Part 17

1738 Kata
Luna, Ana, dan juga Clarissa langsung memutuskan untuk segera berangkat setelah sebelumnya berbincang - bincang ringan terlebih dahulu dengan Mama Ratu dan juga Angga di ruang makan. Mereka berpamitan, kemudian langsung meluncur menuju halte busway terdekat setelah taxi online yang mereka pesan tiba di halaman depan rumah Luna. Jarak antara kediaman rumah keluarga Luna dengan halte busway tujuan yang relatif dekat, ditambah jalan raya yang tak terlalu padat seperti biasanya, membuat perjalanan mereka menuju halte busway tujuan terhitung cepat bahkan tak terasa. Karena tak sampai lima belas menit, ketiganya sudah tiba di halte busway tujuan dengan aman dan selamat. “Lun.. bangun yuk! Kita udah sampai,” ucap Clarissa seraya menepuk - nepuk penuh kelembutan lengan Luna yang berada di sebelah kanannya. “Hmmmm.” Luna tak memberikan respon berarti. Ia bahkan tak mengikuti ajakan Clarissa. Ia hanya berdehem singkat kemudian kembali menikmati kegiatan tidurnya. “Yeh.. ini anak dibangunin bukannya cepetan bangun malah santai - santai aja. Malah makin pules lagi tidurnya. Woy, bangun! Luna! Kita udah sampai halte nih. Bangun dong!” Ana pun ikut membangunkan Luna yang bukannya segera bangun setelah dibangunkan, namun justru terlihat makin nyenyak dalam tidurnya. “Gimana dong, Na? Ternyata ngebangunin si Luna susah juga. Tau gitu tadi jangan dibiarin pas dia mau tidur. Jangan dibolehin,” ucap Clarissa menyesal, karena telah membiarkan Luna tertidur selama perjalanan tadi. “sebentar ya, Pak. Maaf jadi nunggu.” Clarissa bahkan meminta maaf kepada supir taxi online tersebut atas kejadian tak terduga ini. “Kamu sih, Sa. Kata aku juga jangan di iya-in pas si Luna bilang mau tidur sebentar. Tidur sebentarnya dia nggak sama kayak kita. Bagi dia tidur sebentar tuh bisa berjam - jam,” ucap kesal Ana seraya menatap Luna yang sedang tertidur pulas itu dengan tatapan gemasnya. “hmm, aku siram pake air aja kali ya? Kebetulan aku bawa botol minum,” lanjut Ana saat terbersit satu buah ide yang menurutnya akan ampuh jika dilakukan terhadap Luna. “Tunggu, tunggu. Jangan disiram juga kali, Na! Nanti kalau pakaian dia kebasahan, kita juga yang repot. Kalau dia justru minta pulang gimana?” cegah Clarissa saat dilihatnya Ana sudah bersiap untuk menjalankan idenya. “Kamu tenang aja, Sa! Percaya deh sama aku. Nggak bakal aku siram kok. Paling cuma dicipratin air dong. Aman deh.” Dan Ana pun mulai menjalankan aksinya. Menyipratkan air minumnya ke arah wajah Luna, seraya berucap dengan hebohnya, “banjir, banjir! Aduh tolong.. banjir! Lun, banjir Lun! Jangan sampai kamu tenggelem!” Karena menurut Ana rencanannya tak akan membuahkan hasil yang berarti jika hanya menyipratkan air ke wajahnya Luna. Oleh karenanya ia juga membuat skenario seolah - oleh sedang kebanjiran agar lebih heboh. Dan benar saja. Beberapa detik setelah itu Luna langsung bangun dengan wajah kaget sekaligus panik. “Banjir, banjir! Tolong kami kebanjiran,” ucap Luna yang tak kalah hebohnya dengan aksi Ana barusan. “Hahaha. Hahaha. Lucu, lucu!” Semua yang melihat tingkah Luna barusan tertawa kencang. Termasuk si supir taxi online tadi. Melihat ketiga orang itu tertawa dengan sangat puasnya, Luna yang pada awalnya merasa panik dan ketakutan kini berubah bingung dan bertanya - tanya. “Ini mereka pada kenapa? Kebanjiran bukannya takut, panik, malah ketawa - ketawa nggak jelas kayak gitu. Mereka seneng karena kebanjiran? Aneh banget sih!” ucap heran Luna dalam hati, kemudian mulai memerhatikan sekitarnya. Mengedarkan pandangan matanya ke segala arah. Memastikan keadaan mereka saat ini, apakah benar sedang dilanda banjir, atau justru tak terjadi apa - apa. “Ternyata nggak banjir? Terus tadi kenapa pada teriak - teriak banjir ya? Bahkan aku juga merasakan basah karena air,” ucap Luna dalam hati, yang masih terlihat bingung di tempat duduknya. Namun tidak lagi setelah beberapa saat, dilihatnya Ana, Clarissa, dan si supir taxi online masih setia dengan tawa mereka. Meski tak seheboh dan tak sekencang sebelumnya. Ia akhirnya sadar kalau ternyata tadi ia sedang dikerjai oleh kedua sahabatnya. “Kalian berdua jahat banget sih! Bercandanya nggak lucu tau nggak!” ucap Luna kesal dengan ekspresi wajah yang sangat terlihat jelas sekali bahwa ia sedang kesal. “Si Bapak lagi! Orang tidur lagi dikerjain bukannya dibantuin, yang ngerjainnya dimarahin, malah ikut - ikutan ketawa lag!” lanjutnya yang kini mulai merembet ke sang supir. “Hehe, maaf, Neng. Abisnya Neng lucu sih. Tidurnya pules banget. Dari tadi temen - temen Neng udah berusaha buat bangunin tapi Nengnya nggak bangun - bangun. Jadi walaupun awalnya saya nggak tega ya mau gimana lagi, saya kan harus lanjut kerja. Dan ternyata berhasil juga idenya meskipun jalannya harus ngerjain si Neng. Jadi saya bisa lanjut kerja lagi, hehe,” ucap supir taxi online tersebut, menjelaskan alasannya kenapa ia bisa dengan tega membiarkannya dikerjai oleh Ana dan Clarissa. “Tuh, dengerin! Kita nggak bermaksud buat jahat. Tapi kamunya aja yang terlalu kebo tidurnya. Selain kita harus buru - buru, si Bapak supir juga harus lanjut kerja. Ya udah yuk turun,” Ana pun turut menjelaskan, kemudian mengajak Luna dan Clarissa agar segera turun dari mobil tersebut. “Ini, Pak, ongkosnya. Maaf ya, Bapak jadi nunggu lama,” ucap Ana seraya mengangsurkan beberapa lembar uang kepada supir taxi online tersebut. “Neng ini mah kebanyakan. Di aplikasi tulisannya nggak segini. Ini mah tiga kali lipat dari total uang yang harus dibayar, Neng.” Sopir taxi online tersebut terkejut saat menerima bayaran yang jumlahnya tiga kali lipat dari yang seharusnya. Ia bahkan berniat untuk mengembalikan sisanya kepada Ana. “Nggak papa, Pak. Terima aja. Kan tadi Bapak udah nunggu lama. Harusnya udah lanjut kerja kan? Hehe. Nggak papa simpan aja, Pak, uangnya.” “Tapi tetep aja, Neng. Ini banyak banget. Padahal tadi nunggunya nggak lama kok. Biasa aja itu. Soalnya bukan sekali dua kali saya nemu penumpang yang ketiduran di mobil saya.” Sopir taxi online tersebut masih bersiteguh untuk menolak dan mengembalikan uang kembaliannya. Begitu pun Ana. Ia pun bersikeras untuk meyakinkan si supir agar mau menerima uang lebihnya. “Nggak apa - apa, Pak. Beneran deh. Kata orang kalau dapat rezeki nggak boleh ditolak. Pamali, hehe.” “Kalau begitu makasih banyak ya, Neng. Dan Neng yang tadi ketiduran...” Sopir taxi online tersebut memanggil Luna dan bersiap untuk mengucapkan sesuatu kepadanya. “makasih ya, Neng, tadi udah ketiduran. Saya jadi dapet rezeki nomplok deh karena itu,” lanjutnya dengan pendar mata berseri - seri, yang dibalas Luna dengan memamerkan cengiran khasnya. “Saya lanjut kerja lagi ya, Neng - Neng cantik. Semangat olahraganya!” ucap supir taxi online bermaksud pamit. “Iya, Pak. Nyetirnya hati - hati. Semangat juga kerjanya!” “Si Bapak itu bisa aja! Pake bilang makasih lagi karena aku ketiduran. Situ sih enak, Pak, dapet rezeki nomplok. Lah aku, mukaku jadi kebasahan! Nasib - nasib,” ucap Luna menggurutu setelah diliatnya si supir taxi online tadi telah melajukan mobilnya. “Hush! Nggak boleh ngomong gitu. Kita liat hikmahnya aja ya, setidaknya karena ulah kamu tadi, se orang kepala keluarga bisa pulang dengan raut wajah bahagia karena hari ini ia mendapatkan banyak rezeki untuk keluarganya. Dan bisa jadi kalau kamu tadi nggak ketiduran, kamu kan pasti ngantuk banget tuh karena ngantuk tapi nggak ditidurin dulu, bisa jadi kamu akan kena musibah. Entah jatuh karena nggak fokus, kesandung karena masih ngantuk, dan lain - lain. Jadi ya udah lah, ambil hikmahnya aja,” ucap Clarissa mengingatkan, karena sejatinya akan ada hikmah besar di balik sebuah kejadian. Meski di dalam kejadian tadi Luna terkesan tidak beruntung karena mendapatkan pengalaman buruk, dikerjai oleh kedua sahabatnya. Tapi di satu sisi ia menjadi salah satu perantara seseorang mendapatkan tambahan rezeki. Seperti apa yang termaktub di dalam Al - Qur’an, boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui . “Hmm, ya udah lah,” ucap pasrah Luna yang diakhiri dengan ia yang menghela napas panjang. “Ya udah yuk kita ke sana. Jangan sampai kita ketinggalan busway!” ucap Ana, mengingatkan serta mengajak mereka agar segera bergerak, yang diangguki oleh kedua sahabatnya sebagai bentuk persetujuan. Mereka pun bergegas melangkahkan kaki menuju area dalam halte. Men- tap in kartu e-money mereka di barrier gate sebelum betul - betul masuk ke area dalam halte, tempat di mana mereka akan menunggu kedatangan busway. “Ini kita masih lama nih?” tanya Luna setelah mendudukkan dirinya di sebuah kursi kosong. “Nggak kok. Tinggal sekali perjalanan lagi. Setelah naik busway langsung nyampe tujuan,” jawab Ana memberi tahu. Berbeda dengan Clarissa dan Luna yang kini sedang duduk menyender di sebuah bangku kosong, Ana justru berdiri dan menatap fokus ke arah layar monitor GPS untuk mencari tahu kapan kedatangan bus tujuan akan tiba. “Bus nya masih lama nih?” Luna kembali bertanya. “Nggak kok. Di sini tulisannya tiga menit lagi nyampe. Kenapa? Udah nggak sabar ya pengen cepet - cepet olahraga? Hmm, tadi aja males - malesan. Sekarang yang paling semangat.” “Ihhh sotoy banget deh! Siapa bilang aku semangat pengen cepet olahraga? Orang aku pengen cepet tiduran nanti di bus. Makannya sekarang aku nanya dulu. Jadi kalau sekiranya masih lama, mending sekarang tiduran dulu di sini. Tapi syukur deh kalau tinggal tiga menit lagi. Berarti sebentar lagi aku udah bisa tidur pules di dalam bus.” Mendengar jawaban yang Luna lontarkan itu, Ana dan Clarissa secara refleks langsung menggelengkan kepalanya kompak. “Kamu ini Lun, Lun! Heran deh. Yang dipikirinnya cuma tidur mulu.” “Biarin. Suka - suka aku dong!” “Kalau aku justru ngiranya kamu semangat karena mau Ana kenalin sama someone special, Lun. Jadi nggak sabaran gitu, hehe.” “Ih, apalagi itu! Nggak penting banget! Listen ya! Yang paling bisa buat aku semangat itu cuma dua. Satu tidur, dua makan. Hanya itu!” Luna berucap seraya memalingkan wajahnya ke sembarang arah, dengan kedua tangan yang disedekapkan di atas perut. “Ampun deh! Nggak ngerti lagi aku sama jalan pikiran kamu!” “Ehh, tapi emang siapa orang spesial yang kamu maksud, Na?” Entah apa yang baru saja Luna pikirkan hingga bisa bertanya seperti ini. Yang sontak saja berhasil membuat Ana dan Clarissa saling lirik disertai dengan senyuman menggoda mereka. “Katanya nggak penting. Tapi ujung - ujungnya penasaran juga. Hmm, minta diapain nih, Sa?” “Bilang aja mau tapi gengsi!” Mendengar tanggapan mereka, Luna langsung memukul kedua daun bibirnya dengan pukulan pelan. “Ini bibir kenapa bisa ngomong gitu sih? Jadi salah paham kan!” ucap kesal Luna dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN