamar Aletta hingga dini hari.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN