Mawar menutup pintu ruangan kantor Gina perlahan. Ia menyandarkan punggungnya pada kayu pintu yang kokoh. Ia sudah kembali keluar dari ruangan dan kini berada di lorong lantai dua. Gadis itu mengembuskan napas panjang. Ia sedang menimang segala pilihannya. Tidak ada yang mencurigakan. Tiba-tiba sebuah teriakan nyaring membuyarkan pikirannya. Mawar berjalan menuju jendela besar di ujung lorong. Ia dapat dengan jelas melihat lapangan latihan sayap timur. Seorang pria berdiri di lapangan membelakangi Mawar. Di depan pria itu adalah seorang bocah yang bertekuk lutut di tanah. Bocah itu memegangi lengannya dengan ekspresi kesakitan. Dari posisinya, bocah itu dapat melihat Mawar. Ketika mereka beradu tatapan, Mawar langsung mengenali sang bocah. Paul Maraina. Manik hijaunya menatap lurus