Wasiat

2060 Kata
Akhir pekan adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh semua orang terutama untuk anak sekolah seperti halnya Jovanka Lovata, sebenarnya hari minggu seperti ini adalah hari dimana waktu Joe full untuk bermalas-malasan di apartemen nya ditambah dipenuhi cemilan dan makanan yang biasa ia pesan lewat ojek online. Tetapi sekarang Joe harus menunda angan-angan nya untuk datang kerumah kramat seperti yang dibilang David beberapa hari yang lalu. Gadis itu sudah mengenakan pakaian formal dress berwarna hitam, sembari menunggu jemputan Justin begitu juga dua pengacara yang sudah Justin sewa untuk hari ini. Joe sedikit memakai polesan makeup yang tipis, dikarenakan Joe anti banget dengan alat make up terkecuali lipstik itu pun berwarna nude, namun beberapa menit kemudian gadis itu bangkit saat mendengar dentingan bel apartemen nya, yakin bahwa itu adalah Justin. Setelah membuka pintu, pemandangan indah masuk kedalam indera penglihatan Joe siang ini, kharisma dan penampilan Justin hari ini benar-benar membuat lelaki itu terlihat dua kali lebih tampan seperti biasanya, sial! Apa yang Joe pikirkan? “Udah siap?” Tanya Justin sambil mengulur tangannya kehadapan Joe, gadis itu melangkah keluar seraya tangan kanannya menutup pintu lalu meraih tangan Justin. “Ya gimana pun gue harus siap kan?,” jawabnya membuat Justin tersenyum hangat, dan senyuman itu mampu membuat kedua kaki Joe sedikit lemas, sialan! Ada apa dengan hari ini? Mengapa Joe sedikit sensitif saat melihat Justin. Dengan langkah mereka yang menuju keluar dari apartemen Joe, gadis itu menghirup aroma tubuh Justin yang ia ketahui bahwa aroma ini adalah parfume yang mereka beli bersama beberapa tempo lalu. “Hari ini wangi kita samaan ya?” Tanya Joe, Justin memajukan kepalanya kearah leher Joe untuk menghirup tubuh gadis itu. Hembusan nafas Justin terasa dilehernya membuat Joe sedikit menegang beberapa detik lalu ia memejamkan matanya sebentar dan menggeleng pelan. Apa sih! Bisa-bisanya ia sensitif dengan hal aneh begini. -------------------------------------------------------- Mobil Justin memasuki pekarangan rumah besar bak seperti rumah sultan, membuat Joe tertegun dan menebak-nebak apakah iya? Ayahnya rela membeli rumah sebesar ini hanya karena keluarga yang tidak tau malu untuk menumpang hidup kepada Dikta? Justin sudah memarkirkan mobilnya, lelaki itu keluar di ikuti Joe yang juga keluar dari mobil dengan ekpresi wajah yang seberusaha mungkin ia datarkan walaupun dalam dirinya ingin meronta-ronta dan menonjok orang-orang sialan itu. Justin menarik lembut tangan gadis itu untuk melangkah memasuki rumah tersebut serta diikuti dua pengacaranya di bela Justin menoleh menatap wajah cantik Joe dari samping, “Jujur boleh gak?” Joe menoleh, menatap Justin dari dekat membuat jantung nya lagi-lagi berdebar lebih kencang. “Gue jadi pengen cepet-cepet halalin lo,” sambungnya membuat Joe menoyor kepala Justin pelan dan di sambut kekehan oleh Justin. “Makin geser tuh otak,” ucap Joe, lantas kembali menghadap kearah depan dan pandangannya di hadiri oleh kedua orang yang Joe benci seumur hidupnya. David dan Victoria, lelaki itu tersenyum kearah Joe yang sudah memasang wajah datarnya kembali, sedangkan Victoria menatap bingung dengan apa yang ia lihat. Iya, dia bingung, kenapa dokter pribadi Dikta bisa bersama dengan gadis itu. Wanita tua itu berjalan mendekat kearah mereka, namun bukan kearah Joe lebih tepatnya ia menghampiri Justin. “Dok? Kenapa Dokter bisa ada disini?” tanyanya sambil sedikit melirik kearah Joe, Joe memutar bola matanya jengah, kurang ajar ya memang, ibu-ibu gak taudi untung, udah tau dulu melarat, eh sekarang semena-mena karena jadi kaya dadakan gara-gara ayahnya. Justin hanya tersenyum seraya tangan yang ia genggam tadi berubah menjadi memegang pinggang Joe dan menariknya mendekat kepada Justin. Suara deheman terdengar, disana ada seseorang yang Joe tahu itu adalah pengacara ayahnya yang sudah duduk di ruang tamu dan juga menatap Joe dengan senyuman hangat nya. Tanpa berbicara apapun mereka segera menuju ke ruang tamu dan duduk di tempat yang sudah disediakan. Andi tersenyum melihat Joe yang sudah duduk yang tak jauh dari tempatnya, “Kamu sudah besar ya Joe,” ucapnya lembut membuat Joe juga tersenyum kearahnya, iya, Joe ingat bahwa Andi adalah pengacara dan tangan kanannya Dikta sejak dulu, bahkan saat Joe masih kecil ia sering bertemu dengan Andi dan saat permasalahan dimulai, jangan ditanya Apakah Joe dan Andi masih sering bertemu atau tidak. “Yasudah mari kita mulai, “ Andi mengeluarkan beberapa berkas dari tasnya yang tidak Joe tahu apa isi dari berkas-berkas tersebut. Lelaki sekitar umur tiga puluh sembilan tahun itu membolak-balikan selembar kertas dan terkadang membenarkan kacamata yang selalu ia gunakan setiap harinya. Sesudahnya Andi memegang beberapa kertas lembar lalu memandang Joe dan Victoria bergantian. “Disini ada beberapa yang mau saya bahas, terutama untuk Joe,” Joe sedikit menegakkan tubuhnya dan tangannya langsung menggenggam tangan Justin, melihat pergerakan itu Justin sedikit melirik tangannya dan tersenyum tipis. “Ada beberapa perkataan dari Dikta yang ingin disampaikan kepadamu dari dulu, tapi karena Dikta yang selalu merasa tidak pantas untuk bertemu dengan kamu, maka dari itu ia meminta bantuan saya untuk menyatakan hal ini bila dia sudah meninggal,” jelasnya lagi membuat Joe sedikit mengangguk mengerti. Andi tersenyum lalu pandangannya jatuh kepada kertas yang ia pegang, “Untuk anakku Joe, pertama ayah minta maaf karena telah mengkhianati kelurga kecil kita, sehingga membuat kamu mengharuskan berjuang seorang diri sampai detik ini, ayah yakin kamu tidak akan pernah memaafkan dosa ayah ini, tetapi yang jelas ayah sangat menyayangi mu sepenuh hati ayah, dan kedua ayah harap cita-cita yang sering kamu ucapkan saat masih kecil, segera kamu wujudkan, menjadi seorang yang bisa membuat obat, tapi ingat jangan buat racun ya sayang, itu sama saja kamu membunuh orang,” Mendengr itu Joe terkekeh pelan, matanya sudah berkaca-kaca mendengar surat yang dibacakan oleh Andi, bagaimana bisa Ayahnya masih ingat dengan cita-cita Joe yang ingin menjadi seorang anak farmasi yang jago membuat obat terutama racun? Andi menghela nafas dan melanjutkan,” Dan yang terakhir, Jaga bunda ya sayang, apapun kondisi bunda sekarang itu masih orang tua kamu, dan juga ayah sayang kamu sepenuh hati ayah jadi maafkan ayah, Love, Superman nya Joe” Ucap Andi yang menyelesaikan membaca surat tersebut. Joe tersenyum kearah Andi sambil menyeka air matanya yang mengalir tiba-tiba, Justin yang melihat itu memegang erat tangan Joe untuk menandakan bahwa semua nya akan baik-baik saja. “Dan juga saya disini mau bahas warisan yang sudah Pak Dikta tetapkan jatuh kepada siapa,” Ujar Andi lagi, membuat Victoria menghela nafas dan melirik Joe tidak suka, sedang kan Joe? Gadis itu tidak peduli dengan warisan ayahnya itu karena apa yang ia inginkan sudah terpenuhi, yaitu kata maaf. Andi membaca kembali kertas yang sudah ia ambil, ia sedikit melirik Victoria dan Joe secara bergantian, ” Disini ditulis dan juga ditandatangani oleh Pak Dikta, jadi bila ada yang menolak keras saya harap tolong pahami karena ini sudah keputusan beliau,” “Iyaiya! Udah cepet sebutin,” Ucap Victoria tidak sabar. “Baiklah, warisan Pak Dikta terdiri dari dua perusahan di Jakarta dan satu di Bali, satu sekolah yaitu sekolah yang telah dikelola oleh pak Darma. Secara teknis itu juga hak milik pak Dikta,” Setelah pak Andi menyebutkan nama itu Joe ingat kenapa hal penting seperti ini pamannya tidak datang? Jelas-jelas hal seperti itu kan pamannya yang lebih berhak. “Maaf memotong pembicaraan,” Ucap Joe ditengah-tengah pak Andi yang berniat untuk melanjutkan isi wasiat dan warisan. Semua yang ada diruangan dekarang tertuju kepada Joe dan Victoria menatap gadis itu dengan tatapan tajam. Joe paham dengan tatapannya, wanita tua tidak tay diri sedang mengharapkan hal besar ternyata. Huh! Parasit. “Bukannya hal seperti ini perlu di saksikan oleh om saya juga ya pak?” Lanjut Joe. Andi yang mengerti arah pembicaraan Joe hanya tersenyum lembut. “Pak Damar tidak ingin ikut campur untuk masalah hal ini, karena beliau sudah tau aset Pak Dikta bakal jatuh kepada yang berhak,” Jawab Andi tegas. Joe sedikit melirik kearah Victoria yang entah kenapa saat ini ekpresinya berubah, Joe tidak bisa mengerti arti taut wajah wanita itu, yang pasti dari ucapan pak Andi yang baru saja di lontarkan itu sudah cukup menjelaskan bahwa tidak ada sedikit pun warisan yang jatuh kepadanya. “Ada perlu yang dilanjutkan lagi Joe?” Tanya Andi, Joe menggeleng seraya tersenyum kikuk. “Silahkan lanjutkan pak, maaf menyela obrolannya,“ andi tersenyum lantas kembali melihat kearah kertas dengan serius, “Baiklah saya lanjutkan yang tadi. Setelah adanya dua perusahaan dan satu sekolah, Dikta juga mempunyai satu apartemen yang Joe tinggali sekarang sejak kamu masih kecil,” Andi menatap Joe sekilas. “Kemudian ada dua hotel bintang lima di Jakarta dan di bali, lalu terakhir beberapa kartu ATM yang Pak Dikta punya dengan saldo rekening unlimited sekaligus satu black card dan juga rumah ini disertai lima mobil milik Pak Dikta akan jatuh dan di teruskan kepada Anak satu-satunya yaitu Jovanka Lovata,” Mendengar penjelasan itu Joe hanya menaikan sebelah alis matanya, bayangkan bagaimana bisa ayahnya menjadi seorang CEO di berbagai macam bidang, sedangkan Victoria memekik tidak terima dan menganggap itu ada kesalahan, karena baginya tidak mungkin semua harta kekayaan Dikta tidak ada satu pun yang beratas namakan dirinya dan David. “Bu, Saya kan sudah bilang kalo ini sudah keputusan beliau, kalo tidak percaya silahkan dibaca baik-baik,” Jelasnya lagi dengan nada penuh penegasan kemudian ia menyodorkan kertas tersebut, Victoria langsung mengambil dan membacanya satu-persatu. Tap perlu menunggu lama membaca surat wasiat itu ia melemparkan berkas tersebut keatas meja. Victoria berdecak pinggal menatap Joe dan Pak Andir tidak suka secara bergantian. “Kamu pasti ngerayu Dikta kan?!” Ucapnya dengan nada tinggi. Joe terkekeh pelan, astaga gimana bisa orang rendahan seperti dirinya mengharapkan hal sebanyak itu dari ayahnya? “Serius nih Tan? Kayaknya selama lo berhasil cuci otak ayah gue sampai dia rela ngusir gue dari rumah ini sekaligus bikin nyokap gue gila. Apa menurut lo gue sempet mikirin hal beginian? Jangankan ini. Ketemu aja jarang,” Jelas Joe tanpa memakai rasa sopan santunnya Justin hanya diam menatap kemurkaan Joe kepada Victoria, ia mengerti gadisnya itu sedang berada di ambang emosi yang sudah lama ia pendam selama bertahun-tahun. Maka dari itu Justin memilih diam sekaligus memperhatikan gerak gerik Joe agar tidak kelepasan. Karena bagaiamana pun emosi Joe masih tidak stabil untuk di umur remaja begini. Justin sudah mengisyaratkan kepada dua pengacarannya untuk menjaga-jaga bila Victoria bermain kasar kepada Joe. Victoria tertawa meremehkan, “Mungkin kamu rela menjadi simpenan dokter Justin dan memperalat laki-laki itu agar Dikta terhanyut lagi denganmu? Atau-“ Victoria menggantungkan ucapannya. Langkahnya mendekat kepada Joe yang masih duduk tepat disebelah Justin. “Kamu yang membunuh Dikta kar-“ Tanpa mendengar ucapannya lagi Joe bangkit dari duduknya dan menampar pipi Victoria keras. Melihat perlakuan Joe tiba-tiba itu semua terkejut dan bangkit dari duduknya sedangkan Victoria memekik pelan menahan panas yang sudah menjalar di area pipi. “Mulut lo emang busuk ya,” Langkah Joe mendekat perlahan. “Lo sadar gak sih lo tuh cuma cewek murahan yang gak modal terus seenak jidat numpang di hidup bokap gue yang tajir melintir,” Jari telunjuk gadis itu mendorong d**a Victoria pelan. “Harusnya lo tuh ngerti selama lo terlahir menjadi orang yang gak berduit ya selamanya lo gak akan berduit segimana lo cuma numpang hidup,“ “Lagian,” Joe melirik David yang juga menatap gadis itu dengan tatapan datar. “David itu bukan anak keturunan dari bokap gue secara teknis dia bukan siapa-siapa di hidup bokap. Ya ngapain juga bokap gue rajin-rajin ngasih semua asetnya ke anak lo? Gak penting banget anjir!” Lanjut Joe Lantas dengan rasa muak yang sudah membara Joe hanya memutar bola matanya, kemudian menoleh kearah Andi, “Pak bisa dirubah sebentar?” Suasana menjadi hening, Joe menghela nafas panjang dan tersenyum kearah Andi, “Untuk perusahan yang ada di Bali saya berikan kepada David, karena bagaimanapun juga David masih mempunyai hati nurani” Jelas Joe, membuat David menatap kearah Joe yang tidak bisa Joe mengerti. Iya, dia tahu bagaimanapun David juga tidak salah disini yang salah cuma ibunya, ditambah David memang selalu ingin berusaha mengakrabkan diri dengannya sebagaimana Joe menolak. Sedangkan yang lainnya, masih dengan atas nama saya namun untuk mengurus ini semua sampai saya lulus biar Justin saja,” Mendengar pernyataan Joe, Justin sedikit tersedak air liurnya, lalu menoleh kearah Joe sambil membenarkan jasnya salah tingkah, dalam hati Justin bersumpah bahwa keputusan Joe dadakan seperti ini benar-benar membuatnya seperti terkena serangan jantung. Andi mengerutkan keningnya tidak mengerti, dengan cepat, Joe menjelaskan menjelaskan, “Justin adalah calon suami saya, jadi sementara ini biar dia yang mengurus semuanya," Mendengar itu, semua orang didalam ruangan terdiam. Yaampun kek nya makin gak jelas ya wkwkekwk Yuk lah vote komen nnti aku next again!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN