BAB 5

1613 Kata
Andhara, Gadis cantik yang sejak pertamakali  Steff lihat tinggal di paviliun rumah Mama Risa, sebenarnya sedikit menarik perhatian nya. Bukan karena terpesona pada pandangan pertama melainkan karena gadis itu yang sudah menyedot semua perhatian Mama Risa. Bahkan yang Steff lihat mama Risa memperlakukan Dara lebih dari sekedar anak. Steff saja yang anak kandungnya kalah pamor dengan gadis itu. Mama Risa menjadikan gadis yang biasa dipanggil Dara sebagai sekretaris sekaligus asisten pribadi nya. Selama ini Steff beberapa kali kerap bertemu gadis itu entah saat di kantor Mama Risa atau saat ia sedang bertandang ke rumah mama. Steff sendiri sejak lulus kuliah memutuskan untuk tinggal sendiri di Apartemen. Steff merasa malas sekali jika harus tinggal di rumah mama Risa yang sudah pasti ada Pak Tua itu. Entahlah hingga detik ini pun Steff belum bisa menerima kehadiran Pak Tua yang merupakan suami baru Mama Risa. Athario Choi, papa kandung Steff pria keturunan asli korea meninggal dunia saat Steff baru menginjak tahun kedua masa kuliah nya. Saat itu Steff yang sedang mengenyam study di Harvard University bersama sahabat baik nya yang tak lain adalah Malvino Revaldy. Papa Steff meninggal karena penyakit yang telah beberapa tahun di derita nya. Sebenarnya Steff sudah bisa menerima kepergian sang papa sekaligus teman terbaik dalam hidup nya selama ini. Steff yang merupakan anak tunggal begitu dekat dengan papa nya. Papa yang selalu mengajarkan Steff berbagai hal. Mereka selalu bersama, berolahraga bersama, nonton atau tiap weekend meraka sering menghabiskan waktu untuk berlibur. Belum juga genap setahun Papa nya meninggal, mama Risa memutuskan untuk menikah lagi. Menikah dengan lelaki yang dibilang sebagai sahabat papa Atahrio. Lelaki yang selalu dijuluki Pak Tua meski sebenarnya usianya baru setengah abad. Tapi entah rasanya Steff tak terima melihat mama nya yang begitu mudah menghianati almarhum sang papa. Steff marah, Steff muak, dan sejak saat itu Steff menjadi benci sama mama Risa dan juga si Pak Tua suami baru mamanya. Selama sisa masa kuliah nya tak sekalipun Steff mau pulang ke rumah mama nya. Biaya kuliah serta biaya hidup Steff selama di Harvard masih rutin ditransfer oleh mama Risa. Akan tetapi Steff enggan memakai uang tersebut dan dia lebih memilih berusaha dan bekerja sendiri. Bersama Malvino, Steff mendirikan sebuah coffe Shop yang akhirnya mampu menopang biaya hidupnya selama berada di negeri orang. Tidak hanya itu saja. Steff dan Malvino hingga bisa mempunyai beberapa resto khas korea di daerah Jakarta. Selama ini setiap kali Steff pulang ke Indonesia, rumah Malvin lah yang selalu menjadi tujuan Steff untuk pulang hingga akhirnya Steff mampu membeli apartemen sendiri. Selepas kuliah om Aldy yang tak lain adalah papa Malvino menyerahkan perusahaan pada Steff dan Malvin. Mereka berdua dipercaya mengelola perusahaan keluarga sementara om Aldy lebih memilih mengurus yayasan sosial yang keluarga mereka miliki. Malvino menjabat sebagai CEO sementara Steff dipercaya menjadi direktur keuangan. Tapi karena Steff tak enak hati pada keluarga mereka yang begitu baik kepada nya, akhirnya Steff lebih memilih untuk mengambil jabatan sebagai Manager Accounting. Bukan Direktur. Beberapa bulan lalu tiba- tiba Mama Risa mendatangi Steff. Untuk yang kesekian kali wanita yang telah melahirkan nya ini meminta pada Steff agar mau mengurus perusahaan peninggalan papa nya. Sebenarnya bukan karena Steff tidak mau menggantikan posisi sang mama memimpin perusahaan, melainkan karena perusahaan itu telah banyak perubahan disana sini. Dan pelakunya adalah Pak Tua suami baru mama Risa. Mana Steff bisa bekerja dibawah tekanan dari orang yang dia benci. Hingga sebuah penawaran mama ajukan. Steff boleh menolak mengurus perusahaan asalkan dia mau menikah. Dengan alasan usia Steff yang sudah kepala tiga hingga keinginan mama yang katanya ingin mempunyai cucu darinya dan alasan lain-lain lagi. Sudah ingin menolak keinginan mamanya, tapi mengingat Steff yang baru saja patah hati mungkin tak ada salahnya menerima tawaran mamanya. Selama ini Steff memang kurang beruntung dalam urusan percintaan. Berbeda dengan sahabatnya Malvino yang selalu beruntung dalam urusan asmara. Dan gara -gara Malvino juga Steff patah hati. Bagaimana tidak jika perempuan yang disukai oleh Steff ternyata adalah istri dari Malvin. Memang keterlaluan sahabatnya itu, Malvin dengan kurang ajar nya menyembunyikan pernikahan nya dengan perempuan cantik bekas karyawan Steff di kantor. Steff akui jika istri Malvin begitu cantik, tak heran jika Steff pun menyukai wanita itu. Awalnya Steff begitu terpesona dengan staff baru di divisi accounting. Seorang perempuan cantik dengan wajah menentramkan yang mampu memikat hati  saat pertama kali berkenalan. Siapa sangka jika wanita itu ternyata istri Malvin. Bukan salah Steff juga jika menyukai istri orang karena Malvin sendiri yang dengan tega nya menyembunyikan status pernikahan nya meski itu dengan Steff yang notabene adalah sahabatnya. Sebenarnya Steff sempat merasa curiga pada perempuan itu. Seorang staff biasa tapi pulang pergi ke kantor selalu diantar jemput sopir dengan mobil mewah. Ternyata ... Oh patah hati itu begitu menyakitkan apalagi yang mematahkan adalah sahabat sendiri. Hingga pada akhirnya mama Risa menjodohkan Steff dengan Dara. Tak bisa menolak lagi dan entah mengapa tanpa beban Steff justru menyetujui nya. Mengenai perasaan bisa dipikirkan belakangan yang penting Steff terbebas dari paksaan mama dan perusahaan.  *** Steff melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah Mama Risa. Entah apa yang membuat Steff bisa sampai disini, yang pasti saat keluar dari salah satu resto milik nya, tanpa sadar Steff mengarahkan mobil ke alamat rumah mama nya. Apa mungkin karena dia kepikiran gadis itu hingga Steff ingin bertemu dengan nya lagi. Dan ciuman itu ... ternyata begitu manis. Mengingat kejadian di lift seminggu yang lalu di kantor mama nya membuat Steff tersenyum seorang diri. Apakah ini senyum bahagia? Entahlah Steff sendiri juga tidak yakin. Sejak pernikahan Steff dua minggu lalu, dia belum pernah menginjak kan kaki lagi di rumah mamanya. Seperti sebelum menikah Steff akan tinggal di apartemen nya sendiri. Lebih nyaman daripada tinggal dirumah mamanya, itu menurut Steff. " Steff kamu datang sayang...." Steff sudah berhasil menapaki tangga satu langkah saat mendengar suara Mama Risa. Ditolehkan kepala ke belakang dan benar saja Mama Risa dengan gaun tidurnya berdiri diambang pintu dapur. " Mama belum tidur. Jam berapa ini," ucap Steff.  Steff melihat jam yang melingkar di tangan kanan nya. Dua belas lebih lima belas menit. Sudah lewat tengah malam rupanya. Biasanya Steff pulang ke apartemen memang di jam segini. Dari kantor Steff langsung pergi ke Resto untuk mandi kemudian mengecek dan menyelesaikan laporan  penjualan. Setelah resto tutup di jam sebelas malam barulah Steff akan pulang ke apartemen nya.  " Tadi mama haus. Ambil minum." Mama Risa menunjuk kan gelas berisi air putih yang beliau pegang. " Mama senang kamu pulang sayang. Ya sudah istirahatlah kamu pasti capek. Mama juga mau lanjut tidur." Steff mengangguk dan melanjutkan langkah nya menaiki tangga. Belum juga sampai dua langkah mama memanggilnya lagi. " Oh ya Steff... selama kamu tidak pulang, istrimu kembali tidur di kamarnya sendiri. Mungkin kamu mau menyusulnya di paviliun. Mama ada kunci cadangan. Sebentar mama ambil dulu ke kamar." Tanpa menunggu jawaban anak lelakinya, mama Risa sudah melesat masuk ke dalam kamarnya. Steff masih diam mematung. Hingga mama nya kembali dengan membawa sebuah kunci di tangan nya, Steff kembali turun dari tangga dan menerima kunci yang disodorkan Mama Risa. " Ya sudah mama ke kamar lagi. Good Nigt Son." mama berjinjit mencium pipi Steff sekilas. Hal yang sudah lama tidak pernah mama nya lakukan lagi sejak Steff menjauh darinya. " Ma... Thanks." Steff memeluk mama Risa sebelum beliau berlalu pergi untuk masuk ke dalam kamarnya. Steff melihat lagi kunci yang dia pegang, menimbang-nimbang apakah ia harus ke kamar Dara atau lebih baik tidur di kamar nya sendiri. Setelah sekian detik ia berpikir lalu Steff memutuskan, tak ada salahnya juga jika ia tidur di kamar Dara. Steff melangkahkan kakinya menuju pintu belakang. Membuka pintu belakang yang terhubung langsung dengan paviliun dimana selama ini Dara tinggal. Dengan mantap Steff melangkah hingga ia berdiri menjulang di depan pintu kamar Dara. Saat pintu berhasil dibuka pemandangan pertama yang Steff lihat adalah sebuah ruang tamu mungil yang dihiasi oleh satu sofa kecil berwarna merah. Steff kembali menutup pintu nya. Lalu ia melangkah masuk melewati ruang tamu. Kamar tidur Dara berada di balik ruang tamu mungil ini. Bibir Steff tertarik keatas saat mendapati seorang perempuan sedang tidur meringkuk diatas ranjang. Selimut nya sedikit tersingkap membuat pinggang perempuan itu terekspos di depan matanya. Sial, hanya dengan melihat gadis cantik sedang tertidur pulas bisa membuat Steff tersenyum sumringah seperti ini. Dengan semangat Steff melepas kaos yang tadi dia pakai, kemudian melepas celana jins hingga hanya menyisakan boxer yang melekat di tubuh bagian bawahnya. Inilah kebiasaan Steff jika sedang tidur. Tidur dengan bertelanjang d**a rasanya lebih nyaman. Disingkap nya selimut yang menutupi sebagian tubuh Dara. Ranjang ini cukup kecil jika harus dia tiduri bersama Dara. Tapi tak apalah semua bisa diatur. Tubuh Steff sudah sangat lelah dan dia juga sudah sangat mengantuk. Sepertinya kasur empuk di hadapan nya  ini sudah melambai lambai sedari tadi. Steff mendaratkan tubuh besar nya  tidur di samping Dara. Karena ukuran ranjangnya yang minimalis akhirnya Steff sedikit menghimpit tubuh Dara sebelum ia menutup tubuh mereka berdua dengan selimut. Ini kali kedua bagi Steff tidur di satu ranjang yang sama dengan Dara. Dan semoga saja kejadian yang dulu tidak terulang kembali dimana ia yang justru kesusahan untuk memejamkan mata. Baru Steff sadari ternyata pesona seorang Dara mampu melumpuhkan semua sarafnya. Steff semakin merapatkan tubuhnya pada tubuh Dara. Kepalanya menelusup di antara helaian rambut panjang Dara. Dihirupnya dalam aroma tubuh Dara yang menguar di indera penciuman nya. Terasa nyaman dan menenangkan jiwa. Steff mulai memejamkan mata nya. Bibirnya menyunggingkan senyum. Kepalanya semakin menyeruak mencari posisi ternyaman nya. Hingga tak butuh waktu lama Steff pun mulai terlena terbuai ke alam mimpi. Sementara Dara, dia sama sekali tak menyadari dengan apa yang terjadi kepadanya. Dara seolah sedang bermimpi. Tubuhnya lebih terasa hangat dan serasa nyaman. Matanya pun yang terpejam begitu kuat begitu enggan untuk ia buka. Dia begitu menikmati tidur nyenyaknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN