Vania memasuki resto mewah yang di maksud bossnya.
Uh, ngerepotin amat sih big boss satu ini. Perlu tanda tangannya saja mesti nguber kemari. Tapi bagaimana lagi, dia sedang butuh sekali. Meeting dengan kliennya dimajukan sehari, jadi dia terpaksa kerepotan dengan urusan minta acc mendadak untuk klausal perjanjian antar dua perusahaan.
Vania melangkah masuk kedalam restoran hingga ia mendengar suata yang amat dikenalnya. Langkahnya serentak berhenti. Ia memandang tiga makhluk yang amat menarik perhatian. Ada satu gadis cantik yang sangat imut, baby face tapi dengan tubuh yang sangat indah. Juga dua pria yang amat tampan, modis, tinggi dan gagah. Mereka terlihat sempurna, bagai artis film yang sedang syuting.
Terutama dua cowok itu, semua cewek di resto ini rasanya kompakan mencuri pandang kearah mereka. Yang satu terlihat dingin namun misterius. Sedang yang lain nampak tengil dan slengean. Dia orang yang sering merecoki Vania akhir~akhir ini.. Vano! Dia terlihat sangat nyaman dan bahagia berinteraksi dengan gadis imut yang dipangkunya itu. Gadis itu nampak sangat ceria dan begitu manja pada Vano.
Shit! Dasar playboy kutu kupret. Bisa saja Vania dikibuli oleh brondong satu ini! Dia bertingkah seakan Vania adalah satu~satunya wanita yang dikehendakinya, padahal di luar sana ia main gila dengan cewek lain! Vania bertekad tak mau terjerat dalam pesona bocah donjuan ini lagi.
Sambil menghela napas berat, Vania berjalan masuk mencari big bossnya. Pak Alvaro Dimitri ditemukan sedang asik memangku seorang cewek dan mencumbunya dengan mesra. Duh, boss satu ini, apa dia tak malu selingkuh didepan umum begitu vulgarnya?! Laki~laki dimana saja sama, m***m semua! Pikir Vania sinis.
"Ehmm, ehmm," Vania berdeham untuk memberi kode kehadirannya.
"Dad, ada orang," cewek itu berusaha menghentikan ciuman panas mereka.
"Bentarrrr, Yang.."
Vania masih disuguhi pemandangan error itu hingga beberapa menit kedepan. Duh, hot banget sih boss ganteng satu ini.
Saat Alvaro menghentikan ciumannya, sikapnya terlihat biasa saja dan sangat pede, beda dengan cewek itu yang nampak malu dengan pipi merona merah.
"Ya, ada apa?" tanya Pak Alvaro enteng, tangannya terulur membenahi lipstik yang belepotan di bibir cewek itu.
"Saya Vania, Pak. Vania Cassandra."
"Ah, urusan tanda tangan itu. Untung saya lagi hepi, kalau tidak saya tak melayani permintaan mendadak seperti ini," kata Pak Alvaro datar.
"Maaf Pak. Klien saya mendadak merubah jadwal meeting."
"Ya sudah, mana dokumennya?" pinta Alvaro yang tak mau membuang waktu.
Vania memberikan dokumen yang dibawanya, Alvaro menandatanganinya tanpa memeriksanya. Kentara banget dia ingin cepat menyelesaikan urusan ini dan mungkin kembali nana-nini dengan selingkuhannya ini.
"Bapak tidak memeriksanya?" tanya Vania setengah menyindir.
"Saya sudah memeriksanya via email yang dikirim Christian," jawab Al ketus.
Ow, kirain bossnya ini mendadak dodol gegara urusan mesumnya ini. Ck, tak mungkin juga sih. Kalau tipenya seperti itu kan tak mungkin multi perusahaanya merajai dunia bisnis.
"Saya permisi Pak, Mbak." Vania berpamitan pergi.
"Vania.." si mbak itu tiba~tiba memanggilnya, "Vania Cassandra.. apa betul kamu dulu tinggal di panti asuhan Melati? Maaf kalau saya salah mengenali," cewe itu bertanya lembut padanya.
Vania membelalakkan matanya, tak ada yang mengetahui kenyataan itu sepanjang hidupnya. Siapa cewek ini? Vania menatap dengan intens cewek cantik didepannya. Wajahnya sepertinya tak asing..
"Nia? Kamu sudah tak mengingatku?" Cewek itu tersenyum lembut.
Mendengar panggilan itu, mendadak Vania tahu siapa cewek itu.
"Tante Tivana!"
Mereka berdua berpelukan hangat. Tivana menangis terharu karena dapat bertemu dengan gadis yang dulu amat disayanginya ini!
"Tante dulu sempat mencarimu lagi, Nia. Tante ingin mengadopsimu, tapi kau tiba~tiba menghilang."
"Bibiku datang mengambilku, Tante. Sejak itu aku tinggal bersama keluarga mereka. Tante, bagaimana kabar Om Ardian?" tanya Vania ingin tahu.
"Baik, besok dia pulang setelah menyelesaikan urusan bisnisnya di Jepang," jawab Tivana riang.
"Ow, anak kalian sudah berapa?" tanya Vania lagi.
Alvaro melotot garang mendengarnya, lalu berkata dengan ketus, "Vania, dia ini istriku! Jangan kau kaitkan dengan si Ardian b******k itu!"
Jleb! Vania sontak merasa malu tak terkira. Jadi Tante Tivana ini istri Pak Alvaro Dimitri! Ternyata dia salah sangka. Seingatnya Tante Tivana dulu adalah tunangan Om Ardian dan mereka sangat serasi juga begitu mesra. Tante Tivana bahkan pernah mengaku bahwa cinta matinya hanya tertuju pada Om Ardian. Tak salah kan Vania mengira mereka masih bersama? Apalagi tadi Pak Alvaro mengesankan tingkahnya sebagai pria m***m yang sedang asik bercengkrama dengan selingkuhannya!
"Ma-af, Pak. Saya salah paham," cetus Vania malu.
"Anak Ardian tak ada kaitannya dengan Tivana. Anak Tivana itu kaitannya sama saya. Saya pemegang saham tunggal saat mencetak mereka, ngerti?!" semprot Al menegaskan dengan begitu vulgarnya.
Tivana mencubit pinggang Al saking kesalnya. Itu mulut tak bisa dijaga ya! Suka sekali bicara seenak udelnya.
Vania makin merasa malu gegara tingkah Alvaro yang sepertinya ingin menumpahkan rasa dongkolnya pada gadis itu.
"Sudah Al, kau membuat Nia merasa tak nyaman. Nia, boleh minta kontakmu? Tante ingin bertemu denganmu lagi, kau harus sering~sering mengunjungi rumah kami ya," pinta Tivana tulus.
Vania mengangguk senang. Akhirnya dia bisa bertemu dengan Tante Tivana yang sering dirindukannya dari dulu.
***
Tengah malam Amel terbangun dari tidurnya, mendadak ia merasa haus. Sambil berjingkat~jingkat ia turun ke dapur, hendak mengambil minum.
Di dapur, ia menemukan Vino yang asik makan mie instan dari cup-nya langsung. Ih, jadi pengin juga. Tak sadar Amel menelan liurnya.
"Kenapa? Kamu pengin kan?" celetuk Vino tanpa menoleh.
"Bagi dong," pinta Amel.
"Bikin sendiri. Mau enaknya saja!" tolak Vino mentah-mentah.
Pelit. Sambil menggerutu Amel mencari mie instan di lemari dapur. Yaelah, gak ada. Amel kembali memandang Vino dengan tatapan mupeng. Vino jadi tak tega juga.
"Nih.." Dia menyodorkan sisa mie instan yang dimakannya.
Amel menerimanya dengan sumringah.
"Makacihhh, Kulkasku sayang."
Vino mendengus dingin.
Amel melahap mie instan itu dengan semangat. Tak lama kemudian mie itu sudah ludes masuk perutnya. Ia menyambar botol minum yang tadi dipakai Vino dan menghabiskannya dalam sekali teguk. Setelahnya gadis itu bersendawa keras.
"Ck, tak sopan sekali kamu," cemooh Vino.
"Biarin. Paling enggak aku masih pakai baju lengkap. Kamu lebih gak sopan, masa berkeliaran toples gitu," balas Amel tak mau kalah.
Vino emang lagi telanjang d**a, dia cuma mengenakan celana training panjang. Ac kamarnya rusak hingga ia merasa gerah dan sulit tidur. d**a Vino yang bidang jadi mengkilap karena keringat. Hal itu membuat tampilan Vino terlihat semakin seksi. Amel jadi jengah menyadarinya. Duh, sudah lama juga ia tak melihat Vino toples begini, kok perasaan cowok itu semakin maskulin saja?
Duh! Mending balik kamar deh daripada pikirannya makin melantur, pikir Amel grogi.
"Bubay, aku bobok dulu ya." Amel pamit duluan.
Vino ikut meninggalkan dapur. Mungkin dia juga mau balik tidur. Kamarnya kan berada di lantai dua, jadi Amel tak merasa aneh saat Vino mengekor di belakangnya. Memang yang ada di lantai bawah cuma kamar utama milik Dad Alvaro dan Mom Tivana.
Amel baru saja mau menutup pintu kamarnya ketika Vino ikut masuk kedalam kamarnya.
"Mau ngapain disini? Aku mau tidur!" usir Amel.
Vino tak berkata sepatah katapun, cowok itu justru merebahkan dirinya di ranjang Amel.
"Vino, ayo keluar!" bentak Amel sambil menarik lengan Vino.
Bukannya beranjak bangun, Vino malah menarik lengannya kuat hingga Amel terdorong ikut jatuh ke ranjangnya.
"Diam kamu! Ac kamarku rusak. Aku numpang tidur disini," kata Vino sembari memejamkan matanya.
"Enggak, kamu tidur sama kak Vano gih!" elak Amel.
"Si tengil itu mengunci kamarnya. Dan dia kalau tidur kayak kebo, gak bisa dibangunin. Bawel kamu, sharing tempat tidur aja gak mau. Lagian, ini kan rumahku!" tandas Vino.
Perkataan pedas Vino membuat Amel tak berani memprotes lagi. Yaiyalah, dia disini kan statusnya menumpang.. meski sudah dianggap keluarga sendiri. Sialan si kulkas! Ngomongnya gak enak benar.
Tidur bersebelahan dengan Vino membuat Amel merasa kurang nyaman, apalagi cowok itu dalam keadaan toples begitu. Ih, menggoda iman saja.
"Vin, udah tidur?" celetuk Amel pelan.
Vino tak menjawab, pasti dia sudah tidur. Enak saja ia tidur lelap setelah menjajah tempat tidur orang!
"Gak pakai baju lagi, bikin aku gak bisa tidur aja," Amel ngedumel pelan.
"Kok sekarang Vino berubah seperti ini ya? Dulu perasaan dia gak macho deh. Dulu dia anak mami yang cengeng abis."
Amel jadi asik memperhatikan wajah Vino. Lalu jarinya mulai iseng menelusuri wajah yang terpahat indah itu.
"Alis yang tebal, mata yang indah, hidung mancung, pipi tirus, rahangnya juga kokoh, bibirnya.. hm, seksi juga dan kissable banget." Amel menyentuh ringan bibir Vino.
Amel tak sadar telah mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya.
"Apa ini yang bikin cewek~cewek di sekolah tergila~gila padanya? Banyak yang gemas padanya, mereka bilang bibir Vino pasti enak dicium."
Amel terkekeh geli mengingat kegilaan cewek~cewek di sekolahnya pada sosok di depannya. Lalu ia kembali teringat saat bibirnya tak sengaja bersentuhan dengan bibir Vino. Rasanya aneh, waktu itu ia tak bisa menggambarkan apa yang dirasakannya.
Apa coba kucium dia sekali lagi untuk memastikan apa yang kurasakan saat itu? Mumpung si kulkas gak sadar, pikir Amel usil. Amel melirik Vino untuk memastikan bahwa cowok itu masih tertidur lelap. Amannn. Amel mendekatkan bibirnya ke bibir Vino dan mengecupnya ringan.
Cup.
Gila! Hatinya berdetak kencang. Apa gegara ia tegang sudah mencuri ciuman orang saat tidur? Amel membalikkan tubuhnya membelakangi Vino. Wajahnya merona merah karena malu. Ia memukul kepalanya pelan sambil memaki~maki dirinya sendiri.
"Amel bodoh! Amel nakal! Amel m***m! Amel.."
"Pencuri!" sambung suara yang terdengar diatas kepalanya.
Spontan Amel menoleh dan tersentak begitu melihat Vino sudah berbaring miring dekat tubuhnya. Kepala cowok itu ada diatas kepala Amel ditumpu oleh tangannya.
"Astaga! Kamu belum tidur dari tadi?!" sembur Amel terperanjat.
"Bagaimana bisa tidur? Ada yang memandangku dengan tatapan panasnya, lalu seperti ada ulat yang merambat di wajahku. Terus terakhir, ada pencuri nekat yang merasakan manisnya bibirku."
Vino terus menatap intens wajah gadis yang berbaring di bawahnya. Amel terlihat menggemaskan sekali dengan wajah meronanya, tatapan malu dan rasa bersalahnya, juga bibir mungilnya yang sedikit bergetar karena grogi.
Mengapa Vino jadi tergoda ingin menggigit bibir sensual itu? Ck! Dia sudah gila, seharusnya Amel bukan seleranya. Gadis itu memiliki banyak kekurangan. Dia bukan termasuk murid pintar.. nilainya pas~pasan, dia ceroboh, dia childish, dia tak bisa berpikir panjang dan masih banyak kekurangan lainnya. Dan Vino adalah penggila kesempurnaan! Dia telah merancang hidupnya secara sempurna. Sosok Amel yang banyak kekurangannya tidak ikut ambil bagian dalam rancangan masa depannya!
"Ih, jangan geer kamu! Aku cium kamu tadi cuma untuk membuktikan omongan cewek~cewek di sekolah kita. Kata mereka bibirmu enak dicium," jelas Amel dengan polosnya.
"Lalu, apa mereka benar?" pancing Vino.
"Salah! Bibirmu tak enak dicium. Kaku. Dingin. Kayak kulkas. Besok akan kuberitahu mereka tentang hal ini," ejek Amel.
Sial. Vino jadi ingin melumat bibir Amel untuk membuktikan ejekan itu tak benar. Tapi untung logikanya masih berjalan baik.
"Ya, katakan saja pada mereka semua sehingga mereka berhenti mengusikku lagi!"
Vino memang sudah merasa muak dengan ulah para penggemarnya itu. Dan ia merasa amat sangat terganggu selama beraktivitas di sekolah.
"Dan katakan juga pada mereka bahwa kau adalah tunanganku!"
"Apa?! Itu gak benar!" pekik Amel kaget.
"Bukankah kau yang menyebabkan rumor itu ada?" sindir Vino, "jadi bertanggung jawablah. Berpura~puralah jadi tunanganku."
"Mengapa aku harus melakukannya untukmu? Enak saja!"
"Jangan geer, kamu bukan seleraku Amel. Aku memintamu melakukan ini supaya cewek~cewek sialan itu berhenti mengangguku!" tegas Vino.
"Lalu apa untungnya buatku?" tanya Amel dengan bibir manyun.
"Kamu mau apa?" Vino balas bertanya.
Amel berspekulasi, ada satu benda yang sudah lama diincarnya.
"Bagaimana kalau i~phone?"
"Pemeras!" Vino menoyor kepala Amel.
"Worth~it lah! Namaku kan tercemar gegara jadi tunanganmu!"
"Tercemar apanya? Kamu seharusnya bangga jadi tunanganku. Aku siswa paling tenar di sekolah."
"Apaan?! Lebih terkenal Kak Vano!" bantah Amel.
"Bagaimana, mau enggak? Kamu menolak juga gapapa, kan aku gak rugi apapun," imbuh Amel sok jual mahal.
"Oke, deal! Mulai besok kamu tunanganku. Ingat, jangan terlalu agresif mendekati Vano. Kamu itu tunanganku, bukan tunangan dia!"
"Iya, iya, tenang aja," kata Amel sok serius.
Modusin Kak Vano kan bisa di rumah. Di sekolah biarlah dia berurusan sama Vino. Demi i~phone mahal incarannya!
***
Drttt.. drttt..
Ada notifikasi pesan masuk di WA Vania.
Brondong Gigolo
Yang, kok tadi pulang duluan? Gue jemput tadi lo udah gak ada!
Me
Gak ada yang nyuruh lo jemput!
Brondong Gigolo
Yaelah Yang, kan seharusnya lo udah tahu kalau tiap hari gue jemput. Elo marah? Kenapa Yang?
Me
Ngapain marah ama elo? Gak level. Lo mau pangku cewek kek, mau ngapain kek.. gue gak peduli!
Brondong Gigolo
Nah kan.. ngambek. Lo ada dimana?
Me
Ngapain tanya? Bukan urusan elo!
Brondong Gigolo
Yah urusan gue lah. Elo kan cewek gue yang lagi ngambek. Gue mau kesono, pengin ngerayu elo..
Me
Gak usah pakai acara ngerayu segala. Gue jijik tauk!
Brondong Gigolo.
Kasih tahu gak alamat elo?! Lo gak kasih tahu, rekaman percakapan kita saat mau ML gue sebarin di kantor!
Me
Bangsat! Gila lo!
Terpaksa Vania memberitahu alamatnya. Biarlah, ntar saat ketemu gue gampar dia, pikir Vania kesal.
Dia lalu merubah identitas Vano di kontak person-nya.
Dari Brondong Gigolo menjadi Brondong Gila!
Bersambung