3. MENCINTAIMU

1202 Kata
  Beberapa tahun kemudian.... "Ga...bangun, udah nanti telat ke sekolah." Suara lembut itu samar - samar memenuhi indera pendengaran Fagha. "Mas Aga...ayo bangun dong, nanti sholat subuhnya ketinggalan lagi." Fay  menghela nafasnya. "Mas ---aww." Brak Mata keduanya saling bertatapan. Fagha tadi menarik lengan Fay cukup kencang hingga gadis yang saat ini duduk di bangku kelas 3 SMP itu terjatuh tepat di atas tubuh Fagha. Cup Sebuh kecupan Fagha berikan tepat di pipi mulus Fay. "Selamat pagi, Olla cantik." Fay tak dapat menunjukkan kegugupannya. Wajahnya nampak sudah semerah kepiting rebus. Jangan lupakan debaran jantung yang kian mengguncang dadanya. Memang bukan hal yang aneh jika Fagha bersikap manis seperti ini. Sudah sejak kecil Fagha bersikap seperti ini padanya. Awalnya semua terasa biasa saja. Keduanya persis seperti saudara sepupu seperti lainnya. Namun seiring berjalannya waktu, semakin bertambah usia mereka Fay tak dapat memungkiri ada rasa yang berbeda setiap kali Fagha bersikap manis denganya. Jangankan ketika Fagha tiba - tiba mencium Fay. Berada di dekat cowok tengil itu saja sudah membuat jantungnya berdisko. "Astagfirullah, kalian ngapain?!" Fay yang sadar akan posisi tubuhnya yang terlalu dekat dengan Fagha pun langsung menarik diri. Ia menatap Hyra takut karena merasa tidak enak. "Maaf bu, tadi Fay..." Hyra tersenyum dan berjalan pelan menuju anak angkat kakak iparnya itu. "Enggak usah minta maaf, ibu tahu pasti itu kelakuan anak ibu yang nakal itu." Hyra memberikan lirikan tajam ke arah sang putera yang baru saja menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. "Ibu nih, enggak bisa lihat anak seneng dikit. Enak tahu bu, bangun - bangun udah dipeluk cewe cantik." Dengus Fagha yang langsung dihadiahi pelototan oleh sang ibu. Hyra menghela nafasnya panjang. Memang memerlukan kesabaran ekstra untuk menghadapi buah hatinya yang satu itu. "Fay, turun aja duluan ya. Bilang sama ayah, sholatnya tunggu mas dulu." Pinta Hyra lembut kepada Fay. Fay akhirnya mengangguk, menuruti ucapan Hyra. "Fay, turun ya Bu." "Iya sayang, makasih ya..." "Bye, sayang,"kata Fagha menggoda Fay sambil mengedipkan mata. Hyra kembali menghela napas. Jujur saja, Hyra merasa kepalanya nyaris pecah setiap kali harus menasehati sang anak. "Mas, duduk dulu. Ibu mau ngomong." Fagha yang semula sudah bangun dari ranjang dan hendak berjalan menuju kamar mandi pun akhirnya kembali duduk. Cup Sebuah kecupan Fagha berikan tepat di pipi sang ibu. "Ciuman selamat pagi untuk ibunya mas yang paling cantik." "Mas, ibu lagi serius." Fagha tertawa kecil sambil merapikan rambutnya. "Kenapa sih dokter Hyra ku tersayang?” Fagha memeluk sang ibu dari samping. "Jangan terlalu dekat sama Fay mas, kalian bukan anak kecil lagi sayang." Fagha mengerutkan keningnya. "Kata ibu, mas harus jaga Fay. Kenapa sekarang enggak boleh deket - deket?" "Mas, kamu udah cukup gede buat mengerti apa yang ibu bilang kan? Kalian udah gede sayang. Jangan terlalu dekat secara fisik." "Ibu jangan mikir yang macem - macem, Fay udah Mas anggep kaya adik sendiri. Masa mas mau apa - apain?" "Mas, ibu serius. Kalian bukan saudara kandung dan bisa aja perasaan itu ada di antara kalian. Ibu enggak masalah kalaupun kalian ke depannya berjodoh, tapi untuk sekarang, ibu minta tolong banget sama mas, jangan macam - macam." Fagha terkekeh. "Ibu berlebihan nih, tenang aja bu...Fay itu adik Mas juga, mas enggak akan aneh - aneh. Kalau mas suka cium sama peluk - peluk itu enggak lebih dari perasaan sayang mas sebagai kakak ke adiknya, persis Mas ke Echa." Hyra menghela nafasnya. "Yaudah lah terserah kamu, jangan buat ibu kecewa. Cepetan wudhu, ditunggu ayah di bawah." "Siap ibuku tersayang." Tanpa keduanya ketahui, Fay ternyata kembali lagi ke kamar tersebut dan mendengar percakapan sepasang ibu dan anak itu. "Ya, aku sama mas cuma kakak adik, enggak lebih." lirih Fay. *** "Kalian minggu depan bukannya udah minggu tenang? Dua minggu lagi UN kan?" tanya Galang pada Fay dan Fagha. "Iya ayah,” jawab Fay dengan suara lembut. "Sebelum ujian, privatin mas dulu deh Fay. Nginep sini aja, nanti Ayah bilangin ke papamu, biar nilainya enggak jelek - jelek amat." "Dih, kata siapa nilai Mas jelek?" protes Fagha tak terima. "Emang kamu kira Ayah enggak tahu. Makanya jangan pacaran mulu, masih kecil aja udah pacaran - pacaran." "Kaya Ayah enggak." "Enggak, tanya aja Ibu kalau enggak percaya." "Iya kan sayang?" tanya Galang pada Hyra sambil mengedipkan mata. "Mana aku tahu,” jawab Hyra acuh. Fagha terkekeh lalu menjulurkan lidah ke sang ayah dengan tujuan menggoda. Kemudian remaja itu melihat jam yang melingkar di jam tangannya. "La, berangkat yuk. Nanti kesiangan,” ajak Fagha sambil bangkit dari tempat duduknya. Fay mengangguk kemudian mengambil tasya yang tergantung di sandaran kursi. "Naik sepeda? Boncengan?" tanya Galang pada sang putra. "Mau naik apa lagi? Motor? Kan enggak boleh,” dengus Fagha. "Kirain mau jalan." sahut Fagha. "Ayah aja deh tuh jalan, biar digodain lagi sama ibu - ibu kompleks kaya kemarin." "Mamas….” tegur Hyra penuh penekanan. Galang melotot ke arah sang anak. Sedangkan Fagha hanya terkekeh geli merasakan aura - aura keributan antara ayah dan ibunya. "Enggak yang, si Mas bohong." "Berangkat dulu yah, bu...bye Echa jelek..." pamit Fagha sambil mengacak rambut sang adik. "Mas ih, berantakan rambut Echa,” protes sang adik. "Adeknya mas mah tetep cantik, santai aja..." "Berangkat ya yah, bu." Kini giliran Fay ikut berpamitan pada Hyra dan Galang. "Kak Fay berangkat dulu ya, Echa.." Echa tersenyum, kemudian mengangguk. "Nanti malam, tidur sini lagi aja ya kak. Temenin Echa belajar." Fay tersenyum. "Lihat nanti ya?" Echa mendengus lesu. "Soalnya Kak Leya sekarang sibuk kuliah terus, sama Mas enggak asyik. Kalau ada Kak Fay seru." "Iya, nanti Kak Fay usahain ya. Sekarang kakak berangkat sekolah dulu ya? Kasian mas nungguin di depan." Echa mengangguk lemah. Satu kecupan gadis kecil berikan pada pipi Fay. "Hati - hati Kak Fay, Echa sayang kakak." "Kak Fay juga sayang Echa." "La, buruan!" teriak Fagha dari luar. "Ya sebentar." "Bu,Yah...Fay berangkat ya. Assalamualaikum..." "Walaikumusallam,” jawab Galang dan Hyra bersamaan. Galang menatap sang istri. "Kamu merasa mereka berdua cocok enggak sih?" Hyra mengangguk pelan. "Mereka udah besar kan mas?" "Ya..." "Wajar enggak aku takut kalau mereka kenapa - kenapa?" "Maksudnya?" Hyra menghela nafas. "Mereka beranjak remaja mas. Aku bukan mau menyalahkan kedekatan mereka, tapi ali khawatir aja kalau mereka..." Galang menarik tangan sang istri lalu menggenggnya. "Mamas tahu apa yang ada dipikiran kamu. Tapi kamu harus kasih kepercayaan ke mereka, mereka enggak akan mengecewakan kita." *** "Pegangan La, nanti jatuh." Fagha menarik tangan Fay hingga tubuh gadis itu merapat pada tubuh Fagha. Fagha mengendarai sepedanya cukup kencang. Sepeda itu bukan sepeda yang memiliki boncengan di belaknagnya, hanya ada alat untuk tempat si pembonceng berdiri. "Kalau kamu jatuh, nanti Mas yang diomelin sama Om Gani, lagian Mas enggak suka ya lihat kamu kesakitan kaya waktu pas jatuh pas naik sepeda itu, bawaannya enggak tega." Fay mengulum senyumnya. "Iya - iya, ini aku pegangan kok." "Siap ya? Mas tambah nih kecepatannya." "Satu...dua...tiga..." "Aaaaaaaa....." teriak keduanya bersamaan. *** "Akhirnya sampai...turun dulu La, Mas mau parkirin sepedanya dulu." Fay menuruti ucapan Fagha. Ia menunggu Fagha memarkirkan sepeda kesayangannya itu. "Yuk jalan!" ucap Fagha sembari menarik tangan Fay. Jangan tanyakan bagaimana kondisi jantung Fay yang kembali dibuat berdisko karena ulah Fagha. "Yes!" Fay yang tersentak karena tiba - tiba Fagha berhenti di sampingnya pun langsung menoleh. Tangan yang semula menggenggam tangannya erat pun kini sudah bertengger di atas kepala untuk merapikan tatanan rambutnya. "La, Mas udah keren kan ya?" tanya Fagha sambil memegang kedua bahu Fay. Fay yang tak mengerti maksud Fagha hanya mengangguk saja. "Bagus, kamu ke kelas duluan ya?" Fay mengerutkan keningnya. "Kenapa?" "Mas mau nembak Anya pagi ini. Kamu doain, biar dia mau jadi ceweknya Mas, ya?" "Bye cantik, hati - hati. Kalau Noah goadain kamu lagi, tendang aja." Fagha mengacak rambut Fay sebelum berlari meninggalkan gadis itu. Fay hanya tersenyum lirih melepas kepergian cowok yang diam - diam ia cintai. Cowok pertama yang sanggup menggetarkan hatinya entah mulai kapan. Tanpa disadari, buliran bening itu berhasil lolos dari matanya. Ia menatap kebersamaan Fagha dengan gadis bernama Anya itu dengan penuh luka."Kamu sama Mas cuma adik dan kakak Fay, enggak lebih." "Mas Aga mungkin cinta pertama kamu Fay, tapi kamu...tidak termasuk dalam kategori cintanya."   ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN