Part 11

1573 Kata
Luna melangkahkan kakinya menuju lobi dengan langkah santai. Ia bahkan sesekali bersiul seraya terus berjalan. Perasaannya saat ini begitu campur aduk. Mengingat ia telah melewati berbagai macam drama selama hampir setengah hari ini. Di mulai suasana rumah yang terkadang tak bisa ditebak, yang berhasil membuat mood-nya berantakan. Tingkah laku Leo yang selalu berhasil membuatnya merasa jengkel, juga membuat mood-nya yang sudah berantakan semakin berantakan. Munculnya beberapa laki-laki tak dikenal yang datang untuk menggombalinya, berusaha untuk menarik perhatiannya, berhasil membuat Luna didera perasaan aneh, dan bingung luar biasa. Apalagi setelah tahu kalau dalang di balik kejadian aneh tadi adalah kedua sahabatnya, Ana dan Clarissa. Mood yang awalnya sudah kembali pulih setelah beristirahat selama berpuluh-puluh menit pun seakan terhempas begitu saja. Ia kembali didera bad mood. Merasa kesal luar biasa terhadap kedua sahabatnya itu. Tapi pada akhirnya, seakan masih ada yang berpihak padanya, informasi mengenai sang dosen yang tidak dapat hadir membuatnya merasa senang luar biasa. Mood buruknya seakan berubah menjadi baik dalam sekejap mata. Karena apa? Karena berita baik itu berhasil membuatnya mendapatkan ide untuk mengerjai balik kedua sahabatnya. “Wkwkwk. Rasain kalian berdua! Pasti seru kan olahraga lari di siang bolong kayak gini? Wkwkwk. Aku mah baik banget tau orangnya. Ngerjainnya yang nggak cuma ngerjain orang aja. Tapi ada manfaat baiknya juga sebagai efek sampingnya. Kalian kan jadi bisa bakar lemak. Yang biasanya susah banget kalau diajak olahraga jadinya kan bisa olahraga. Ya meskipun terpaksa, wkwkwk,” ucap Luna dalam hati, lengkap dengan tawa jahatnya sebanyak beberapa kali, seraya terus berjalan melewati lobi menuju tempat parkir. “Eh, Neng cantik. Keliatannya seneng banget sampai cengar-cengir terus dari tadi. Nggak itu kan?” Leo yang entah muncul dari mana secara tiba-tiba itu berjalan beriringan dengan Luna. “Itu apaan?” “Itu loh. Orang yang suka cengar-cengir nggak jelas. Padahal lagi sendiri. Kayak orang yang suka berlalu lalang di pinggir jalan. Suka ngomong sendiri, ketawa-ketawa sendiri, pakaiannya dan tubuhnya nggak terawat. Yang itu loh masa nggak tau? Aku nggak enak ah nyebutinnya.” “Stress? Gila?” “Wkwkwk. Iya. Kamu nggak gitu kan?” Luna pun sontak menghentikkan langkah kakinya. Yang diikuti Leo di sebelahnya. Setelah saling berhadapan, Luna mengeluarkan jurus andalannya. “Sembarangan!” ucapnya kesal yang dilanjuti dengan menginjak kuat salah satu kaki Leo. Membuat orang yang diinjak kakinya merasa sakit luar biasa hingga berteriak kencang. “Awww!” Sebenarnya, niat awal Luna ia ingin memberikan Leo berupa tinjuan di perutnya. Tapi mengingat keberadaan mereka saat ini. Yaitu di kampus dan tak hanya mereka berdua yang berada di sini. Yang Luna hanya bisa lakukan sekarang adalah dengan menginjak kakinya. Yang ternyata juga memberikan efek luar biasa hingga berhasil membuat laki-laki itu berteriak kencang. Sampai-sampai Luna bertanya di dalam hatinya, “Memangnya sedahsyat itu ya? Injakkan kakiku?” “Rasain!” ucap Luna puas seraya menyunggingkan senyum kemenangannya. “Ini sakit banget tau, Lun!” “Ya karena aku tau itu sakit makanya aku lakuin itu ke kamu. Makanya punya mulut itu dijaga! Kalau mau ngomong itu dipikir dulu! Jangan main asal ceplas-ceplos aja kamu!” “Ya maaf. Kan aku niatnya mau bercanda sama kamu. Bukan ngatain lho maksudnya!” ucap Leo bermaksud untuk membela diri. “Bercanda apanya? Kayak gitu dibilang bercanda. Nggak ada lucu-lucunya tau! Udah ah aku mau pergi.” Luna pun sudah kembali bersiap untuk melanjutkan jalannya. Namun tak jadi karena digagalkan oleh Leo dengan cara menahan tangannya. “Apalagi si? Aku mau pulang!” “Kamu belum jawab pertanyaan aku tadi. Kenapa kamu cengar-cengir nggak jelas dari tadi? Karena lagi seneng? Lagi seneng karena apa?” tanya Leo penasaran. “Kepo!” “Kalau kamu pengen cepet-cepet pergi dari sini ya harus kasih tau aku dulu apa alasannya,” ucap Leo yang tak mudah gentar. “Penting banget ya buat kamu sampai aku harus jawab segala? Aku mau ngapain aja ya terserah aku lah! Mau cengar-cengir nggak jelas sepanjang jalan kek. Ketawa ngikik kek. Salto kek. Apa pun itu ya terserah aku. Dan kamu nggak perlu tau apa alasan aku ngelakuin itu semua!” “Apa karena kamu kesenengan abis dideketik banyak laki-laki? Digombalin, diajak jadian, direbutin. Atau kamu udah mulai termakan sama gombalan manis salah satu dari mereka? Ada yang kamu suka dari salah satu dari mereka?” tanya Leo dengan nada suara, serta tatapan yang beda dari pada biasanya. “kamu tiap kali aku gombalin selalu nolak. Selalu terlihat risih. Nggak suka. Tapi apa? Nyatanya digombalin sama mereka kamu suka. Bahkan sampe berefek jangka panjang mesem-mesemnya. Apa yang kurang sih dari aku? Ganteng iya. Keren iya. Gombalan aku juga semanis madu. Apa yang kurang?” “Kamu kenapa sih? Aneh banget deh. Jadi orang jangan suka negative thinking! Aku senyam-senyum kayak tadi nggak ada hubungannya sama sekali sama kejadian tadi. Udah beda cerita. Dan rasanya kamu nggak harus tau apa alasannya!” “Ooo, oke deh. Iya nggak papa aku nggak tau alasan sebenernya. Yang penting aku udah tau kalau alasan sebenarnya bukan seperti apa yang aku tebak barusan hehe.” Luna menggeleng-gelengkan kepalanya selama beberapa kali. “Dasar plinplan! Udah ah aku mau pergi!” “Oke. Hati-hati di jalan ya, calon masa depan aku!” Namun setelah beberapa detik berlalu, Luna yang biasanya langsung pergi semaunya, entah kenapa kini masih betah berada di dekatnya. “katanya mau pergi? Tapi kok masih di sini sih? Udah terlanjur betah ya? Wkwkw. Apa aku bilang? Ujung-ujungnya kamu nyaman kan sama aku? Leo dilawan!” ucap Leo dengan begitu bangganya. Mendengar ucapan Leo yang tingkat kepedeannya benar-benar berhasil membuat Luna geleng-geleng kepala, Luna menatap ilfeel ke arah laki-laki itu. “Idih! Pede banget jadi orang! Nih liat!” ucap Luna seraya menunjukkan lengan kanannya yang masih dipegang oleh Leo. “Aku masih di sini karena ini. Jangan kegeeran! Udah lepasin!” lanjutnya yang kemudian langsung menarik tangannya dengan paksa dan berlalu pergi meninggalkan Leo yang terdiam. Terdiam karena merasa kikuk dan malu akan tingkat kepercayaan dirinya yang terkadang di atas rata-rata itu. “Aduh.. aku malu banget asli! Udah seneng-seneng, mikirnya dia udah nyaman sama aku, eh taunya cuma kepedean. Nasib, nasib!” Leo berucap seraya sesekali mengusap wajahnya malu. “masa bodo ah! Sekarang aku lebih baik cari mangsa baru. Mumpung si Rayhan masih di luar kota,” lanjutnya yang kemudian mulai mengedarkan pandangan matanya ke sembarang arah. Mencari salah satu gebetannya yang mungkin saja sedang berada di daerah lobi. Ya, salah satu gebetannya. Mengingat jumlah gebetan seorang Leo Argantara, laki-laki yang kerap kali dijuluki sebagai seorang playboy, si perayu ulung, oleh teman-teman perempuannya, sudah tak terhitung lagi berapa jumlahnya. “Asli ya. Itu orang udah kayak apaan sih? Sukanya muncul tiba-tiba gitu. Untuk aku nggak jantungan!” ucap Luna di sela-sela kegiatan berjalannya menuju parkiran. Yang syukurnya jaraknya kini dengan parkiran sudah tinggal beberapa meter lagi. Drttt.. drttt... Bunyi getar notifikasi yang berasal dari ponselnya, membuat Luna penasaran dan segera mengambilnya dari saku celananya. Dan setelah dibuka, ternyata ada panggilan masuk dari Ana, sahabat terdekatnya. Mengetahui itu senyumnya kembali terbit ke permukaan di tengah-tengah rasa kesalnya terhadap Leo. “Aku angkat nggak ya? Hmmm. Aku angkat aja deh. Penasaran mereka sekarang kayak gimana.” ucapnya penuh semangat. (“Assalamu’alaikum.”) “Yuhuuu.. apa kabar sayang-sayangnya aku? Hihihi.” (“Jawab salam dulu kali! Wajib hukumnya!”) “Eh iya. Saking semangatnya jadi lupa. Wa’alaikumussalam. Gimana, gimana?” (“Gimana apanya? Kamu tega banget ya, Lun! Diliburin bukannya ngasih kabar ke kita malah diem-diem bae. Pake acara ngerjain kita segala lagi. Capek tau dari tadi kerjaannya lari-larian mulu! Aku rasanya udah kayak jadi atlet lari tau nggak? Udah mana jaraknya nggak maen-maen lagi. Jauh banget! Pegel-pegel semua ini kaki. Tanggung jawab!”) “Wkwkwk. Kok jadi nyalahin aku? Salah sendiri nggak baca grup. Aku mah cuma iseng doang bikin coretan di papan tulis. Ya kalau kalian ngikutin ya salah sendiri! Orang biasanya kamu teliti banget, Na. Clarissa juga. Biasanya kalau soal jam kuliah diundur, kosong, dll. Kalian duluan yang paling update dari pada aku. Wkwk.” (“Ihhh. Sebel banget deh. Mana kepikiran buat buka-buku grup. Udah panik duluan karena dateng telat, terus baca pengumuman di papan tulis kalau ganti ruangan. Ya mikirnya dari pada buang-buang waktu buat buka handphone, baca-baca grup, mending langsung cus lari ke ruangan yang dituju.”) “Ya udah. Kalau gitu salah kalian sendiri. Wkwk.” (“Kamu kok gitu sih? Kenapa sih pake acara ngerjain-ngerjain kita segala? Nggak lucu banget sumpah! Kaki kita rasanya gempor banget ini. Kayak udah mau lepas!”) “Hahaha. Itu mah kaliannya aja yang lebay! Jarang olahraga sih. Makanya baru lari segitu aja udah pegel-pegel. Gimana kalau ikutan lomba lari yang jaraknya berkilo-kilo? Wkwkwk. Soal ngerjain, kalian berdua nggak ngaca? Nggak ada lucunya juga kali apa yang kalian lakuin ke aku. Nikmatin aja udah. Itung-itung lagi bakar lemak kan? Wkwk. Selamat menikmati kaki pegel-pegelnya! Semoga lekas membaik, wkwkwk. See you kesayangan-kesayangannya aku.” (“Nyebelin banget! Ya udah. Bye!”) “Wkwkwk. Mereka berdua ini suka bikin greget deh! Padahal aku nggak yakin lho rencana ngerjain baliknya bakal seberhasil itu. Aku kira mereka bakal baca grup dulu buat mastiin ruangannya beneran dipindah atau nggak. Wkwk. Itu mah salah sendiri kenapa nggak cek dan ricek dulu. Terlalu gegabah!” komentar Luna yang terlihat sangat terhibur dengan penderitaan yang kini sedang dialami oleh kedua sahabatnya. Ups. Bercanda. Bukan terhibur karena penderitaan mereka. Melainkan karena rencanannya untuk mengerjai kedua sahabatnya balik ternyata berjalan sangat lancar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN