Part 2 - Rencana yang Gagal

1147 Kata
2. Rencana yang Gagal Selena mengerjapkan mata berulang kali di hadapan cermin besar seukuran tubuhnya. Berkali-kali ia menatap dirinya yang kini berpenampilan sangat jauh berbeda. Ia terlihat persis dengan perempuan yang berdiri puas di belakangnya. Memuji pekerjaan para pegawai salon yang ia sewa dengan sangat mahal demi memuluskan rencana mereka. “Wah, ternyata kau benar-benar mirip denganku. Jangan bilang di kehidupan sebelumnya kita adalah saudara kembar?” Entah bermaksud menyindir atau tidak, Selena mendengar sedikit nada tidak suka dari ucapan sinis perempuan yang telah membayarnya itu. “Tetap saja, aku tidak sebanding dengan Bu Alana,” ucap Selena merasa rikuh ditatap tajam perempuan yang memiliki ekspresi wajah arogan khas perempuan kelas atas. Selena memang terlihat mirip dengan perempuan ini dalam sekali lihat, meski begitu ia tak memiliki kepercayaan diri dan gadis rahang aristrokat yang dimilikinya. Perempuan itu tak tertandingi. Ia hanyalah bayangan yang hanya menjadi boneka untuknya demi sejumlah uang bernilai fantastis yang bisa mengubah keseluruhan hidupnya. Alang tersenyum tipis, mulutnya berbisik tepat di telinga Selena yang seketika menegang sesaat setelah mendengar ucapan tajam yang dilontarkan bibir mungil perempuan itu, “Tentu saja kau tidak akan sebanding denganku, Selena. Ingat … kau hanya bayanganku. Jadi jangan pernah berpikir macam-macam. Kau paham?” Bisikan itu memang terdengar lembut, namun dikatakan dengan penuh penekanan. Membuat Selena bergidik ngeri setelah melirik ke arah perempuan yang langsung melebarkan senyumnya ke arah cermin. “OK, penyamaranmu sudah sempurna. Sekarang tinggal bagaimana kau memainkan peran di kantor sekarang. Aku akan memakai wig ini dan kacamata super tebal. Tentu saja aku akan mengganti pakaianku dengan baju-baju jelek itu.” Alana menunjuk ke arah tumpukan baju bermodel kuno yang ada di atas keranjang. Meski modelnya kuno, pakaian itu hasil desain para desainer ternama yang sengaja dipesan khusus Alana untuk ia kenakan. Ia tak terbiasa memakai pakaian murahan karena kulitnya yang super sensitif. Selena berdecak saat melihat penampilan bosnya yang berubah seratus delapan puluh derajat. “Sekarang apakah aku terlihat seperti diriku?” tanyanya pada Selena sambil memutar tubuhnya di depan cermin, memastikan penyamarannya sempurna. “Ibu terlihat mirip orang lain,” aku Selena yang menimbulkan tatapan tajam dari Alana. Selena mereka seperti memakan buah simalakama, jika ia memuji perempuan ini, Alana tidak menyukainya. Tapi jika ia mengatakan sebaliknya, Alana lebih membencinya. Ia hanya bisa mengembuskan napas panjang, menenangkan diri. Setidaknya ia harus bertahan demi uang itu. *** Sesuai instruksi dan arahan yang diberikan Alana selama tiga hari sebelumnya, Selena sudah mahir memainkan peran yang diberikan. Selena juga berlatih keras cara berjalan dengan elegan mengenakan sepatu berhak setinggi sepuluh hingga dua puluh senti koleksi bosnya. Alana tersenyum puas melihat hasil didikannya yang sempurna. Tidak ada seorang pun di perusahaan yang mencurigai penyamaran mereka. Gaya bicara Selena yang fasih pun membuat Alana bangga karena ia tak salah memilih Selena menyamar menjadi dirinya. Setidaknya ia bisa aman mempercayakan Justin padanya. “Baiklah kalau begitu. Rapat berikutnya akan ku kabarkan ke kalian sesegera mungkin. Sekarang kalian bisa kembali bekerja.” Selena berkata dengan nada tegas seolah-olah dia pernah melihat Alana memimpin rapat sebelumnya. Setelah para petinggi Navy Corps mulai meninggalkan ruang rapat, Selena menghela napas panjang. “Aku tidak mengira kau begitu hebat.” Sedikit pujian terlontar dari mulut perempuan yang terkenal akan mulutnya yang pedas, semua kata-kata yang diucapkan Alana pasti akan melukai hati siapa pun yang mendengarnya. Tapi kali ini perempuan itu memuji kemampuannya. “Semua ini berkat didikan Ibu,” ujar Selena masih tampak canggung saat berada di dekat Alana yang superior. “Santai saja Selena. Kita adalah tim sekarang, jadi kupercayakan pekerjaan ini padamu.” Melihat sikap gugup Selena, Alana sedikit menurunkan kearoganannya agar perempuan ini tidak begitu kaku saat bersamanya. “Besok aku akan menyuruhmu menjaga tunanganku, jadi kau harus mempersiapkan dirimu. Karena besok pertarungan yang sebenarnya.” Selena tak mengerti kata-kata terakhir yang diucapkan Alana siang itu. Ia segera kembali ke rumah dan mulai merapikan semua barang-barangnya. Tak lupa ia pamit pada ibu kos karena sekarang dia akan tinggal di apartemen mewah tepat di sebelah apartemen bosnya. Alana berkilah ia harus tinggal tepat di sebelah unit apartemen miliknya supaya tidak ada seorang pun yang curiga. Tak punya pilihan Alana pun terpaksa menurutinya. Sejak kepindahannya di apartemen mewah itulah, kehidupan barunya dimulai. *** Lelaki bertubuh kekar itu mengamuk pada tim perawat yang hendak mengganti pakaiannya. Justin bersikeras ia bisa melakukan semuanya sendiri meski ia didiagnosis mengalami kebutaan, bukan berarti ia menjadi pria yang tidak berguna yang bahkan mengganti bajunya sendiri ia tak mampu. “Tapi, Tuan … “ Terlihat raut bingung dari sang perawat kesepuluh yang dipekerjakan oleh orang tua Justin untuk putranya yang keras kepala itu. “Pergi!” Justin mengusirnya dengan suara lantang. Seketika perawat itu bergetar oleh aura Justin yang mengintimidasi. Selena yang baru tiba setelah beberapa puluh menit mencari kamar VVIP tempat Justin dirawat, menatap bingung seorang perawat muda yang berlari keluar kamar sambil meneteskan airmata. Justin mendengar suara langkah kaki dari indera pendengarannya yang semakin sensitif akhir-akhir ini. Bahkan suara napas pun bisa terdengar olehnya. “Bukankah sudah kutilang, PERGI!” bentak Justin dengan suara menggelegar bak sambaran petir. Untung saja Selena terbiasa mendengar suara manajernya yang sering memarahinya meski ia hanya melakukan kesalahan kecil. Mentalnya sudah terlatih menghadapi pria temperamental seperti Justin. “Ng … “ Selena bingung bagaimana ia harus memulai percakapan dengan pria tampan di hadapannya ini. “Mau apa kau datang ke sini?” Seolah mengetahui siapa yang muncul, Justin langsung memasang wajah masam dan penolakan. Aroma parfum khas Alana tercium oleh indera penciumannya yang juga semakin sensitif seiring dengan kehilangan indera penglihatannya. Jadi ia tahu Alana akhirnya muncul setelah sebulan lenyap semenjak ia dirawat di rumah sakit. “Justin.” Suaranya terdengar ragu, tapi ia membulatkan tekad untuk tetap menjalankan tugasnya. ‘Demi uang itu,’ batinnya bersikeras, walau hati nuraninya menolak pekerjaan ini karena ia menganggap bahwa secara tidak langsung ia telah menipu pria malang ini. “Apa akhirnya kau sadar kalau kau membutuhkanku, Alana?” ujar Justin dengan nada sinis yang kentara. “Aku … “ Belum sempat Selena mengatakan sesuatu, Justin telah lebih dulu memotong ucapannya, “Aku akan membatalkan pertunangan kita. Jadi kau bebas seperti yang kau inginkan selama ini.” “Apa?” Seketika Selena panik. Jika Justin membatalkan pertunangannya dengan Alana, itu artinya dia sudah mengacaukan semuanya. Ia tak bisa membiarkan uang gaji puluhan kutanya melayang begitu saja cuma karena laki-laki yang tiba-tiba memutuskan hubungan pertunangan mereka secara sepihak tanpa alasan yang nyata. Justin tersenyum miring, meski tak melihat ekspresi wanita licik tunangannya itu, tapi ia sudah bisa menebaknya. Sangat mudah membaca jalan pikirannya. “Kenapa? Jangan bilang kalau kau sekarang mengubah rencanamu dan mengasihani diriku?” “Bukan begitu,” sergah Selena ketakutan. “Terus apa?” tuntut Justin dengan nada keras membuat Selena bergetar oleh rasa takut. Ia tak mengira aura lelaki ini begitu penuh intimidasi walau hanya sekadar berbicara dengannya. “Sekarang pergilah! Besok kau akan menerima surat pembatalan pertunangan dariku.” “…” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN