Part 05 - Apa Itu Bahagia?

1006 Kata
Raisel melihat pada pria yang berbadan besar yang mengantarkan dirinya ke rumah sakit. Raisel berjalan masuk ke dalam rumah sakit, tidak melihat ke belakang lagi. Tujuannya sekarang hanya ke ruangan ibunya dan bertemu dengan dokter. Raisel menatap pada dokter yang baru keluar dari ruangan ibunya. “Nona Raisel, saya kira anda tidak akan datang lagi hari ini. Ibu anda sudah selesai operasi dan operasinya berjalan lancar,” ucap dokter dengan senyuman sopannya. Raisel yang mendengar ucapan dokter membalas senyuman pria paruh baya itu. Raisel mengintip ke dalam ruangan ibunya, di sana ibunya masih memejamkan matanya dan kembali Raisel menatap pada dokter meminta penjelasan. Bukankah operasi ibunya berjalan lancar, kenapa ibunya belum sadar. Atau ada yang salah? “Ibu anda sedang tidur. Sebentar lagi dia bangun. Tidak ada yang perlu anda khawatirkan soal Ibu anda, di sudah siuman dan lebih sehat,” jelas dokter. Raisel bernapas legah mendengar ucapan dokter tentang ibunya, dia menatap pada ruangan ibunya kembali. Raisel berjalan masuk ke dalam menutup pintu ruangan ibunya. Raisel duduk di kursi samping ranjang. Tangan Raisel menggenggam tangan ibunya, mengusap punggung tangan ibunya. Lalu membawa punggung tangan ibunya ke dalam kecupannya. “Bu, kalau Ibu tahu semuanya, Ibu akan kecewa sama Raisel. Tapi Raisel melakukan ini demi kesehatan Ibu. Raisel tidak tahu kalau akan terjadi seperti ini. Raisel sudah mengambil keputusan yang salah, kalau Raisel tidak melakukan ini. Maka Raisel harus siap kehilangan Ibu,” ucap Raisel menghapus air matanya. Mata wanita paruh baya itu terbuka secara perlahan. Menatap pada anaknya yang menangis. Tangannya terulur mengusap rambut anaknya lembut. Raisel terkejut menatap pada ibunya dengan senyuman manisnya. “Maafkan Raisel. Raisel tidak bisa membuat Ibu bahagia,” ucap Raisel meminta maaf sembari mencium punngung tangan wanita yang telah melahirkan dirinya itu. Ibu Raisel menggeleng pelan. Tidak mau melihat anaknya menangis, tangan rapuhnya mengusap air mata anaknya. Tidak mau melihat anaknya yang menangis. “Kamu sudah menjadi putri kebangaan Ibu, Nak. Kamu sudah buat Ibu senang dan merasa bangga memiliki kamu. Kamu jangan berkata seperti itu,” tuturnya lemah, tak mau mendengar apa yang dikatakan oleh anaknya lagi. Raisel tersenyum, setelahnya dia mengangguk. Hanya tiga hari waktu yang diberikan oleh Ardam untuk bersama dengan ibunya. Dia harus kembali ke rumah pria itu, menjadi mainan dan menerima banyak hinaan dan siksaan yang diberikan oleh Ardam padanya. Raisel ingin bersama dengan ibunya di sini untuk selamanya. Tidak mau ke rumah itu. Tapi apa kuasanya? Iya tidak memiliki` kuasa atas dirinya sendiri sekarang. “Raisel akan bertanya pada Dokter. Kapan Ibu bisa pulang. Nanti saat Ibu pulang, Raisel nggak bisa temani Ibu. Raisel punya kerjaan baru, dan harus tinggal di rumah yang menerima Raisel bekerja.” Raisel menatap pada ibunya yang menatapnya dengan tatapan penasaran. “Bekerja sebagai apa?” tanya ibu lemah. Raisel terdiam beberapa saat. “Raisel bekerja sebagai pengasuh Bu. Gajinya lumayan. Raisel juga sudah menempatkan Ibu di rumah yang lumayan dibanding rumah kita kemarin. Di sana lingkungannya juga sangat baik. Tidak seperti di rumah lama kita,” kebohongan ini entah sampai kapan dikatakan oleh dirinya. Pengasuh? Raisel tersenyum sendu. Dia seorang p*****r dari mantan suaminya. Tubuhnya sudah dibeli oleh Ardam. Sehingga pria itu menghinanya dan membuat dirinya tidak menjadi wanita berharga lagi. Raisel ingin berteriak sekuat mungkin pada Tuhan, mengatakan pada Tuhan kenapa dia tidak adil dan memberikan takdir buruk untuknya? “Kau tidak bisa pulang sekali-kali jenguk Ibu?” tanya ibu, tak bisa terlalu lama berpisah dari anaknya. Raisel menunduk mengepalkan tangannya. Dadanya terasa sakit. Apakah Ardam akan membiarkan dirinya untuk bertemu dengan ibunya lagi atau tidak. Pria itu sangat kejam sekali dan tidak memiliki hati. “Raisel akan mencoba untuk bilang sama Boss Raisel nanti. Raisel akan sering jenguk Ibu dan bertemu sama I bu. Ibu jangan pasang wajah sedih kayak gitu, nanti Raisel juga akan suruh orang untuk mantau Ibu ya. Biar Raisel merasa aman meninggalkan Ibu saat Raisel kerja. Raisel kerja juga untuk kita.” Raisel mengusap rambut ibunya. Wanita paruh baya itu mengangguk. Dulu dia berharap pada pernikahan Raisel dan Ardam. Berharap anaknya mendapatkan kehidupan yang lebih layak setelah menikah dengan Ardam. Ternyata pernikahan itu hanya bertahan seminggu, anaknya bercerai dengan pria itu. “Raisel jangan terlalu lelah bekerja. Ibu nggak mau dengar Raisel sakit. Kalau Raisel sakit nanti, siapa yang akan rawat Raisel, Nak? Bisa saja setelah pulang dari rumah sakit ini. Ibu mati.” Perkataan itu membuat Raisel melotot lalu dia menggeleng. Raisel tidak suka mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya. Ibunya tetap akan hidup. Kalau bisa biar Raisel lebih dulu yang mati. “Ibu jangan bicara seperti itu. Raisel nggak suka dengarnya. Ibu akan tetap hidup sampai kita bisa nikmati waktu berdua dan jalan-jalan,” ucap Raisel mencium kening ibunya. Ibu tersenyum kecut. “Kamu jangan berharap banyak tentang nyawa manusia sayang. Nyawa manusia itu milik Tuhan. Sekarang Ibu selamat dari penyakit Ibu. Bisa saja nanti saat sampai di rumah Ibu pergi selamanya. Ibu mau melihat Raisel sehat, baik-baik, dan bahagia. Raisel anak Ibu harus bahagia, jangan pernah memikirkan hal yang buat Raisel sakit, Nak,” ucapan itu membuat Raisel terdiam mendengarnya. Seandainya saja Ibu tahu, kalau Raisel sudah sangat sakit sekarang. Sakit menghadapi dunia. Dunia yang penuh kejahatan. Raisel mau berteriak sambil menangis, mengatakan dirinya tidak akan pernah merasakan yang namanya bahagia. Tuhan tidak akan pernah membiarkan dirinya bahagia. “Ibu jangan bicara yang tidak-tidak lagi. Ibu harus fokus sama kesehatan Ibu, dan tetap sehat dan tidak pernah berkata mati lagi.” Raisel menggeleng tak mau mendengar perkataan mati lagi dari mulut ibunya. Wanita paruh baya itu mengangguk, menguap pelan dan kembali memejamkan matanya. Raisel yang melihat ibunya memejamkan matanya dan kembali tertidur. Tersenyum lalu mencium kembali kening ibunya penuh kasih sayang. Satu air matanya menetes di kening ibunya yang langsung dihapus oleh Raisel. Raisel menghapus air matanya, dan memukul pelan dadanya. Sakit sekali mendengar harapan ibunya agar dia bahagia. Apa itu bahagia? Raisel tertawa sumbang. Tidak ada yang namanya kebahagiaan. Kebahagiaan hanya milik orang beruang bukan? Dan penderitaan milik si miskin yang rela menjual tubuhnya lalu dihina oleh mantan suaminya. Ya, si miskin lemah dan tidak bisa melawan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN