Dia Memilih Mundur

1710 Kata
“Astaga Justin! Kenapa telfon tengah malem begini?” Geram Joe saat ponselnya berdering tepat pada pukul satu pagi. Dia benar-benar tidak paham dengan fikiran laki-laki yang hari-hari ini selalu menganggu ketenanganya. “Gue ganggu ya? Hmm sorry deh padahal gue punya sesuatu yang menarik buat lo, mangkanya gue semangat banget buat nelfon malem-malem begini,” “Ck! Semenarik apa sih sampek lo berani banget ganggu jam tidur gue?” Justin mendengus kesal, “Yaudah kalau lo merasa terganggu,” Katanya dengan nada yang dibuat dengan dramatisir, ia memberi jeda sebentar kemudian berdehem pelan, “Tapi sebenarnya hal menarik itu adalah, gue punya beberapa vocher belanja di Zara dan di Victoria Secret dan ini semua mau gue kasih ke lo semua, karena gue tau lo tuh pecinta shopping dan barang branded, tapi...” Joe yang tadi kesal dengan Justin, tanpa aba-aba ia merubah posisinya menjadi duduk untuk memotong obrolan laki-laki itu, “APA LO BILANG? VOCHER BELANJA?!” Entah Joe memang selalu sensitif jika telingannya mendengar hal-hal yang berbau seperti itu, apalagi jika barang merk ternama di dunia. Ini tidak bisa dibiarkan. “Iya, gue punya. Satu, dua, tiga, empat ...” Justin terdengar seperti menghitung, “Ah! Gue punya enam. Dua vocher belanja Victoria Secret, sisanya vocher belanja Zara. Gue di kasih secara gratis sama temen gue, tapi kayaknya lo tadi gak mau ya karena..” “JUSTIN! WOY! LO GILA?!” Potong Joe lagi, disebrang sana Justin sudah menahan tawanya mendengar suara Joe yang panik, sedangkan Joe ia merasa kesal dengan dirinya sekarang karena bagaimanapun saat ini Justin seperti mengendalikan gadis itu katena bagaimana pun Justin benar-benar tahu kelemahannya sekarang. Sial! Apalagi kondisi saat ini, semenjak Dikta meninggal ia baru menyadari tidak ada lagi transferan ke rekeningnya setiap minggu, dan itu membuat Joe sedikit kesal. Ya walaupun rekenig dirinya sudah di isi oleh Justin kemarin. “Kenapa baby girl?” Goda Justin dengan kekehan kecil yang hampir terdengar oleh Joe. Joe tidak langsung menjawab, gadis itu mengigit kecil ujung bibirnya dan ia merutuki sikapnya sendiri yang tidak bisa Joe jaga dihadapan Justin. Baiklah kalau begitu, sepertinya kali ini ia kalah hari ini. “Gue...“ Ujar Joe sedikit bingung, namun akhirnya Joe memilih menyerah, “Gue mau tuh vocher,” Tawa lembut Justin terdengar dari sana, Joe tahu bahwa Justin saat ini sedang bersorak senang saat ini, “Sudah gue duga,” Ujarnya puas. “Ya udah, besok pulang sekolah gue anterin,” “Anterin?” Tanya Joe bingung. “Iya anterin, besok time for your happines,” Ucapnya lalu langsung mematikan panggilan secara sepihak. Tanpa sadar Joe tersenyum lebar dan memegang dadanya yang bergemuruh Aneh. Kenapa hatinya selalu lemah begini sih, padahal dirinya sudah sangat membatasi agar tidak terbawa perasaan oleh laki-laki itu, namun sayangnya pesona Justin benar-benar kuat setelah ia menghabiskan waktu bersama dengannya beberapa waktu ini. Keesokan hari. Alin yang baru selesai memakirkan mobilnya, gadis itu turun dengan perasaan santa seperti halnya tidak ada beban dipikiran gadis itu. Selang beberapa minggu ia tidak sekolah icukup membuat dirinya bosan di rumah terus menerus, belum lagi Gisha tidak datang menjenguknya dengan alasan ada rapat OSIS. Saat melewati koridor yang menghubungkan dengan gerbang sekolah tiba-tiba langkah Alin berhenti mendadak setelah kedua matanya melihat mobil alphard berwarna putih berhenti di gerbang sekolah, Alin mengerutkan keningnya dan bertanya-tanya. Siapa yang datang? Disini kan yang selalu membawa mobil hanya dirinya seorang. Tapi siapapun yang ada di dalam mobil baru, Alin yakin bahwa orang itu hanyalah guru atau... Tunggu! Apa-apaan ini? Dua orang berawak kekar keluar dari mobil, mereka berdua terlihat begitu tegas, belum lagi disertai pakaian berwarna hitam, kacamata hitam. Oh, dan jangan lupa tentang alat kecil ditelinga mereka masing-masing yang digunakan untuk berkomunikasi. Apaan sih? Ada kampanye pejabat? Tapi kan baru dua bulan yang lalu pemilihan gubernur daerah. Lantas? Ini apa? Namun setelah seseorang murid keluar dari mobil sewaktu salah satu bodygoard berbadan kekar membuka pintu, terlihat seorang gadis turun dari mobil dengan santainya dan itu mampu membuat Alin membuka mulutnya tidak percaya. “What the hell Joe?! Berapa banyak momen yang ga gue tau selama ini?” Gerutunya. Tangan Alin mengeras membentuk kepalan kaku saat melihat Joe melangkah masuk ke dalam koridor, dan yang membuat Alin semakin emosi adalah setelah dirinya melihat Gisha sedang berjalan beriringan dengan Joe walaupun gadis itu tidak menggubrisnya. “Anak p***k!“ Ucapnya sebari melangkah mendekat kearah Joe, dan tanpa permisi gadis itu langsung menarik rambut coklat Joe yang terurai. “Lo bener-bener gak punya adab ya Joe,” pekik Alin yang masih menarik rambut Joe, Joe yang sedang berusaha melepaskan tangan Alin dari rambutnya susah payah itu meringis pelan. “Lin, lo keterlaluan emang,” Kata Gisha yang udah melepaskan tangannya dari rambut Joe secara kasar. Alin yang melihat perlakuan Gisha seperti itu melotot tidak percaya. “Lo ngebelaiin dia!?” Gisha diam, laki-laki itu melirik sekilas kearah Joe. “Bukan gitu, maksud gue-“ “Ya terus lo ngapain deketin tuh cewek?!” Dengan rasa muaknya, belum lagi ia benar-benar lelah menjadi boneka untuk Alin, dengan cepat Gisha merubah mimik wajahnya. “Gue capek Lin,“ Ucap Gisha dingin, Langkah Gisha mendekat kearah gadis itu, lalu menepuk pundak Alin sebentar, “Kita putus, gue tunggu drama yang lo buat kedepannya.” Jelasnya lantas meninggalkan Alin yang berdiri kaku ditempat. Joe yang tidak sengaja menangkap percakapan mereka berdua, dalam diam ia terkejut. Akan tetapi ia masih berusaha untuk mengendalikan ekpresinya saat ini. Alin beralih pandangannya kepada Joe, “Puas kan lo? Secara perlahan. Gue bakal bikin lo malu sampai lo merasa di telanjangi dihadapan semua orang,” ucap Alin lalu pergi meninggalkan Joe yang menganggap remeh ucapan gadis itu. •••• Justin mengangkat telfon dari seseorang, disebrang sana ia menjelaskan apa yang terjadi kepada Justin tadi dan itu membuat Justin sedikit mengerutkan keningnya. Setelah dia menjelaskan bahwa seseorang yang mencari keributan dengan Joe adalah laki-laki bernama Gisha itu cukup membuat Justin diam seribu bahasa. Tatapan yang tadinya hangat saat memikirkan Joe berubah menjadi dingin. Ini benar-benar di luar dugaan Justin dan entah kenapa ia yakin bahwa hal tersebut bisa membuat masalah akan muncul kedepannya, itu yang ada di benak Justin sekarang. Saat ini Justin berada didalam mobil, menunggu kehadiran Joe yang masih sekolah sore ini, tetapi beberapa detik lagi bel itu akan berbunyi kok. TRIING!! Senyum Justin merekah, segera mungkin Justin keluar dari mobilnya dan bersender santai sebari melihat kearah gerbang yang telah di buka oleh satpam. Satu persatu semua murid keluar, semua pandangan beralih menatap Justin yang hari ini memakai baju santai dan semakin terlihat tampan pastinya. Topi hitam, baju putih polos, celana pendek hitam dan juga sneaker putih. Itu membust Justin terlihat seperti anak kuliahan sekarang, dia benar-benar pandai jika itu berhubungan dengan fashion. “Eh itu cowok yang kemarin gendong Joe kan?” “Gila Joe sekarang mainannya anak kuliahan,” Justin mendengar desisan salah satu gadis tersebut terkekeh pelan, bagaimana bisa duda beranak satu dianggap anak kuliahan seperti ini? Ya tuhan. “Parah sih. Habis putus dari Gisha Joe bener-bener dapetin berlian,” Namun kali ini, mendengar ucapan random orang-orang itu justru membuat ekpresi Justin berubah kembali. Sudah tahu moodnya tadi udah bagus, Eh malah anjlok lagi. Kacau sih, susah kalau udah orang tipikal cemburuan ditambah moodyan gini. Beberapa menit Justin menunggu Joe, akhirnya laki-laki itu melihat batang hidung gadis yang bisa membuatnya tergila-gila. Tanpa sadar Justin tersenyum, kemudian langkahnya mendekat kearah gadis itu dengan semangat di mana ia sedang berjalan santai dengan kedua teman laki-lakinya. “Hai baby girl,“ Sapa Justin semangat, Joe yang sedikit terkejut akan kedatangan Justin membuat ia menghela nafasnya kasar. “Lo ngapain kesini?” “Jemput lah! Ngapain lagi?“ Tanya Justin heran. Joe menepuk jidatnya pelan, ia lupa bahwa seterusnya Justin akan menjemputnya setiap dirinya pulang sekolah dan itu entah sampai kapan berakhir. “Gue lupa,“ Ucap Joe sadar, lantas gadis itu menoleh kearah Satya dan Arga yang berdiri di sebelahnya. “Gue balik duluan ya,” Pamit Joe. Satya yang melihat kepergian Joe dengan Justin hanya menghela nafas kasar. “Sakit ya?” Tanya Arga hati-hati. Satya terkekeh pelan, “Mereka cocok banget Ga, sama-sama orang punya,” Arga yang mendengar pernyataan sahabatnya itu menepuk pundaknya pelan, “Sabar, yuk semangat! Selagi belum ada jalur kuning melengkung lo masih bisa nikung kok,” Ucap Arga memberi semangat. Satya menggeleng, “Enggak, kayaknya gue cukup dari sini aja berjuangnya. Gue ngerasa tuh cowok bener-bener bisa jaga Joe,” “Bentar-bentar, lo mau nyerah gitu aja?” Satya mengangguk. “Serius lo?“ Satya mengangguk lagi. “SUMPAH?!” Pekik Arga dan itu membuat Satya meringis. “Iya bego! Duh elo ya, udah sono minggir, gue mau balik,” “Sat, asli sih gue beneran bangga sama lo. Udah lo gak usah galau-galau, lagian kalau jodoh ya nikahnya sama lo nanti. Percaya sama gue,” “Ya kalau misal Joe jodoh gue, guenya harus udah sukses dulu,” “Gue doaiin!” Jawab Arga dengan nada yang menggebu-gebu. •••• Hanya butuh waktu setengah jam dari sekolah ke mall yang ada di kota Jakarta, saat ini Joe berada di parkiran mobil bersama Justin, laki-laki itu sudah mempersiapkan baju santai untuk Joe. “Nih, udah gue beliin. Ganti baju sana,” Joe mengambil paperbag bermerk HnM dengan tangannya, “Emang ditutupin pake hoodie gak bisa apa?” Justin berdecak, tangannya ia lipat didepan d**a, “Nurut aja sih Love,“ pinta Justin dengan nada lembut. Detak jantung Joe agak berdenyut saat Justin memanggilnya dengan kata itu. Parah sih! Justin udah bener-bener parah. “Gue ganti baju dimana?“ “Mobil,” “Hah?! Gila ya lo? Kalau ada orang yang liat gimana?” Ucap Joe hampir emosi. Justin berdehem, “Rileks Baby Girl, jendela kaca mobil gue gelap banget lo itu,” Jarinya menunjuk kearah kaca mobil. “Jangankan lo ganti baju, kita cipokan aja gak akan kelihatan,” goda Justin. “Ngarep banget,” Joe kembali masuk kedalam mobil, memakai baju yang Justin belikan yang tidak tahu kapan. Baju putih oversize polos dan juga celana legging pendek diatas lutus. Setelah memakai pakaian tersebut Joe sadar, bahwa Justin juga sama memakai atasan berwarna putih dan bawahan berwarna hitam. Gadis itu tertawa pelan. “Bisa-bisanya dia milih baju biar kita bisa couple an,” ucapnya lebih pada diri sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN