Negoisasi

1934 Kata
“Terus dengan adanya Dikta meminta perjodohan ini secara sepihak kamu gak nolak?” Tanya Damar kepada Joe yang sudah menundukan kepalanya. Setelah pembagian warisan dan pemberitahuan wasiat itu Andi terkejut dengan perkataan Joe yang jelas disana tidak ada wasiat tertulis. Iya, Dikta melupakan hal itu. Lantas karena tidak ingin ada kesalahpahaman akhirnya Andi memilih menelpon Damar dan menjelaskan hal tersebut pada saluran telepon. Sebagaimana beliau memang tidak berniat untuk menghadiri pertemuan ini karena baginya ia tidak ada hak karena semua ini adalah milik Joe. Damar benar-benar tidak ingin berurusan dengan warisan yang jelas-jelas bukan miliknya yang tidak ia bangun sendiri. Syukur-syukur Dikta sudah mempercayakan sekolah miliknya kepada Damar yaitu SMA Bakti Almandela, karena kakaknya itu tahu bahwa sejak dulu ingin sekali menjadi guru dan mempunyai sekolah sendiri dan Dikta mewujudkan keingannnya itu. Tetapi setelah ia mendengarkan hal mengejutkan tersebut Damar tanpa berfikir lagi, laki-laki itu langsung datang kerumah ini dengan emosi yang sudah ia tahan. Tidak, Damar masih tidak paham dengan otak dari kakaknya kadang-kadang. Bagaimana bisa sih ia menyerahkan anak gadis satu-satunya kepada orang yang jelas umurnya jauh lebih tua dari Joe ditambah Justin adalah duda beranak satu. Struktur otak Dikta itu seperti apa sebenarnya? Kok bisa hal sesensitif ini tidak dibicarakan dulu dengan dirinya. Benar-benar kakak yang gak punya adab. Joe yang sejak dulu hanya takut dan patuh kepada Damar hanya diam saja melihat Damar yang sudah menahan amarahnya. Sedangkan Justin, laki-laki itu sudah menjelaskan secara rinci, jelas, dan panjang tadi. Namun tetap saja hal tersebut tidak berefek kepada Damar, karena bagi Damar Joe itu adalah keponakan satu-satunya yang sangat ia sayangi. Karena Jujur dimana Damar sudah berkepala empat begini ia dan istri-tante Dian masih belum juga di beri keturunan untuk mereka berdua. Maka dari itu mereka, terutama Damar sangat menyayangi dirinya lebih dari apapun sebagaimana pribadi Joe sedikit rada-rada dan Damar paham akan hal tersebut karena itu semua ulah kakaknya sendiri yaitu Dikta. “Jawab Joe,” Tanya Damar dingin. Dengan perasaan ragu Joe mengangguk pelan takut. Ia tidak ingin berbohong kali ini kepada Damar karena menurut gadis itu ia benar-benar membutuhkan Justin di dalam hidupnya. Bagaimanapun Justin di masa lalu, Joe masih tetap ingin menerima laki-laki yang sudah berkepala dua itu. Justin melihat Joe yang sedang tertekan hanya menghela nafas panjang lantas menatap Damar, “Pak maaf, tapi bisa kasih saya waktu lagi untuk menjelaskan?” Tanya Justin hati-hati untuk mengalihkan pembicraan agar Joe tidak terintimidasi terus oleh Damar. Laki-laki tua itu menatap Justin tajam, ia memilih diam untuk mengizinkan Justin yang berniat membuka suara bahwa dirinya akan menjelaskan sesuatu kepada laki-laki berumur empat puluh tiga tahun. “Mungkin perjodohan ini sangat menghawatirkan pak Damar, dan saya paham karena bagaimanapun wali Joe sekarang hanya anda,” Justin sedikit menggosok telapak tangannya sebentar, hanya dua detik kemudia tersenyum hangat kepada Damar. Lihat, Justin sedang gugup sekarang. “Tetapi ada satu hal yang perlu pak Damar tahu, sebagaimana ini perjodohan tidak resmi saya benar-benar mencintai Joe sangat-sangat tulus,“ Lanjut Justin. Damar mendengus laki-laki tua itu menjatuhkan tubuhnya diatas sofa berwarna abu-abu, “Cinta? Jangan bercanda. Hubungan rumah tangga itu bukan sembarang hubungan. Kamu dan almarhum istrimu itu baru saja menjalani rumah tangga kurang dari lima tahun, gimana saya mau percaya sama kamu apalagi kamu berniat menikahi anak remaja yang jelas kepribadiannya masih dalam kelabilan,” Penjelasan Damar cukup membuat Justin terdiam, namun itu tidak membuat ia menyerah. Justin tetap ingin perjodohan ini berjalan dengan baik kedepannya. Dengan perasaan yakin karena rasa cinta yang Justin miliki sekarang, laki-laki itu menjawab dengan tegas, “Wajar jika pak Damar meragukan hal tersebut karena bagaimana pun anda menginginkan yang terbaik untuk Joe, tapi pak kasih saya waktu untuk pembuktian bahwa saya benar-benar mencintai keponakan anda,” “Apa jaminanmu? Kalau seandainya di waktu yang akan mendatang kamu malah menyakiti hati Joe?” Tanya Damar memastikan. Justin diam, otaknya berfikir untuk menjawab pertanyaan Damar yang sedikit menekannya, yang jelas jaminan itu cukup membuat Damar percaya. Dengan senyuman manisnya Justin melirik Joe sekilas lalu kembali menatap Damar, “Jaminanya saya Pak, seandainya kalau suatu saat saya menyakiti hati Joe. Saya akan pergi dari kehidupan Joe, tanpa terkecuali,“ Mendengar hal tersebut Joe mendongak menatap Justin tidak percaya. Kok bisa sih? Kenapa seakan-akan bahwa Justin ingin pergi kekehidupannya? “Maka dari itu saya akan pastikan bahwa Joe akan selalu bahagia sama saya agar saya tidak akan pergi dari Joe,” Lanjut Justin lagi. Damar diam, memilah-milah ucapan Justin yang cukup untuk menjadi jaminan nanti. Akan tetapi bagi Joe itu sangat tidak adil. Ya memang, karena bagaimana pun kalau seandainya Justin menyakiti Joe kan bukan itu jalan keluarnya, masih banyak hal lain bukan? Baru juga Joe memaafkan Dikta karena surat wasiatnya, belum juga dua puluh empat jam habis gadis itu sudah kembali kesal kepada ayahnya. Ya gimana gak kesel! Hal begini masa gak di tulis juga? Alhasil jadi ribet kan. “Baiklah dengan satu syarat,“ Ucap Damar saat tadi diam seribu bahasa untuk beberapa menit. “Joe tinggal di rumah Om sampai kalian menikah nanti,“ Joe mengerjapkan kedua matanya. Gimana-gimana? Tinggal dirumah pamannya? Astaga! Enggak! Ini gak bisa terjadi. Joe tidak mau merepotkan lagi orang-orang terutama dari keluarga pihak ayahnya, sungguh Joe tidak ingin kembali berurusan dengan keluarga besar Dikta dan Damar. “Om, untuk hal itu kayaknya Joe gak bisa deh, karena gimana pun Joe udah di Apartemen itu sejak Joe masih SMP dan sebelum Bunda masuk ke rumah sakit juga,” Ucap Joe hati-hati. “Oh yasudah, kalian gak usah nikah kalau gitu. Keputusan kan di tangan om,“ Joe berdecak, “Astaga om! Ayo dong masa om gini sih? Om Damar kan tau kenapa Joe dari dulu gak mau tinggal disitu. Kok masih tetep maksa sih?” Sikap kekanakan Joe kembali muncul, dan Damar benar-benar selalu tidak bisa melawan hal itu. Duh! Lemah banget kalau berhubungan dengan keponakan kesayangannya ini. “Gini deh,“ Kali ini Joe membuat keputusan sepihak, karena bagiamanpun Joe tau sejak ia kecil Damar ingin sekali Joe tinggal bersama mereka. Agar ini semua adil dan Joe tetap tentram menjalani hidup sampai ia menikah nanti tanpa ada gangguan dari Damar terutama, akhirnya ia memutuskan sesuatu yang adil. “Biar om Damar seneng, gimana kalau setiap hari libur Joe nginep di rumah om Damar sama tante Dian? Setuju nggak?“ Tawar Joe. Lagi-lagi Damar hanya bisa menghela nafas panjang, laki-laki itu benar-benar tidak bisa membuat Joe tinggal bersamanya. Dengan perasaan yang berat hati akhirnya ia mengangguk pasrah. Melihat itu Joe tersenyum lebar, baiklah ini tidak sulit seperti yang ia bayangkan. •••• “Kok lo jadi marah si Joe? Kan gue tadi udah berusaha ngerayu om lo juga,“ Tanya Justin yang tidak paham dengan sikap Joe yang tiba-tiba mendadak diam saja selama di perjalanan. Iya gadis itu sedikit kesal sebenarnya kepada Justin gara-gara ucapan yang berhubungan tentang jaminan kalau ia sampai menyakiti Joe suatu hari nanti. Joe masih tidak bisa membayangkan bagaimana bisa nanti kalau dia hidup tanpa ada Justin di sampingnya? Hash! Tipikal Joe nih kalau udah jatuh ke dalam pesona orang dan menurut dirinya cocok jadinya susah buat ia lepaskan. “Joe? Astaga kok b-“ “Kenapa sih?! Lo harus bilang jaminan nya itu lo!?” Potong Joe yang melontarkan pertanyaan dengan nada tinggi kepada Justin. Justin diam, laki-laki itu masih terfokus untuk menyetir mobil. Dengan perkataan yang baru saja Joe ucapkan Justin bisa langsung paham mengapa gadis itu sedari tadi diam saja. Dia menghela nafas panjang, Joe masih belum mengerti maksud dari ucapannya tadi. “Kita ngobrolnya nanti di apartemen ya,” Ucap Justin lembut. Baiklah, Justin sekarang mulai mengerti sekarang. Joe kalau marah bikin ribet. “Enggak! Gue males balik. Gue butuh penjelasannya sekarang,” Joe melipat kedua tangannya didepan d**a. Pandangannya masih lurus kearah depan sebari memasang telinga secara baik-baik. “Kan kalau ngobrol dijalan gini gak baik,“ Masih dengan kesabaran yang stabil, Justin masih berusaha berbicara baik-baik kepadanya. “Yaudah kita ke mall, gue mau belanja,” Tuturnya tanpa melihat kearah Justin sedikitpun, sedangkan Justin hanya menoleh dan membuang nafasnya kasar. “Okay,” Tidak ada obrolan lagi setelah itu, hanya ada keheningan yang menyelimuti mereka berdua di dalam mobil. Dan tidak sampai satu jam akhirnya mobil Justin memasuki perkarangan parkir ke salah satu mall ternama di Jakarta. Ketika mobil milik Justin terparkir dengan rapih Joe keluar dari mobil dan berjalan masuk tanpa menunggu laki-laki itu yang sudah terburu-buru menyeimbangkan langkahnya. Setelah masuk kedalam dan Justin yang sudah berhasil menyeimbangkan langkah milik Joe, ia menautkan tangannya dengan tangan Joe, menggenggam lembut sebagaimana dia sedang marah karena kesalahpahaman. Joe yang mendapatkan perlakuan seperti itu tidak menolak sedikit pun, karena jantungnya saat ini berdegup lebih cepat dari biasanya, sial! Waktunya lagi gak pas nih. “Mau belanja apa hari ini?” Tanya Justin. Joe masih diam, gadis itu terus melangkah menyusuri setiap toko yang ada didalam mall, satu persatu ia datangi dan ia membeli barang random yang Justin ketahui bahwa itu tidak berguna namun harganya bisa membuat ATMnya terkuras. Tetapi Justin tidak mempermasalahkan itu, selagi Joe tidak lagi marah kepadanya dan mau mendengarkan penjelasan akibat kesalahpahaman ini. Dengan Joe yang sudah membeli banyak barang dan Justin sudah membawa bingkisan banyak juga di tangannya. Laki-laki itu masih bisa menstabilkan rasa sabarnya. “Mau kemana lagi sekarang?” Tanya Justin dengan wajah cemberut. Sumpah! Joe benar-benar menyebalkan hari ini. Ini tuh cuma kesalahpaham saja dan itu cuma hal spele kok bisa sih sampai semarah ini? Apa yang Joe takutkan? “Kenapa jadi lo yang ngambek?” Tuding Joe. “Kan harusnya gue dong,“ Jelas Joe tidak terima namun masih sibuk memilih baju di salah satu toko ternama disini. Justin menghela nafas panjang, “Lo tuh kalau marah antara ngeselin sama nyusahinya,” Ujar Justin, kali ini raut wajah laki-laki itu berubah menjadi serius. “Emangnya ada ya orang marah itu imut gemesin? Dimana-mana orang marah ya ngeselin sama nyusahiin! Suka aneh kadang otak lo tuh,“ Hardik Joe Justin angkat tangan, masalahnya gadis itu sedang marah di dalam toko yang kebetulan banyak orang didalamnya alhasil mereka menjadi pusat perhatian. Mana pakaian Joe dan Justin formal banget lagi. Ya tuhan. “Makan aja yuk, gue capek,“ Ajak Justin alih-alih agar Joe tidak kelepasan mengomel disini. “Lo gak liat? Gue belum selesai belanja?” Ketus Joe yang saat ini sudah menghadap kearah Justin dengan tatapan datar. “Nanti kita lanjut ya Love,” Ucap Justin dengan nada rendah, Justin benar-benar harus ekstra sabar ternyata. Diraihnya satu tangan Joe. “Makan dulu ya? Kita dari pagi belum sarapan loh. Masa lo ga laper sih love?” Joe menghela nafas pelan, bibirnya ia kerucutkan dan itu terlihat tampak menggemaskan bagi Justin. Duh! Rasa emosinya luntur sudah. Pelet Joe hebat banget ya? Setelah terlihat berfikir sejenak Joe akhirnya menyetujui ajakan Justin, “Tapi inget! Gue lagi marah ya sama lo,“ Omel Joe. Justin mengangguk, “Tanpa lo jelasin pun gue tau, mangkanya biar lo semangat marahnya sama gue kita makan dulu biar banyak tenaganya,“ “Dan gue butuh penjelasan tentang tadi,” Lanjut Joe “Iya sayang aku tau,” Jawab Justin sabar. “Apa? Aku?” Tanya Joe tiba-tiba. Justin mengangguk laki-laki itu masih menggenggam tangan Joe untuk mencari tempat makan cepat saji disini. “Iya biar enak ngomongnya, mau sampai kapan Lo-Gue terus? Orang udah pacaran,“ “Ah itu mah maunya lo,” Joe sudah mati-matian menahan rasa malu dan wajah yang sudah memerah akibat perkataan Justin barusan. “Jangan ngomel mulu ah! Jelek,” Ucap Justin menyentil dahi Joe pelan Dan itu membuat Joe menggurutu kesal namun dalam hatinya gadis itu bersorak senang akibat perlakuan Justin yang sangat manis baginya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN