Samar-samar Viola mendengar suara beberapa orang berbicara. Entah ini ada di mana, yang pasti Viola kini sedang mengumpulkan ingatannya. Ya, bagaimana bisa ia memejamkan mata di tengah kesibukan orang-orang di sekitarnya. Apa yang sedang Viola lakukan sekarang?
Perlahan Viola mengerjap-ngerjapkan matanya. Mungkinkah ia tertidur? Sejak kapan? Selain itu, sekarang dirinya ada di mana? Berbagai pertanyaan terus memenuhi benaknya.
Masih berusaha membuka matanya, tiba-tiba Viola tersadar bahwa seharusnya hari ini dirinya menikah. Ya, menikah! Astaga ... ini jam berapa? Jangan sampai pernikahannya batal.
Sontak Viola terduduk. Matanya kini sudah terbuka sepenuhnya. Viola ingat tadi dirinya pingsan karena begitu syok dan takut kalau dugaan penipuan pernikahan ini terbukti. Apalagi dirinya sudah amat percaya pada Bram.
Tunggu, apa Viola kini berada di rumah sakit? Saat dirinya pingsan, orang yang menolongnya kemungkinan membawanya ke rumah sakit atau setidaknya ke klinik terdekat.
Jika iya ... anehnya, orang-orang asing yang Viola lihat di ruangan ini tidak mengenakan pakaian khas tenaga kesehatan. Selain itu, tempatnya tidak seperti ruang rawat. Sebenarnya ini di mana?
"Mbak Viola ... Mbak sudah sadar?" tanya seorang wanita dengan begitu ramahnya.
Sejenak Viola memperhatikan wanita tersebut. Sebisa mungkin Viola mengingat, ia tidak tahu siapa wanita yang baginya sangat asing itu. Masalahnya, kenapa wanita itu tahu namanya? Juga, siapa orang-orang yang tampak sibuk dengan urusannya masing-masing?
"Maaf, kamu siapa?" tanya Viola pelan. Sungguh, ia masih belum bisa mencerna keadaan aneh ini.
"Ah iya, saya lupa memperkenalkan diri. Saya Rika, make-up artist yang baru aja selesai merias wajah Mbak Viola. Ah, maksudnya hampir selesai."
Tentu saja Viola terkejut sekaligus senang. Jangan-jangan dugaan penipuan tadi hanyalah mimpi buruk dan sekarang Viola benar-benar akan menikah dengan Bram.
Sekarang Viola tahu dirinya berada di mana. Benar, ini adalah kamar ganti khusus pengantin sekaligus tempat menata riasan.
"Aku jadi menikah?" tanya Viola seakan menemukan harapan yang semula sirna.
"Iya, tentu. Masa nggak jadi, sih? Udah cantik gini," balas Rika. "Tinggal menata rambut dan menyempurnakan area mata Mbak Viola."
Viola memperhatikan tubuhnya yang kini sudah berbalut gaun mewah dan mahal. "Jadi kalian bantu aku pakai gaun ini saat aku nggak sadarkan diri?"
"Iya, Mbak. Saya dan tim nggak punya pilihan lain terlebih waktu terus berjalan. Maaf kalau hal ini bikin Mbak Viola nggak nyaman. Saya bahkan sudah merias wajah Mbak Viola."
"Kalau boleh tahu, sekarang jam berapa?"
"Jam sembilan lewat. Itu artinya, kurang dari satu jam lagi pernikahan akan dilaksanakan. Jadi, mari saya tata rambutnya."
"Astaga. Baiklah kalau begitu, ayo dimulai. Saya mau rambutnya ditata sebaik mungkin, ya. Ini hari spesial. Saya mau jadi yang tercantik, khususnya bagi pria istimewa yang akan menjadi suami saya." Viola tersenyum. Wanita itu membayangkan Bram akan terpesona seperti biasa. Ah, bisa-bisanya tadi Viola pingsan karena syok, padahal sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Terbukti dirinya akan menikah sekarang. Tidak ada tentang Bram yang tiba-tiba tak ada kabar, juga tim wedding organizer yang menipunya. Hal mengerikan seperti itu memang seharusnya jangan sampai terjadi.
Selama beberapa saat penata rambut fokus mempercantik penampilan rambut Viola. Sedangkan Viola yang sedang berbahagia, tidak henti-hentinya tersenyum sambil menatap pantulan dirinya di cermin.
Sejujurnya Viola masih tidak habis pikir, bisa-bisanya tadi pagi hampir percaya dengan hal konyol yang seharusnya mustahil.
Beberapa menit berlalu, Viola sudah selesai semuanya. Bersamaan dengan itu, seorang wanita tiba-tiba masuk dan berbisik pada Rika.
Tak lama kemudian, Rika langsung memberi instruksi pada timnya untuk keluar dari ruangan ini.
"Mbak Viola, karena sudah selesai kami pamit dulu, ya. Kami akan bersiaga dekat pelaminan agar bisa cepat kalau sewaktu-waktu butuh untuk merapikan riasan Mbak," jelas Rika.
Viola pun tersenyum. "Thanks ya semuanya terutama Rika. Aku bisa secantik ini berkat kalian."
Rika dan timnya pun keluar. Kini hanya tersisa Viola dan wanita yang berbisik pada Rika tadi. Rupanya wanita itu merupakan salah satu tim wedding organizer.
Baru saja Viola hendak mengambil ponselnya dalam tas untuk menghubungi beberapa temannya yang akan menjadi bridesmaid, tiba-tiba wanita tadi berbicara.
"Maaf Mbak Viola, calon pengantin pria ingin berbicara empat mata dengan Mbak. Kalau Mbak mengizinkan, saya akan mempersilakan beliau masuk ke ruangan ini."
Viola pun menoleh. "Memangnya kami boleh bertemu sebelum menikah?"
"Tentu boleh, siapa yang melarang?"
"Oke, kalau begitu suruh dia masuk ke sini." Viola jadi tidak sabar ingin mempertanyakan kenapa dari semalam Bram sangat sulit dihubungi. Apa ponselnya kehabisan baterai? Bahkan sampai sekarang chat-nya masih centang satu.
Sesibuk itukah pria yang hendak menikah sampai sulit sekali dihubungi? Orang mungkin berpikir Bram kabur karena tidak ingin menikah dengan Viola. Ah, untung saja itu hanya ketakutan Viola semata karena nyatanya pria itu kini ingin berbicara empat mata sebelum mereka benar-benar berstatus sebagai suami-istri.
"Baik, Mbak. Saya pamit."
Tak lama kemudian, terdengar suara pintu yang ditutup dari luar. Disusul suara pintu yang dibuka lagi. Dan kali ini suara khas sepatu pria mulai terdengar. Satu hal yang Viola sadari, sepertinya Bram memakai parfum yang berbeda. Sungguh, aromanya tampak asing bagi Viola. Mungkinkah karena ini hari spesial sehingga Bram ingin tampil beda?
Viola sengaja tidak menoleh, sementara suara langkah semakin mendekat ke arahnya. Viola ingin pura-pura merajuk sejenak karena tingkah Bram menonaktifkan ponsel sehingga nyaris membuat Viola frustrasi semalaman hingga pagi.
Saat Viola menatap Bram melalui cermin, tiba-tiba ia merasa ada yang janggal. Dari posisinya duduk, Viola memang tidak bisa melihat wajah Bram. Ia hanya bisa memperhatikan tubuh pria itu saja. Pakaian yang Bram kenakan bukanlah pakaian saat mereka melakukan fitting. Tunggu, bahkan gaun mewah yang Viola pakai pun tidak sama dengan saat fitting, meski sangat pas sekali di tubuhnya. Sebenarnya apa yang terjadi?
Hal yang membuat semakin janggal adalah ... postur tubuh Bram tampak berbeda. Apa karena Viola melihat melalui cermin sehingga ada perbedaan dari aslinya?
Viola pun secepatnya berdiri dan memutar tubuhnya agar bisa berhadapan dengan Bram. Betapa terkejutnya ia saat menyadari pria yang berdiri di sana bukanlah Bram. Ini seperti mimpi di siang bolong.
Tadi tim wedding organizer mengatakan calon suami Viola ingin berbicara empat mata. Apa mereka tidak salah? Viola bahkan tidak mengenal pria tersebut.
"Maaf, kamu siapa?" tanya Viola dengan perasaan yang tidak enak, seolah hal buruk terpampang di depan mata. "Mana Bram? Kenapa bukan Bram yang masuk?"
"Saya Reyhan. Calon suami kamu," jawab pria itu.
Calon suami? Kenapa bukan Bram? Apa ini masuk akal? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?
Viola sampai bertanya-tanya, apakah ini benar-benar mimpi? Anehnya ... semua terasa nyata.