“Terima kasih, Pak Fairel!” Parveen tersenyum lebar berdiri tepat di depan pintu apartemen miliknya. Ia bisa saja meminta lelaki itu datang untuk mampir, tetapi hari ini cukup lelah. Mengingat Parveen banyak menghabiskan energi dengan memikirkan hal-hal di luar kendalinya, termasuk menyukai Fairel. Entah sejak kapan dirinya menyukai lelaki itu, tetapi yang pasti semua tindakan Fairel tadi membuat Parveen seakan memiliki kesempatan untuk mendekati lelaki itu. “Kalau begitu, aku pamit dulu,” ucap Fairel tersenyum tipis melihat raut wajah Parveen yang benar-benar lelah. Parveen memilin bibirnya hingga menipis. Ingin sekali dirinya mengusir lelaki itu segera pergi, tetapi jauh dari dalam lubuk hatinya merasa berat hati merelakan Fairel pergi. “Apakah aku boleh meminta segelas air?” celetu