`Vino merebahkan tubuh Amel ke ranjangnya.
Dasar bayi besar satu ini, udah tahu gak pernah minum.. nekat menenggak miras setengah botol! Sekarang dia mabuk bikin susah orang pula.
Amel terlihat teler dengan wajahnya yang merah seperti kepiting rebus. Sebenarnya Vino ingin meninggalkan gadis itu begitu saja, tapi jiwa perfeknya membuatnya merasa risih. Amel tertidur dalam kondisi enggak banget deh dalam pandangan Vino.
Di lepasnya sepatu Amel, lalu setelah ragu sesaat akhirnya dia menggantikan baju Amel yang sudah bau miras dan bau asap rokok itu dengan pakaian tidur bersih yang diambilnya dari lemari cewek itu.
Vino berusaha menahan hasratnya saat memperhatikan Amel yang hanya memakai dalaman. Hei, bagaimanapun dia ini cowok normal. Dan tubuh Amel.. dia gak mengira ternyata di balik tampilan gadis itu yang tengil dan innocent, tubuh Amel berlekuk indah seperti wanita dewasa. Untung Vino punya prinsip tegas, dia tak mau memaanfatkan orang dalam kondisi lemah seperti ini.
Setelah menggantikan baju Amel, Vino kemudian menyeka wajah, tangan, dan kaki Amel dengan handuk yang dibasahi air hangat. Kini Amel terlihat bersih, segar, dan layak berada di tempat tidur.
Vino baru saja akan pergi keluar kamar Amel, ketika cewek itu bergumam, "mau kemana?"
Vino melirik cewek itu.. ternyata si Amel masih memejamkan matanya. Paling dia hanya mengigau.
Vino baru saja berbalik akan pergi ketika Amel kembali berguman, "jangan pergi, jangan tinggalkan aku.. please.."
Entah mengapa Vino jadi tak tega meninggalkan cewek ini, biarlah dia menemani Amel sebentar, setelah itu Vino berniat kembali ke kamarnya sendiri.
Vino merebahkan dirinya di samping Amel. Seakan merasakan kehadirannya, Amel beringsut mendekati dirinya dan memeluk Vino erat. Karena tak tega, Vino membiarkan saja Amel memeluknya. Tak lama kemudian rasa kantuk menyerangnya, Vino tertidur di kamar Amel. Dia terlupa akan niatnya untuk kembali ke kamarnya.
***
"Pagi, Sayang," sapa Alvaro sambil mengecup bibir Tivana mesra.
Tivana tersenyum geli memperhatikan kelakuan suaminya. Tadi bangun tidur Al sudah memberikan morning kiss, eh setelah mandi suaminya itu masih juga memberi ucapan ‘selamat pagi’ seakan mereka baru bertemu saja!
Tivana asik mengoleskan selai ke roti tawar, ada berbagai macam selai didepannya. Selai coklat, selai kacang, selai keju, selai strawbery, dan selai nanas.
"Yang, kok selai kesukaanku gak ada?" protes Al.
"Maaf, Dad. Aku belum sempat membelikan selai srikaya. Gak ingat sih kalau udah abis secepat itu."
Tivana tersipu malu karena teringat perihal penyebab selai srikaya kesukaan Al cepat ludes. Salah sendiri, selai dipakai untuk acara ML! Ih, suaminya ini emang kok, suka sekali berimajinasi liar dalam bercinta!
Al tertawa m***m saat mengamati wajah blushing Tivana.
"Yang, ntar kalau beli selai srikaya banyakan ya! Kan bisa dipakai seperti saat kita main terakhir itu. Enak kan? Kamu nampak menikmati banget lho," goda Al kenes.
"Alvaro! Jangan bahas itu lagi, memalukan tauk! Untung gak ada anak~anak," tegur Tivana galak.
Al terkekeh geli. Istrinya masih saja suka bertingkah malu~malu meong. Padahal mereka kan sudah menikah hampir duapuluh tahun.
"Iya, pokoknya belikan selai srikaya yang banyak. Selusin bolehlah."
Tivana membulatkan mata mendengarnya.
"Gak kebanyakan tuh? Ntar ekspired lho!"
"Gak lah, Sayang. Kan sebagian besar stok selai nanti kita pakai buat aktivitas didalam kamar."
Ckck. Tivana hanya bisa geleng~geleng kepala, namun ia mengiyakan saja permintaan Alvaro.
"Anak~anak belum pada bangun? Mereka semua memang pemalas!" cemooh Al.
"Vano sudah berangkat kerja part time hukuman darimu. Vino dan Amel belum bangun. Biarin saja lah, Dad. Lagian ini juga weekend. Mereka kan libur," bela Tivana.
Tumben Vino belum bangun, biasanya pagi-pagi dia sudah aktif berolahraga. Entah joging atau berolahraga lainnya. Mungkin semalam Vino lembur mengerjakan proyeknya, pikir Al.
"Dad, kamu mau pakai selai apa nih?" tanya Tiv menawarkan.
Alvaro memperhatikan selai yang ada diatas meja, dan mukanya langsung cemberut.
"Kok ada selai kesukaan si Babon?" Al menunjuk botol selai kacang dengan pandangan jijik. Si babon yang dimaksud Al siapa lagi jika bukan pesaing cintanya dulu.. Adrian, papanya Amel.
"Oh, kak Adrian tadi telpon. Dia lagi otw kesini," sahut Tiv tenang.
"Gak ada kerjaan apa tuh babon? Pagi~pagi sudah menyerbu rumah orang dan nebeng sarapan!" cemooh Alvaro.
Seakan tahu namanya disebut, Adrian muncul di ruang makan.
"Pagi Tiv, wah cantik sekali kamu hari ini. Sorry ya kalau pagi~pagi ini aku bagai orang kurang kerjaan menyerbu kemari dan nebeng sarapan," kata Adrian menyindir balik, dia sengaja ingin memanas~manasi Alvaro.
Alvaro pura~pura tak tahu kalau disindir. Ia mendekati Tivana dan duduk disebelah istrinya seakan ingin menegaskan daerah teritorinya.
"Kak Adrian, bagaimana perjalanan bisnis Kakak ke Jepang?" tanya Tivana sembari mengoleskan selai kacang ke setangkup roti tawar.
"Puji Tuhan berjalan lancar. Mungkin bulan depan pihak sana akan berkunjung kemari sekalian sign kontrak kerjasama," jelas Ardian.
"Wah hebat! Congratz , Kak," puji Tivana.
"Thanks, Tiv."
Alvaro yang merasa dikacangin mulai mencari perhatian.
"Yang, kamu siap~siap lho. Minggu depan kamu ikut aku perjalanan bisnis ke Eropa. Kita disana selama dua minggu."
"Dad, kok mendadak sih? Terus anak~anak gimana?" tukas Amel khawatir.
"Enggak mendadaklah. Masa aku belum bilang padamu? Anak~anak ditinggal saja. Mereka itu cowok, sudah besar pula. Ya harus mandirilah!" tegas Alvaro.
"Tapi Amel baru masuk SMA.."
"Amel kan ada bapaknya!" sergah Al kesal sambil melirik Adrian tajam.
Adrian tersenyum geli, lalu ia berkata, "aku kemari mau jemput Amel kok. Thanks Tiv kamu sudah mengurus anakku dengan baik selama aku pergi."
"Tak masalah, Kak. Amel gadis yang baik dan menyenangkan. Ada dia disini justru membuat kami terhibur," sahut Tivana.
Kemudian seperti teringat sesuatu, Adrian menimpali, "Tiv, kemarin aku mendengar rumor aneh tentang anak kita.. katanya anak kita tunangan."
Bruttt!!
Alvaro yang sedang minum kopi sontak menyemburkan cairan hitam legam itu. Tivana geleng~geleng kepala menyaksikan kelakuan suaminya. Ia mengelap meja yang terkena semburan kopi sambil berkata, "namanya saja rumor, Kak. Pasti gak benar."
"Tapi katanya anak kita sudah mengakui hal ini lho di sekolah mereka!" imbuh Adrian bersikeras.
“Mungkin mereka cuma main~main. Kan kak Adrian tahu si Amel sama Vano suka bercanda diluar batas," ucap Tiv masih positif thinking, "kak Adrian tahu darimana sih?"
"Dari kenalanku. Anaknya satu sekolah sama anak kita."
"Oh, gak usah dianggap deh. Cuma gosip."
"Iya juga sih. Mana si Amel? Aku sudah kangen." Mata Adrian berkeliaran mencari sosok mungil anaknya.
"Masih tidur.." sahut Tivana singkat.
Alvaro tersenyum sinis.
"Lihat anak gadismu. Jam segini belum juga bangun. Dia bukan tipe istri teladan. Mana ada yang berminat mengambil dia sebagai calon mantu?"
Adrian tak menanggapi meski dalam hatinya terasa sedikit panas.
"Alvaro! Itu mulut gak bisa manis dikit ya," tegur Tiv kesal.
"Bisa sayang. Kamu kan sudah sering merasakan betapa manis mulutku," kata Al m***m.
Tiv melotot garang pada suaminya yang tengil. Al hanya terkekeh melihatnya.
"Tiv, aku menengok Amel dulu di kamarnya ya," Adrian pamit ke atas dulu.
"Aku antar Kak," timpal Tiv cepat. Ia khawatir Amel bakal diomeli Adrian gegara sindiran Alvaro tadi.
"Eitz! Buat apa repot-repot diantar segala?!" protes Al.
Tapi Tivana tak peduli, dengan cepat ia menyusul Adrian menaiki tangga menuju kamar Amel yang terletak di lantai dua. Sambil menarik napas kesal, Alvaro berjalan mengikuti mereka.
Adrian membuka pintu kamar anaknya dan langsung syok!
Begitu juga Tivana..
Terakhir Alvaro yang baru datang, ia mendesak tubuh Adrian dan terkejut menyaksikan pemandangan itu.
Amel tidur memeluk Vino dari belakang dengan atasannya cuma memakai bra doang!
"Vino!! Amel!!" teriak Alvaro menggelegar.
Spontan Vino terbangun dan keheranan menemukan orang tuanya dan papanya Amel ada didepan kamar.
"Dad, Mom, Om.. ngapain kalian pagi~pagi masuk ke kamar Vino? Vino masih mengantuk," guman Vino sambil menguap lebar.
"Kamarmu? Ini kamar Amel, Vin," ralat Tivana galau.
Vino baru menyadari sesuatu yang salah. Tangan Amel melingkari pinggangnya dari belakang. Ketika ia menoleh ke belakang, matanya langsung terbelalak! Kok bisa Amel tak melepas atasan baju tidurnya? Dia cuma memakai bra doang!
Vino segera membangunkan Amel, ia mengguncang~guncang bahu gadis itu dengan keras.
"Woi Amel, bangun kamu! Kenapa kamu tidur gak pakai baju?!"
Amel membuka matanya dan mendecih kesal, "ih, ganggu orang aja! Aku masih ngantuk tauk!" Amel hendak berbalik tidur memunggungi Vino, tapi Vino kembali membalikkan badannya.
"Sadar! Lihat kelakuanmu! Semua sedang melihatmu!" bentak Vino.
Kesadaran Amel mulai pulih, ia mengamati sekelilingnya dan terbelalak mengetahui papanya, Alvaro dan Tivana berada di depan pintu kamarnya. Tivana memberi kode pada Amel untuk menutupi dadanya. Amel menjerit panik begitu menyadari keadaannya, ia menutupi tubuhnya dengan selimutnya lalu memukul kepala Vino dengan gusar.
"Cowok gila! Cowok m***m! Cowok kurang ajar!!"
Vino menahan tangan Amel.
"Apa kamu gila? Tak salah mengkambing-hitamkan diriku?! Yang buka bajumu itu kamu sendiri! Justru kemarin aku yang berbaik hatimu yang menggantikan bajumu yang kotor," bantah Vino jengkel.
Amel terdiam. Samar~samar ia mulai mengingat, semalam ia merasa kepanasan hingga mendorongnya melepas kaus atasannya. Lalu beberapa saat kemudian ia merasa kedinginan, jadi spontan ia memeluk Vino supaya berasa lebih hangat.
Arghhh!
Amel menutup mukanya yang memerah begitu menyadari kesalahannya.
"Amel, Vino, kalian turun kebawah. Kita akan bahas masalah ini," kata Adrian tegas.
Sidang bakal digelar. Vino segera menyadari hal itu.
***
"Jadi jelaskan pada kami Amel, bagaimana bisa sementara kau digosipkan bertunangan dengan Vano tapi kenyataannya kau tidur dengan Vino!" tuduh Alvaro dingin sembari menatap tajam Amel.
Amel duduk di sofa yang sama dengan Vino. Di samping kiri mereka ada Alvaro dan Tivana, di sisi kanan Adrian duduk kaku dengan wajah masam. Amel yang ketakutan, tak sadar memegang lengan Vino seakan minta perlindungan pada cowok itu.
Vino jadi tak tega dan merasa ikut andil dalam kesalahan ini, maka ia yang menjawab, "Dad, sebenarnya yang digosipkan bertunangan itu bukan Vano. Itu adalah Vino dan Amel."
Ketiga orangtua itu terkejut mendengarnya. Andai Vano yang berbuat mereka masih maklum, ini ternyata melibatkan Vino. Si perfek yang selalu bertindak baik dan tak pernah neko~neko.
"Vino, kenapa kamu melakukan ini?" tanya Tivana.
"Awalnya ada teman yang salah paham dengan ucapan Amel, mereka mengira Amel dan Vino tunangan."
"Lalu kalian tak meralat kesalahan itu bahkan meneruskannya?" sambung Adrian.
"Iya, karena dengan demikian Vino bisa lebih tenang di sekolah. Tak terlalu disibukkan ulah barisan penggemar Vinomania," dalih Vino.
"Lalu Amel, mengapa kamu juga menyetujui pertunangan palsu ini?" tanya Ardian pada anaknya.
"Karena, karena.." Amel jadi gugup. Tak mungkin kan ia bilang kalau ia memalak Vino i~phone? Ntar bisa digorok lehernya!
"Amel cuma ingin membantu Vino," mendadak Vino berinisiatif membela Amel. Gadis itu sontak terharu karena merasa dilindungi. Tangannya mengelus tangan Vino, hal itu tak luput dari perhatian Adrian, Tivana, dan Alvaro.
"Kini kembali ke kejadian tadi.. jelaskan yang terjadi!"
"Hah! Apa lagi yang terjadi? Sudah jelas kan?! Anakmu yang menggoda anakku! Vino orangnya lurus dan sempurna.. dia tak mungkin memulai hal ini!" sembur Al kejam.
Vino dan Amel menoleh kearah Al sambil melongo.
"Huh, kalau benar anakku yang menggoda, kok bisa anakmu yang nyelonong masuk ke kamar anakku?" sanggah Adrian tak terima.
Kini Amel dan Vino menoleh ke Adrian dengan sorot mata bingung.
"Tapi siapa yang melepas bajunya sendiri dan memeluk anakku? Itu berarti siapa menggoda siapa?" ketus Alvaro.
Amel dan Vino menoleh ke Alvaro dengan muka merona merah.
"Amel anak yang polos, aku yakin dia tak punya maksud menggoda," bantah Adrian.
Amel dan Vino kembali menoleh pada Adrian sambil mengangguk~ngangguk.
"Oh, jadi kamu menuduh Vino yang jadi bajingannya sekarang?" sindir Alvaro kesal.
Amel dan Vino geleng~geleng kepala sambil menoleh pada Alvaro.
Tivana akhirnya turun tangan, ia sudah suntuk dengan perdebatan antara suaminya dan kakak angkatnya yang tiada akhir.
"Stop! Stop" Ia berdiri didepan mereka semua, "kalian tak menyelesaikan masalah justru malah memperumitnya."
Kali ini Vino dan Amel menghadap kearah Tivana sambil mengangguk setuju.
"Solusinya mudah saja, Sayang. Pisahkan mereka!" tukas Al tegas.
"Tidak Al, itu tak adil buat Amel. Kita tunangkan saja mereka berdua. Bagaimana menurutmu, Kak Ardian?" tanya Tiv pada Adrian.
"Boleh. Aku setuju. Kalau Amel berpasangan dengan Vino, aku mendukung. Ia lebih baik dan bertanggung jawab dibanding si tengil Vano!" jawab Adrian yakin.
"Tidak!" teriak Alvaro panik.
"Tidak!!" teriak Vino dan Amel bersamaan.
Tivana tersenyum dingin. Bila si Ratu sudah memutuskan tak ada yang bisa melawannya!
` "Tak ada penolakan. Pertunangan kalian akan diadakan minggu depan sebelum mom dan dad ke Eropa."
Bersambung