Masa Lalu: Anisa Fullmeir

1551 Kata
Seminggu setelah kematian Count Rayhan, Mawar tidak keluar sama sekali dari kamarnya. Ia terlalu takut untuk menghadapi Rendre. Setiap kali memikirkan malam itu membuat Mawar kecil menggigil. Hampir setiap malam ia memimpikan malam itu. Tubuh Count Rayhan yang terpental dan terhujam keras. Darah kental yang mengalir tanpa henti. Lalu senyuman Rendre yang sangat lebar... seakan pria yang sempat Mawar sebut ayah menikmati momen itu.  Mawar kehilangan tidur. Ia juga kehilangan selera makan. Bahkan ketika pelayan ibunya menyampaikan bahwa ibunya memanggil, Mawar menolak. Ia tidak berani menghadap ibunya. Ibunya itu sudah berkali-kali berkata Mawar tidak boleh menunjukkan kekuatannya pada siapapun.  "Aku kira ayah dapat dipercaya... hu.. hu..." Air mata Mawar kecil kembali mengalir. "Ta– tapi... dia menjadi sa– sangat... menakutkan..." Karena takut Rendre akan meminta hal yang sama pada Mawar, gadis kecil itu memutuskan perjanjiannya dengan Raulus. Ia membebaskan Raulus. Meski serigala itu awalnya enggan, tetapi melihat Mawar yang memohon dengan tangisan Raulus akhirnya mengiyakan permintaan Mawar. Perjanjian jiwa haruslah dibuat dan diputuskan oleh kedua jiwa tersebut. Dan Mawar yakin, Rendre tidak akan melepas ikatan jiwa mereka. Hal itu membuat Mawar kecil ketakutan. Rendre tidak pernah mengunjungi Mawar semenjak hari itu. Kematian Count Rayhan membuat faksi yang tadinya menentang Rendre sebagai seorang marquis menjadi kesusahan. Faksi itu menimbulkan konflik internal untuk memperebutkan kedudukan pengganti Count Rayhan. Sementara istri dari Count Rayhan dinyatakan bersalah terhadap pembunuhan akan suaminya. Dunia menjadi heboh karena berita itu. Apalagi karena istri Count Rayhan terus menyatakan bahwa Rendre adalah pembunuh sebenarnya.  Selama Mawar mengurung diri, Rendre kian aktif menunjukkan bukti-bukti ketidakterlibatannya. Ia senantiasa membuat istri Count Rayhan telrihat seperti orang gila di pengadilan. Mawar mengetahui itu semua dari koran dan dari bertanya pada Maria. Ketika ia mendengar istri Count Rayhan akan digantung karena dinyatakan bersalah... Mawar mematung. Untuk pertama kalinya, ia menyadari seberapa kejam kemampuan yang ia miliki. Meski awalnya tidak terlihat mematikan tetapi... ketika jatuh ke tangan iblis... Oh! Aku telah menghancurkan satu keluarga..., pikir Mawar. Mawar tidak bisa menahan deru tangisannya. Ia telah membuat satu keluarga hancur lebur karena ketidaktahuannya. Ia... telah menjadi kaki tangan seorang pembunuh. Mawar tidak mengatakan pada siapapun bahwa ia ikut serta dalam pembunuhan itu.  Sekarang Mawar mulai menyadari mengapa ibunya selalu memintanya untuk menyembunyikan sihirnya. Tetapi semuanya sudah terlambat. Kini Rendre sudah mengetahui kemampuan Mawar. Dan Mawar kecil sangat takut membayangkan apa yang akan Rendre minta berikutnya. Mawar selalu menolak permintaan ibunya dengan alasan ia sedang sakit. Memang, beberapa hari belakangan itu wajahnya menjadi pucat. Dan karena kekurangan tidur, ia pun terlihat sangat sakit. Pelayan ibunya, Maria, memercayainya. Begitu juga ibunya. Merekapun tidak memaksa Mawar untuk mengunjungi ibunya kembali. Justru ibunya itu mengirimkan berbagai sup hangat setiap harinya untuk Mawar melalui Maria. Hati Mawar kecil seperti tercabik setiap kali melihat sup yang diantarkan Maria. Ia semakin merasa tidak pantas bertemu dengan ibunya karena ia tidak mau ibunya mengetahui kekejian yang telah dilakukannya. Namun tak lama, Mawar menyesali keputusan itu.  Dua minggu setelah kejadian dengan Count Rayhan... Maria berlari memasuki kamar Mawar. Wajahnya pucat dan suaranya serak. Bulir-bulir air mata membasahi pipinya.  "Nona, kumohon," pinta pelayan wanita itu, "Nyonya Cantika ti– tidak punya banyak waktu... Kumohon–" Hati Mawar serasa berhenti. Tidak. Tidak mungkin... Mawar langsung berlari menuju kamar ibunya secepat yang ia bisa.  Aku bodoh. Seharusnya aku mengunjungi ibu selagi sempat. Aku bodoh. Kumohon... kumohon, bertahanlah ibu! Ketika Mawar memasuki kamar ibunya, tidak ada senyuman hangat atau sapaan manis yang menyambutnya. Hanya ruangan dingin dan atmosfer yang berat. Seorang pria berjas hitam berdiri di samping tempat tidur ibunya, dia adalah dokter terpercaya ibunya. Wajah sang dokter sendu.  Mawar melihat beberapa pelayan lain menangis di pojok kamar.  Tidak. Tidak, tidak, tidak. "Ibu?" Panggil Mawar serak. Ia menggenggam tangan wanita yang terbaring. Kulit ibunya menjadi pucat sekali, wajahnya terlihat tenteram seperti tertidur. Mungkin ia hanya tertidur, bukan? Mawar menggoyangkan tubuh ibunya. Kemudian memanggilnya kembali.  Tidak ada respon.  Jemari Mawar menyentuh pipi ibunya. Rasanya dingin.  Tak terasa air mata Mawar mengalir turun. Pandangannya menjadi kabur. Mawar memberi kecupan lembut pada dahi ibunya untuk terakhir kalinya. Maafkan aku, ibu... aku telah melanggar nasihatmu. Dan... aku menolak menemuimu hingga sudah terlambat... Untuk terakhir kali dalam hidupnya, Mawar meneteskan air mata kesedihan. Kepergian ibunya meninggalkan rasa kekosongan yang sangat dalam di hatinya. Dan... menjadi awal dari malapetaka di hidup Mawar. Di malam yang sama setelah kematian Cantika, Rendre pulang membawa seorang gadis berpakaian sederhana ke kediaman mereka.  Gadis itu memiliki warna rambut cokelat manis, mata cokelatnya besar, hidung serta mulutnya mungil. Mawar langsung menyadari betapa miripnya wajah gadis itu dengan Rendre.  "Mawar, ini adalah Anisa," kata Rendre, "Dia adalah kakakmu." Kau bercanda, kan?  Rendre tidak terlihat sedih mengetahui Cantika meninggal hari itu. Ia juga tidak menawarkan Mawar kecil belasungkawa. Pria itu langsung membawa putri hasil selingkuhannya ke dalam kediaman keluarga Mawar.  Begitu banyak perasaan meledak dalam diri Mawar. Semua perasaan itu melebur dan bertaut akan sama lain. Semua perasaan itu begitu intens dan membingungkan hingga Mawar kecil belum dapat memberi nama untuk semuanya. Begitu banyaknya emosi hingga Mawar kecil menjadi tak yakin apa yang sebenarnya ia rasakan. Intensitas emosinya terasa terlalu besar untuk tubuhnya yang kecil.  Mawar memutuskan untuk tak menghiraukan semua perasaan itu. Ia merasa bila ia mengikuti satu per satu emosinya, dirinya akan hancur berkeping-keping. Jadi ia simpan semua emosi itu dalam sebuah kotak di hatinya. Ia kunci rapat-rapat dan ia kuburkan begitu dalam.  Mawar telah meneteskan banyak sekali air mata setelah melihat Count Rayhan dibunuh dan ketika melihat tubuh ibunya tidak bergerak sama sekali di hadapannya. Kini menatap pria dan gadis itu... Mawar seakan kehilangan untuk merasa.  "Anisa akan tinggal bersama kita mulai hari ini," kata Rendre.  Gadis itu mengintip Mawar dari balik kaki Rendre. Mawar dapat melihat jelas tatapan terkesima gadis itu. Anisa melihat Mawar dalam balutan gaun indah dan berdiri tegap di atas tangga seperti seorang tuan putri. Matanya menyiratkan dengan jelas hasratnya menjadi seperti Mawar.  "Mawar, kenapa kau tidak menyapa kakakmu?" Tanya Rendre.  Mawar membalas pertanyaan Rendre dengan tatapan tajam. Terpikirkan olehnya bahwa ia dapat saja mengusir mereka dari kediaman Fullmeir. Mawar tahu Cantika mewariskan kediaman Fullmeir untuk Mawar sepenuhnya.  Tetapi Rendre seakan dapat membaca intensi Mawar ketika ia berkata, "Ingat Mawar, kau sudah berjanji padaku." Tatapan Rendre menggelap. Nadanya menjadi berat.  Mawar tersentak. Rendre mengancamnya.  Bagaimana aku lupa bahwa aku telah mengikat jiwaku padamu? Pada akhirnya... kau tidak pernah memikirkanku sebagai anakmu... "Ayo, Anisa. Waktunya makan malam." Rendre menggandeng tangan Anisa menuju ruang makan tanpa sekalipun melirik Mawar.  "A– ayah," panggil Anisa. "Bagaimana dengan... adik?"  Kata 'adik' terdengar asing di telinga Mawar. Ia juga dapat melihat bahwa Anisa tidak nyaman memanggilnya adik.  "Dia harus mengurusi pemakaman ibunya terlebih dahulu," kata Rendre acuh tak acuh. Jelas ia tidak mau Mawar makan di satu meja yang sama dengan mereka. Apa kau gila? Kau akan menyerahkan urusan pemakaman sepenuhnya padaku? Tanpa menunggu jawaban Mawar, Rendre kembali menuntun Anisa ke meja makan.  *** Mawar tidak hanya memberikan pemakaman yang layak bagi Cantika. Ia juga membuat sebuah pesta memorial untuk mengenang ibunya itu. Para bangsawan juga para rakyat takjub bahwa seorang gadis berusia tiga belas tahun sudah dapat merencanakan pemakaman dan pesta memorial yang berkesan.  Mawar tidak perlu mengatakan hal yang buruk mengenai Anisa. Karena pandangan publik terhadap Anisa yang bukanlah anak sah sangatlah buruk. Apalagi para pelayan Kastil Fulmeir membuka suara akan apa yang terjadi di hari Cantika meninggal.  Para pelayan yang melihat kejadian itu enggan melayani Rendre dan Anisa. Kepercayaan mereka ada pada Cantika dan Mawar. Dengan sengaja mereka memberikan peralatan makan yang salah pada Anisa hingga ia tidak bisa makan dengan layak. Tak hanya sekali pula Anisa menemukan gaun-gaun miliknya telah dirusak. Dan setiap kali ia berjalan di Kastil Fullmeir, tidak ada pelayan yang menyapanya. Semuanya menatap gadis itu dengan dingin. Mawar tidak bisa berbohong, ia puas dengan hal itu. Ia tidak berniat membantu kehidupan Anisa di kediaman keluarga Mawar menjadi tenang. Setidaknya... hingga Rendre memanggil Mawar untuk berbicara di kantornya.  "Buat Anisa dihormati sebagai seorang Nona Fullmeir di negeri ini," kata Rendre tanpa basa-basi. Mawar sudah menduga hal ini. Tetapi betapa lama pun ia berusaha menyiapkan diri... hatinya masih saja terasa sesak.  "Putar balik posisi kalian sekarang," lanjut Rendre. Sebuah senyuman keji muncul di wajahnya. Mawar bergidik ngeri. "Biarkan publik melihat bahwa Anisa adalah perempuan baik sementara dirimulah perempuan jahat sebenarnya." Mata Mawar mengerjap tak percaya. Ia menduga Rendre akan meminta bantuannya untuk membuat Anisa dihormati oleh para rakyat dan bangsawan. Tetapi tidak pernah ia menduga akan diminta untuk menjadi batu pijakan bagi Anisa meninggikan persepsi rakyat akan diri Anisa. Rendre ingin Mawar diinjak oleh rakyat sehingga mereka dapat memuji putri aslinya, Anisa.  Emosi Mawar mulai melunjak. Ia merasakan asam mengumpul di tenggorokannya. Ia ingin muntah. Tetapi ia tidak mau menunjukkan kelemahan di depan pria iblis itu. Mawar tahu Rendre ingin melihat Mawar hancur, dan Mawar tidak mau memberikan kepuasan itu pada Rendre.  Rendre tidak perlu menunggu jawaban dari Mawar. Pria itu tahu Mawar tidak bisa menolak. Tidak bila Mawar tetap ingin hidup. Rendre sudah melihat sendiri akibatnya bila seseorang melanggar perjanjian sihir itu. Benar-benar keberuntungan bagi Rendre bahwa Mawar dengan lugunya menawarkan jiwanya pada Rendre.  "Oh, kau kularang memberitahukan siapapun akan kemampuanmu. Hanya diriku yang boleh tahu. Segala hal yang kau lakukan mulai sekarang dilakukan atas namaku." Mawar mengerti maksud Rendre. Pria itu ingin mengambil kredit atas semua usaha Mawar.  "Sekarang," lanjut pria rakus itu, "Pikirkan cara agar aku bisa menguasai pertambangan permata di Gurkuta." Sejak saat itu, Mawar mulai menghasilkan skema demi skema untuk meraih kemauan Rendre. Sejak saat itu, Mawar mulai membuat dirinya menjadi Si Buruk Rupa dari Kerajaan Ellyseria. Ia membuat rumor, sengaja menjahati Anisa di depan banyak saksi, dan banyak hal lain. Sejak saat itu... Mawar seakan hidup dalam bayangan. Eksistensi dirinya menjadi debu di belakang Rendre dan Anisa yang kian bersinar di lingkungan sosial Kerajaan Ellyseria.  Sejak saat itu juga, Mawar mengenali emosi yang kian menumpuk di lubuk hatinya.  Amarah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN