Langkahku tersurut. Cerita yang dia perdengarkan tentang hidupnya di masa lampau, juga perbuatannya bersama Ninik seketika terngiang kembali. Tidak bisa disangkal, aku takut dia berbuat yang tidak senonoh. "Boleh bapak masuk, Nduk?" Suaranya lembut. Namun, jijik kudengar. Kutahan daun pintu agar tidak terbuka lebih lebar. "Bapak mau apa?" tanyaku gemetar. Jantungku berdebar takut. "Bapak ingin bicara sedikit," jawabnya sambil tetap berdiri tenang. Ingin membicarakan apa lagi? Belum tuntaskah pembicaraan di kantor polisi tadi pagi? Mengapa harus datang malam-malam? "Maaf. Tidak elok Bapak datang malam-malam. Bapak laki-laki, saya perempuan. Jika ingin bicara, datang saja besok siang." Merasa khawatir, aku mencari alasan agar laki-laki itu tidak masuk. "Laki-laki yang ini bapakmu,