MPB ~ 08

2202 Kata
Kali ini Vania pergi menemui kliennya di kantor kliennya yang letaknya agak ke pinggiran kota. Dari awal Vano yang mengantarnya sudah gak feeling terhadap klien satu ini. "Kok aneh sih, Yang.. ketemuan di tempat yang terpencil seperti itu! Paling mereka itu perusahaan gak benar!" tuduh Vano. Vania melirik kesal, bocah ini gak sadar diri banget sih! Secara dia itu kan cuma supir freelance, bukan boss-nya yang berhak mengkritisi hasil kerjanya! "Meski lokasi kantor mereka nyempil begitu, tapi kerja mereka bagus kok. Mereka prof. Dan lagipula apa urusan lo hingga gue mesti jelasin ke elo seperti ini?! Lo itu supir gue, Vano! Bukan boss gue." Vano mendengus kasar. "Gue bicara sebagai pacar elo, bukan supir elo!" "Elo bukan pacar gue!" Vania membantah ucapan Vano. "Secara resmi belum, Sayang. Tapi dibalik layar kita malah udah tidur bareng kayak pasutri," sahut Vano tengil. Vania malas menanggapi, makin diladeni makin sotoy brondong satu ini. Dia memasang kacamata hitamnya dan mencuri waktu untuk beristirahat. *** Pak Keleb itu partner bisnis yang sudah lama bekerjasama dengan perusahaan tempatnya bekerja. Jadi wajarlah Vania tak curiga sama sekali padanya, meski kali ini mereka bertemu di rumah pribadi pria itu di pinggiran kota. Jadi Vania meminta Vano menunggu di dalam mobil soalnya ribet kalau mengajak Vano masuk. Khawatirnya si brondong bisa mengacaukan pertemuan bisnisnya! Awalnya pertemuan berjalan lancar, seperti biasa Pak Keleb bersikap baik dan sopan. "Miss Vania, bagaimana kalau kita ngopi dulu?" tawar Pak Keleb ramah "Boleh Pak, terima kasih." Tanpa curiga Vania menerima tawaran baik itu. Saat Pak Keleb membawakan secangkir kopi untuk Vania, mendadak cangkir yang ia bawa miring hingga membuat cairan kopi hangat itu membasahi kemeja Vania. "Ya ampun. Maafkan kecerobohan saya, Miss Vania." Pak Keleb mengambil beberapa lembar tisu dan berniat membantu mengelap noktah kopi di d**a Vania. "Biar saya sendiri saja, Pak," Vania menolak halus sembari mengambil alih tisu di tangan Pak Keleb. "Miss Vania, maaf baju Anda jadi ternoda cairan kopi. Kalau tak keberatan saya akan memberikan anda baju ganti. Tak usah khawatir, itu kaus promo perusahaan kok." Vania merasa risih menggunakan pakaian yang kini terasa lepek dan lengket menempel di tubuhnya, jadi diterimanya tawaran Pak Keleb tanpa rasa curiga sama sekali. Ia mengganti pakaiannya di kamar ganti yang ditunjuk Pak Keleb. Baru saja Vania melepas kaus dalamannya, pintu penghubung ke kamar lain terbuka. Pak Keleb masuk dengan menampilkan wajah mesumnya. Spontan Vania menjerit sambil menutupi dadanya dengan bajunya. "Pak Keleb! Apa yang Anda lakukan?!" "Miss Vania, bagaimana kalau kita bersenang~senang sejenak? Bila Anda dapat memuaskanku, maka aku bisa memenuhi keinginan Anda. Anda ingin apa? Mobil? Rumah? Perhiasan?" Vania membelalakkan matanya, dia nyaris tak percaya Pak Keleb yang biasanya bekerja profesional berubah menjadi bandot tua!! "Jangan macam~macam, Pak! Saya tidak minta apapun. Kalau Anda berani menyentuh saya, saya tak akan segan~segan melaporkan Anda ke polisi," desis Vania marah. "Kita lihat siapa yang akan dipercaya polisi.. aku dengan tampilan sopan atau kamu dengan tampilan jalang!" tantang Pak Keleb. Pak Keleb mendesak dan memojokkan Vania ke dinding. Saat itu hanya satu nama yang diingat oleh Vania. "Vanoooo!" teriaknya keras. Brak!! Pintu kamar itu langsung hancur diterjang oleh tendangan Vano. "Vania!" Vano sangat terkejut melihat keadaan Vania, matanya membara menatap si biang kerok penyebab semua masalah ini! Vano jadi gelap mata. Bug. Bug. Bug. Bug. Vano memukul pria itu dengan membabi buta. *** Tivana sedang mencetak kue kering buatannya, ketika tiba~tiba Al memeluknya dari belakang. "Apa kukis ini lebih menarik dibanding diriku?" rajuk Al pada istrinya. Tivana mengulum senyum menyaksikan kelakuan alay suaminya. "Kamu lebih lezat dibanding kokies ini. Tapi kukis ini lebih renyah dan mengenyangkan." "Yah, masa aku dikalahkan sama benda ini?" gerutu Al tak terima. "Kamu alot, tak serenyah kukis ini. Tapi kamu membuatku merasa tak pernah kenyang. Aku selalu lapar akan dirimu, Al," rayu Tivana seraya mengelus rahang kokoh Alvaro. Wajah Al berubah sumringah, dibalikkannya tubuh Tivana hingga kini menghadap dirinya. "Bagaimana kau bisa menghujatku sekaligus melambungkanku, Sayang?" Tivana terkekeh geli, dia mengelus pipi Al dengan kedua tangannya. "Makanya jangan bersikap kaku dong, Sayang.. supaya gak dicap alot," sindir Tivana. "Pasti ini ada kaitannya dengan rencana pertunangan Vino dengan anak babon itu!" sembur Al kesal. "Anak babon itu punya nama, Sayang," tegur Tiv. "Ya sudah, terserah kamu saja," putus Al pasrah pada akhirnya. Dia sudah tak tahan lagi. Selama tiga hari ini Tivana tak mau didekatinya, ini gara~gara Alvaro menolak rencana pertunangan Vino. "Ya sudah apa?" ulang Tivana menegaskan. "Ya sudah, tunangkan saja anakmu itu!" ucap Al rada tak rela. Tivana tertawa geli melihat ekspresi Al yang menurutnya sangat menggemaskan. Cup. Dikecupnya bibir Al dengan lembut. "Makasih Sayang, akhirnya kamu mau mengalah." "Tapi tak usah dirayakan. Pertunangan mereka cukup dihadiri kita~kita saja," pinta Al sambil tersenyum licik. Siapa tahu ntar bisa putus di tengah jalan, jadi tak perlu diekspos di depan umum dulu. Pertunangan Tivana dengan Ardian saja dulu juga putus gegara ditelikung dirinya. Al tersenyum penuh kemenangan mengingat akan hal itu. "Kenapa senyum mencurigakan seperti itu?" tanya Tiv dengan pandangan menyelidik. "Gapapa, Sayang. Aku hanya membayangkan aktivitas ranjang kita nanti malam, kasih jatah ya. Kau sudah membuat juniorku menganggur tiga hari. Bisa karatan nih!" "Ck! Baru juga tiga hari," cemooh Tiv gemas. "Tiga hari itu lamaaaa, Sayang. Sama dengan 3 x 24 jam.. atau 72 x 60 menit. Ya ampun, kasihan juniorku terpaksa puasa panjang. Apa buka puasa sekarang saja ya, Sayang?" rayu Al. Al memeluk pinggang Tivana, lalu mengangkatnya dan mendudukkannya di meja dapur. Belum sempat Tiv protes, ia sudah membungkam mulut istrinya dengan ciuman panasnya. Vino yang baru masuk ke dapur cuma geleng~geleng kepala menyaksikan aktivitas panas itu. Ck! Papanya memang m***m akut, dia tak pernah mau mengerti sikon.. main nyosor saja! "Ehm, ehm," Vino sengaja berdeham untuk menarik perhatian pasangan didepannya itu. Tivana segera mendorong tubuh Al dan melompat turun dari mejanya. Tivana menggeram kesal saat mengetahui kukisnya sudah tak berbentuk lagi gegara tak sengaja didudukinya tadi. "Al, lihat gara~gara kelakuanmu.. kukisku hancur semua!" "Tenang saja, Sayang. Biar aku tanggung jawab. Aku yang akan mencetaknya." "Gak usah deh, pasti nanti bentuknya m***m semua!" rutuk Tiv gemas. Vino geleng~geleng kepala menyaksikan perdebatan mesra diantara kedua orang tuanya. "Maaf mengganggu kesibukan kalian Tuan Alvaro Dimitri dan Nyonya Tivana Dimitri, tapi aku harus menyampaikan berita penting," cetus Vino datar. "Oh maaf, Nak. Berita apa itu?" tanya Tiv sembari membereskan adonan kukisnya yang gagal cetak. "Vano ada di kantor polisi. Dia habis memukul orang," lapor Vino singkat. "What?! Bukannya dia sedang bekerja? Kenapa malah jadi tawuran ?" teriak Al berang. "Vano memukul pria yang berniat melecehkan staf perusahaan Daddy. Tapi dia gak mau ekspos itu di depan polisi. Maka dia jadi kambing hitam dan dituntut pria kurang ajar itu karena telah menyerangnya," Vino menjelaskannya dengan tenang. Berbeda dengan bapaknya, karakter Vino lebih tenang dalam menghadapi masalah. Kalau Al dan Vano sih sama saja, agresifnya keluar dulu setelahnya baru mencari penyelesaian. Lain dengan Vino, dari awal ia sudah merancang penyelesaian masalahnya begitu mengendusnya. "s**t!! Pria itu, bagaimana keadaannya?" tanya Al dingin. "Masuk rumah sakit. Opname. Dia gegar otak ringan dan patah tulang di beberapa tempat. Vano memukulnya dengan tongkat golf." "Bagus! Apa perlu kita mengirim orang lagi untuk menyempurnakan hasil kerjaan Vano?" sarkas Al keji. "Alvaro Dimitri!" tegur Tiv tegas. Kalau Tivana sudah memanggil nama lengkap seseorang, berarti ia sudah tak bisa mentolerir kelakuan orang itu. Alvaro hanya nyengir menanggapi teguran istrinya. "Vino, pergilah ke kantor polisi. Selesaikan semuanya dengan mulus. Kamu sanggup kan?" "Tentu saja, Dad!" dengus Vino karena merasa agak tersinggung seakan telah disepelekan kemampuannya. Dia baru saja akan pergi saat Tivana berkata padanya, "Vin, acara pertunanganmu tiga hari lagi. Hanya antar keluarga kita dan Amel, kau tak keberatan kan?" "Terserah Mommy saja," katanya dingin. Dia sadar percuma membantah keinginan kanjeng ratu, apalagi jika suami mesumnya sudah tak berkutik. *** Memang tepat bila Vino diberi label anak emas Alvaro Dimitri, dalam waktu singkat ia sudah bisa menyelesaikan masalah yang dibuat kakaknya yang berangasan itu.. Alvian Noel Dimitri. Sebelum berangkat ke kantor polisi Vino sudah mencari data~data tentang musuh yang akan dihadapinya. Dan ia langsung mengendus bisnis kotor orang itu. b******n itu memiliki jaringan prostitusi tingkat tinggi. Vino segera mengumpulkan bukti untuk mengancam balik orang itu. Yah itu semua berkat jaringan intelijen yang dibentuk Alvaro Dimitri. Al telah membentuk jaringan ini sejak lama untuk mengantisipasi musuh~musuh bisnisnya. Berkat jaringan ini, Alvaro disegani musuh dan partner bisnisnya. Vino baru menemui Vano setelah negosiasinya dengan pengacara Pak Keleb berakhir dengan kemenangan telak di tangannya. "Jadi dad menurunkan anak emasnya untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan anak tengilnya," komentar Vano saat melihat kedatangan adiknya. Vino hanya mendengus dingin. "Next, selesaikan masalahmu sendiri Vano. Aku sudah cukup sibuk dengan urusanku sendiri." Vano terkekeh geli sambil memeluk bahu adiknya. "Urusan pertunangan mendadak lo? Sial betul lo, Dik! Meski tak berbuat apa~apa tapi diminta bertanggung jawab. Sedang gue yang udah berbuat saja dilepaskan dari ikatan apapun. Hahaha.." Vino melirik tajam mendengar ucapan ambigu kakaknya. "Apa maksudmu? Kau melakukannya dengan Amel..?" "Tentu saja tidak. Bukan dengan gadis lo, Bro. Gue melakukannya dengan.." Hup! Mulut Vano dengan cepat dibungkam dengan dekapan tangan Vania. "Lo gak apa~apa, Van? Mereka melepaskan tuntutan ke elo, kan?" ucap Vania tak bisa menyembunyikan rasa khawatir dan kelegaannya "Tentu saja, Sayang. Kan sudah gue bilang gue pasti bisa lolos dari ancaman mereka. Masa lo gak percaya sama yayang sendiri?" sahut Vano setengah menggombal gebetannya. Vino mendengus dingin mendengarnya, sepertinya jurus ngegombal Vano sudah melebihi tingkat ayahnya! "Van, aku pergi dulu. Urusanku masih banyak," pamit Vino. Vano cuma melambaikan tangannya kearah Vino tanpa mengalihkan tatapannya dari Vania. Sedang Vania tersenyum grogi saat Vino mengangguk kecil untuk berpamitan padanya. "Adik lo dingin sekali ya, beda sama elo yang terlalu panas kemana~mana," komentar Vania sambil bergidik tak nyaman. "Nah sekarang baru lo mensyukuri dipilih orang macam gue kan." Ucapan narsis Vano dibalas jitakan di kepalanya oleh Vania. Vano hanya nyengir menanggapinya. "Yang, apa lo dari tadi nunggu gue disini?" "Iya Van, masa gue tega ninggalin lo disini?! Secara lo udah menolong gue. Thanks ya lo udah ngebelain gue. Juga karena lo udah jaga nama baik gue hingga lo yang justru jadi tertuduhnya." Vania menatap haru Vano, ia betul~betul mengatakan semua ini dari dasar hatinya yang paling dalam. "Yang, apa lo baru saja menyatakan cinta ke gue?" tanya Vano menggoda. Vania mencubit pinggang Vano gemas. Entah sejak kapan Vania mulai menerima kehadiran Vano di hidupnya. Cowok ini meski masih muda, sikapnya tengil dan nampak tak bisa serius, tapi dia tulus. Itu sesuatu yang langka bagi Vania. Pria~pria dalam hidupnya rata~rata b******k! *** Amel berjalan dengan perasaan tak nyaman. Mengapa sekarang suasana di sekolahnya berasa horror yah? Hampir semua cewek di sekelilingnya menatap benci, bahkan ada yang sengaja meludah di depannya! Ck! Ini pasti gegara ulah Vino. Dengan menjadikan Amel tunangan pura~puranya, cowok itu secara tak langsung telah membuat Amel dinobatkan menjadi publik enemy nomor satu bagi siswi sekolah SMA D'VITO. Ralat, bukan pura~pura lagi! Sebentar lagi mereka akan sungguh-sungguh bertunangan. Amel sedang berjalan halaman belakang sekolah, ketika mendadak ada lima cewek yang menghadang di depannya. Tatapan mereka nampak tak bersahabat. "Jadi ini cewek yang dipilih Vino menjadi pasangannya? Ck! Apa mata Vino lagi korslet?! Lo sama sekali gak sepadan untuk prince charming kita!" ada satu cewek berambut pendek yang berkata sinis sambil berkacak pinggang. Amel memandang dengan tatapan polosnya, "iya Kak, emang kita gak sepadan kok. Vino terlalu membosankan buat saya." "Apa?! Cewek ini keterlaluan sekali! Gak tahu diri banget!" "Hajarrrr aja, Ren!" seru cewek lainnya. Mendengar itu bukannya takut, Amel malah mengacungkan jarinya membentuk huruf V. "Peaceeee, Kak! Kita gak perlu berantem untuk ngerebutin Vino. Saya kasih cuma~cuma deh asal Vino bersedia." Ucapan polos Amel sontak membuat cewek~cewek itu tersinggung berat. Selanjutnya, Amel pun menjadi bulan~bulanan mereka. *** "Vino, cewek lo lagi dihajar gengnya Renny!" seru Bradley panik. Dia berlari menghampiri Vino yang sedang menyelesaikan urusan OSIS dengan Cinta, sekretarisnya. "Amel, maksudmu?" tanya Vino memastikan. "Iyalah, kayak cewek lo banyak aja!" jawab Bradley sebal. "Dimana mereka?" "Di halaman sekolah." Vino berlari secepat kilat menuju halaman sekolah diikuti Bradley dan Cinta. Benar saja, saat ia tiba disana Amel lagi dikerjain lima cewek yang dikepalai si Renny. Rambut Amel dijambak dan pipinya ditampar berkali-kali. "Hentikan!" bentak Vino menggelegar. Spontan Renny menghentikan tamparannya dan menoleh kearah Vino. Wajahnya berubah panik begitu menyadari tatapan Vino yang sarat hawa angkara murka tertuju padanya. Wajah tampan Vino yang biasa dingin tanpa ekspresi itu kini berubah seperti wajah pembunuh. "Vi-vino, aku cuma memberinya pelajaran. Mulut cewek ini lancang sekali! Dia bilang dia akan memberikanmu pada siapa saja yang mau, dia bilang kamu terlalu membosankan baginya!" adu Renny gugup. Wajah Vino terlihat semakin dingin. Renny merasa sedikit diatas angin. Ia makin bersemangat menjelek-jelekkan Amel. "Vino, cewek ini gak pantas buatmu! Dia sama sekali gak menghargai kamu!" "Amel adalah tunanganku, biar aku yang mengurusnya. Kalian tak berhak menyentuhnya, apalagi melukainya seperti ini!" ucap Vino dingin. Vino mendekati Amel dan dia menarik pinggang Amel hingga gadis itu jatuh dalam pelukannya dengan posesif. "Gadis ini adalah milikku! Siapa yang berani menyentuhnya akan berurusan denganku. Dan kalian akan menyesal bila telah berurusan denganku karena aku tak mengenal kata maaf," ucap Vino dengan nada mengancam. Semua yang mendengarnya mendadak merasa dingin hingga tak sadar bergidik. Seakan mereka sedang berhadapan dengan malaikat pencabut nyawa saja! Bahkan Amel melongo sambil menatap Vino intens. Baru kali ini Amel melihat sisi kejam Vino dan mendadak jantungnya berdenyut liar. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN