Part 34

2185 Kata
Leo menatap Bunga dengan tatapan yang sarat akan kekaguman. Mendengar setiap kalimat demi kalimat, kata demi kata itu terucap dari bibir ranum Bunga membuat Leo merasa betah saat menatapnya lama. Jujur saja, ia tak menyangka gadis yang secara acak ia pilih saat di lobi itu untuk mengacuhkan Luna yang sepertinya akan menghampirinya, ternyata merupakan seorang gadis yang pintar dan berwawasan tinggi. “Kamu ini selain keren ternyata rendah hati juga ya. Aku semakin kagum lho sama kamu. Apalagi saat kamu ngejelasin soal berani mengaku salah, berani meminta maaf, dan soal melatih diri agar tidak dikuasai oleh gengsi tadi. Aku seratus persen setuju sama kamu. Fix no debat! Karena orang - orang yang bisa ngelakuin itu adalah orang yang berjiwa besar. Bahkan yang usianya sudah bisa dikatakan dewasa pun belum tentu bisa ngelakuin itu,” ucap Leo dengan senyuman manisnya yang sangat menawan. “Cukup sudah! Kedua kupingku sudah sangat panas rasanya.” Luna yang sejak tadi diam tiba - tiba menggeram kesal di tempat duduknya, dengan pandangan mata yang terus tertuju ke arah depan. Ia kemudian bangkit berdiri dengan amarah yang sangat terlihat jelas dari wajahnya, dan dengan deru napas yang sedikit memburu karena kesal. Membuat Ana dan Clarissa yang sejak tadi tak terlalu memerhatikannya langsung mendongakan wajahnya kaget ke arah Luna. “Lun, ada apa? Jangan aneh - aneh deh,” ucap Clarissa memperingatkan, yang sayangnya tak dihiraukan oleh Luna. Sebaliknya, gadis tomboy itu justru semakin menguatkan tekadnya untuk membuat tindakan. Berjalan dengan langkah penuh kepastian ke arah meja depan, dan langsung menarik tangan Leo secara paksa agar ikut bersamanya. Leo yang pada saat itu tak terlalu fokus dengan sekitar. Karena pandangan matanya yang sejak tadi hanya tertuju ke arah satu orang, yaitu gadis berambut panjang yang tak lain merupakan Bunga. Menolehkan wajahnya kaget ke arah Luna saat merasa salah satu tangannya ditarik paksa oleh gadis tomboy itu. “Ada apa sih? Datang - datang main asal tarik aja,” ucap Leo kesal seraya berusaha untuk membebaskan tangannya. Tenaga Leo yang tentunya lebih besar dibandingkan dengan Luna, membuat cekalan tangan Luna yang sudah mengerat itu dapat terlepas dengan mudah. Membuat Luna semakin menatap tak suka ke arah laki - laki itu. “Ikut aku sebentar!” ucap Luna datar dan penuh ketegasan. “Ngapain? Nggak mau!” tolak Leo tak mau kalah. Membuat Luna menghela napas kasar seraya menatapnya nyalang. “Dia siapa Leo?” Bunga yang pada awalnya hanya duduk diam seraya terus memerhatikan keduanya, akhirnya mengeluarkan suaranya juga. Rasa penasarannya akan siapa gadis berpenampilan tomboy yang tiba - tiba datang dan menarik tangan Leo secara paksa, lebih menguasai dirinya dari pada memilih diam dan tak ikut campur. Menoleh menatap Bunga, Leo yang saat itu menatap kesal ke arah Luna merubah raut wajahnya. Ia kembali menyunggingkan senyuman manisnya. “Dia bukan siapa - siapa kok. Hanya orang aneh yang sepertinya merupakan salah satu fans beratku!” Leo berucap lembut yang diakhiri dengan melirik singkat ke arah Luna, dan dengan salah satu sudut bibir yang terangkat ke atas. Mendengar perubahan raut wajah yang Leo tunjukkan untuk gadis cantik berambut panjang itu, serta ucapan Leo barusan yang terdengar sangat menggelikan di telinganya, membuatnya merasa ingin memakan laki - laki itu saat itu juga. Perasaannya campur aduk antara kesal, marah, dan ingin muntah. Stok kesabarannya untuk laki - laki itu yang sudah semakin menipis, membuat Luna tanpa ingin kembali mendengar dua sejoli itu saling melempar kata langsung kembali menarik salah satu tangan Luna dengan sekuat tenaga. “Kamu harus ikut aku pokoknya. Nggak mau tau!” Leo menyerah. Ia akhirnya menurut dan membiarkan Luna membawanya pergi dari tempat itu, walau ia tak tahu sebenarnya ia akan di bawa ke mana oleh Luna. “Aku ikut dia sebentar. Kamu lanjutin aja makannya,” ucap Leo sedikit keras, agar Bunga menghiraukannya dan kembali melanjutkan kegiatan makannya. Mengingat Leo tahu bahwa jam kuliah pertama gadis cantik itu tak lama lagi akan segera di mulai. Sedangkan Leo tak begitu peduli akan nasibnya sendiri. Leo, meski di satu sisi ia menyukai keributan kecil ini, tapi di sisi lain ia juga merasa tak nyaman dan kasihan terhadap kedua gadis cantik itu. Bagaimana tidak, saat ini ketiganya sudah mulai menjadi sorotan. Terlebih melihat Luna dan Leo yang sedang berdiri dengan salah satu tangannya yang Luna pegang erat, Bunga yang masih duduk di tempat dengan tatapan bingungnya, serta raut wajah ketiganya yang betul - betul tak terdefinisikan. Mungkin bagi orang - orang yang tidak tahu siapa mereka akan menebak kejadian itu seolah seorang laki - laki yang tertangkap basah sedang berselingkuh dengan perempuan lain oleh pasangannya. “Ini kamu mau bawa aku ke mana sih?” tanya Leo heran seraya berusaha menyamai gerak langkah Luna. “Udah ikut aja. Bentar lagi juga nyampe.” Luna berucap datar tanpa ingin menatap wajah Leo yang berada di samping kanannya. Jujur saja saat ini ia merasa malu dan juga menyesal. Malu karena tindakan bodohnya tadi membuatnya menjadi pusat perhatian, dan menyesal karena sekarang ia merasa kikuk berada di dekat Leo. Apa yang harus ia lakukan setelah ini? Kenapa ia dengan bodohnya menghampiri laki - laki itu, dan bahkan menarik tangannya hingga saat ini? Dan benar saja. Tak lama setelah percakapan yang sangat singkat itu berakhir, Luna menghentikan langkah kakinya. Mereka berdua kini telah sampai di tempat yang ingin Luna tuju, yaitu di area belakang kantin. Tempat yang sangat sepi dan cukup jauh dari keramaian. Tempat yang Luna rasa paling aman untuk mereka berdua saat ini. Karena jujur saja Luna belum bisa menebak setelah ini akan ada kejadian apa. Mereka berdua yang berhasil damai dan saling meminta maaf, atau justru permasalahan mereka yang semakin keruh dan membuatnya hilang kendali karena marah. Membuat Luna yakin bahwa tempat ini adalah tempat yang paling pas dan paling aman untuknya beraksi, karena salah satu alasan lain yang membuatnya semakin yakin adalah ia tak ingin apa yang diucapkan dan dilakukannya nanti diketahui oleh orang lain. Leo yang tak bersuara sedikit pun setelah mereka menghentikan langkah. Tidak bertanya atau pun meminta penjelasan Luna atas apa yang gadis tomboy itu lakukan sejak tadi, membuat Luna memberanikan diri untuk mendongakan wajahnya. Menatap laki - laki itu kemudian mengernyitkan kening heran atas apa yang dilihatnya. Laki - laki itu sedang menatap apa sampai terlihat kegirangan seperti itu? Dan setelah Luna ikuti ke mana arah pandang laki - laki itu, Luna langsung memelototkan kedua matanya kaget, dan dengan segera melepaskan cekalan tangannya pada lengan tengan Leo. Membuat laki - laki itu terkekeh setelah melihatnya. “Ada apa? Kenapa kamu ngelakuin hal tadi?” Leo menyunggingkan senyuman lebarnya setelah berucap itu. “sampai narik paksa tangan aku segala lagi di hadapan umum. Cemburu ya?” “Cemburu? Cih! Percaya diri sekali dia,” umpat Luna dalam hati seraya menatap tak suka ke arah Leo. “Idih! Kenapa juga aku harus cemburu? Orang kita nggak ada hubungan apa - apa!” “Masa sih? Kalau nggak cemburu terus kenapa dong? Udahlah jujur aja. Sekarang banyak kok perempuan yang berani ngungkapin perasaannya duluan sama orang yang dia suka. Kamu tenang aj—“ Sebelum mendengar laki - laki itu kembali mengucapkan omong kosong dan khayalannya, Luna mengangkat tangan kanannya dan memerlihatkannya ke arah Leo. Meminta laki - laki itu agar segera menghentikkan ucapannya. “Hahaha. Jangan mimpi deh kamu! Sekarang masih terhitung pagi dan bukan saatnya kamu bermain di alam mimpi. Tujuan aku narik tangan kamu secara paksa tadi karena kedua kupingku sudah terasa pengang mendengar semua ocehan kamu. Kamu tadi menyindirku kan? Cara kamu nggak lucu sumpah!” Luna betul - betul merasa kesal sejak Leo dan Bunga membahas tentang pentingnya berani mengaku salah, berani meminta maaf, dan menghindari sifat gengsi. Apalagi saat didengarnya Leo memuji gadis itu yang sampai mengeluarkan air mata karena merasa bersalah terhadapnya, dan seolah membandingkan aksi baik itu dengan Luna yang terlalu menjunjung rasa gengsinya, dan tak mau mengakui kesalahannya. Ingatannya masih sangat jelas saat laki - laki itu berucap, “Aku suka sama kepribadian kamu. Di saat perempuan lain mungkin merasa masa bodoh setelah berbuat salah, kamu justru meminta maaf berulang kali secara langsung bahkan sampai menangis seperti tadi. Kamu tau? Itu hal yang cukup sulit lho dilakukan. Nggak semua orang termasuk aku bisa seperti itu.” Luna sangat yakin bahwa perempuan lain yang dimaksud Leo dalam ucapannya itu adalah ia. Ia yang merasa masa bodoh setelah berbuat salah dan enggan meminta maaf. Leo mengernyitkan kening heran setelah mendengar alasan Luna yang sebenarnya. Tapi tak lama setelah itu ia menyunggingkan salah satu sudut bibirnya ke atas setelah paham apa itu maksudnya. “Jadi kamu merasa tersindir? Wah.. kalau begitu kamu menyadari dong kalau kamu memang seperti itu. Jujur aja tadi aku nggak bermaksud buat menyindir kamu. Ya walaupun di awal sempat kepikiran untuk melakukan sesuatu mumpung meja kita berdekatan, tapi setelahnya aku lupa karena telah terbius oleh pesona dan kepintaran gadis cantik itu,” terang Leo menjelaskan yang sejujurnya. Karena memang apa yang diucapkannya tadi adalah yang sebenarnya. Membuat Luna melongo setelah mendengarnya. Merasa terkejut seakan ia baru saja tersambar petir di siang bolong. “Jadi tadi itu hanya perasaan aku aja? Si ikan lele itu tidak bermaksud menyindirku? Ahhh! Mau ditaro di mana muka aku sekarang ini. Sekarang ketauan deh kalau aku merasa tersindir. Dia jadi tau kalau sebenernya aku sadar di mana letak kesalahanku, dan aku yang terlalu gengsian. Arghhh! Kalau begitu sekarang aku harus apa? Niat hati ingin marah - marah malah jadi aku yang kena malu. Apa ini saatnya aku untuk meminta maaf secara langsung? Mumpung kita berdua sedang berada di tempat sepi,” ucap Luna dalam hati, yang sedang bergelut dengan isi pikirannya sendiri. “Ekhem! Kok malah bengong sih,” ucap Leo heran yang berhasil menarik kesadaran Luna kembali. “Ehh, nggak. Mmm, Leo a—aku. Mmm a—ku” “Iya, kamu kenapa?” Leo menatap dan menunggu kelajutan dari ucapan Luna yang entah tidak ada angin tidak ada hujan itu mendadak tergagap. Menunggu dengan tak sabaran. “A—aku. a—ku. Mmm. A—ku mmaa—u” “Aduh. Aku mau apa sih? Yang jelas coba ngomongnya. Tadi perasaan pas nyerocos lancar - lancar aja itu mulut ngomong. Kenapa sekarang jadi gagap begitu?” tanya Leo heran yang sudah semakin penasaran akan kelanjutan ucapan Luna. Mendengar ocehan itu tentu saja Luna kesal. Ia bahkan memberenggutkan wajahnya lucu. Tak ingin kembali disebut gagap, Luna pun menghela napas panjang serta membuangnya perlahan untuk merilekskan dirinya. Agar apa yang ia ucapkan nanti dapat terdengar dengan lancar seperti biasanya. “Aku minta maaf!” ucap Luna pada akhirnya dengan sangat cepat. “Kamu ngomong apa sih? Pelan - pelan aja napa! Kayak yang lagi dikejar - kejar hewan buas aja.” Leo berucap kesal yang sejalan dengan raut wajahnya yang juga terlihat kesal. Sejujurnya Leo tadi dapat mendengar ucapan Luna secara jelas meski terdengar sangat cepat. Namun ketidakpercayaannya akan kenyataan bahwa Luna akhirnya meminta maaf padanya membuatnya ingin memastikan kembali apa yang baru saja ia dengar itu. “Perlu diulang banget nih?” tanya Luna malas dalam hati. “Aku minta maaf,” ucap Luna mengulang kembali ucapannya tadi, namun kini secara perlahan. “Minta maaf kenapa?” “Ini anak pikun atau pura - pura nggak tau sih? Nyebelin banget deh!” dumel Luna kembali dalam hati. “Aku minta maaf karena waktu itu aku udah ngerjain kamu secara berlebihan. Maafin yaa. Waktu itu beneran deh, aku nggak sengaja. Kamunya juga sih kenapa jadi orang nyebelin banget? Buat aku jadi kepikiran kan buat ngerjain kamu.” Leo terlihat sedang berpikir keras setelah itu. Membuat Luna menunggu jawaban dan responnya dengan perasaan yang tak menentu. Luna harap, semoga laki - laki menyebalkan itu mau memaafkannya dengan tanpa memberinya syarat. “Hmm, gimana ya? Oke deh aku maafin. Ya, meskipun minta maafnya pake bumbu nyalahin aku juga. Tapi oke lah. Aku hargain keberanian kamu buat minta maaf. Tapi tadi ikhlas kan kamu minta maafnya?” “Ya ikhlaslah!” jawab Luna datar dan cepat. “Waduh, jangan ngegas gitu dong ngomongnya. Sabar, sabar.” Luna hanya membalas ucapan itu dengan mencebikkan bibirnya. Kemudian mulai melangkahkan kakinya untuk berlalu pergi meninggalkan tempat itu. “Aku mau balik lagi ke meja tadi,” pamitnya tanpa menoleh. Namun pertahanannya untuk tidak menoleh langsung runtuh tak lama setelah itu. Tepatnya di saat dirinya baru saja melangkahkan salah satu kakinya. Saat didengarnya Leo berucap, “Oh ya, berarti dari tadi kamu nguping pembicaraan kami dong? Cie ketahuan diem - diem merhatiin aku. Sampai berani nguping saat tau aku lagi ngobrol sama gadis lain segala lagi. Kamu gemes banget deh. Sekarang udah mulai tumbuh rasa cemburu belum sama aku?” “Kamu sehat? Percaya diri banget ngomong ke aku kayak gitu. Please deh jangan gampang geer! Aku tadi nguping karena terpaksa, hanya ingin memastikan kalau kamu nggak ngomongin aku selama kalian ngobrol tadi. Bye!” ucap Luna dengan sangat ketus yang kini benar - benar pergi meninggalkan Leo seorang diri di sana. “Hahaha. Luna, Luna. Kamu itu lucu sekali sih. Bikin gemes!” Leo berucap seraya menggeleng - gelengkan kepalanya beberapa kali, dengan tatapan mata yang terus tertuju ke arah Luna hingga gadis itu betul - betul menghilang dari hadapannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN