Part 3

2246 Kata
Ketiga gadis cantik berbeda karakter itu sangat betah berada di kantin. Dari mulai mengobrol bersama, makan minum bersama, hingga kembali mengobrolkan banyak hal tak pernah sekali pun kata bosan terlontar dari mulut ketiganya. “Guys, kalian udah pada tau belum berita ter-update saat ini?” tanya Clarissa dengan sangat bersemangat. Ia bahkan menatap serius kedua sahabat dekatnya dengan raut wajah penuh antusias yang sangat terlihat jelas. Seakan berita yang akan ia sampaikan nanti adalah berita bagus yang akan sangat membahagiakan mereka bertiga. Ana dan Luna yang pada saat itu sedang asyik menyantap makanan ringan berupa snack kentang, saling bertukar pandang dengan kedua alis yang saling bertautan. Seoalah bertanya, “Berita ter-update saat ini? Seluar biasa apa sih berita yang akan Clarissa sampaikan sampai dia terlihat sangat antusias seperti itu?” “Hmm, temen kuliah angkatan kita ada yang mau nikah?” tebak Ana yang mulai terlihat penasaran. Clarissa menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali seraya berkata, “Bukan.” “Ada yang baru jadian?” “Bukan.” Kembali mendengar kata “Bukan” terlontar dari bibir ranum Clarissa, Ana yang sejak tadi berusaha menebak kembali memutar otaknya agar dapat menemukan jawaban yang tepat. “Berita ter-update? Ada yang mau nikah? Ternyata bukan itu jawabannya. Ada yang baru aja jadian, juga bukan itu jawabannya. Terus apa dong kalau gitu? Apa jangan-jangan...”ucapnya dalam hati. Dan Ana pun mulai berspekulasi tentang yang tidak-tidak. Berbeda dengan Luna yang sejak tadi lebih memilih untuk diam, kembali melanjutkan kegiatan ngemilnya, sembari memerhatikan dengan seksama interaksi kedua sahabat dekatnya. Clarissa yang begitu antusias dalam mendengar jawaban yang akan Ana sampaikan, dan Ana yang begitu serius dalam berpikir dan menebak agar hasil tebakannya benar. “Bukan juga ya? Hmm, apa jangan-jangan berita yang kamu maksud itu adalah.. laki-laki yang kamu suka baru aja putus dari pacarnya? Wah, parah sih parah kalau memang itu beritanya. Kamu sebahagia itu? Ya emang kabar bahagia sih kalau kita tau orang yang kita suka ternyata baru putus dari pacarnya. Karena itu artinya kita punya kesempatan untuk bisa dekat dan berpeluang untuk jadi pacar barunya. Tapi ya jangan sefrontal itu juga, Sa. Kalau ada orang lain yang nyimak obrolan kita kan bisa bahaya. Nanti kamu bisa-bisa dituduh yang enggak-enggak lho. Temen yang senang di atas penderitaan orang lain lah, yang merencanakan mereka supaya putus lah, pelakor lah. Duh, serem-serem deh omongan julid plus nyinyir orang-orang zaman sekarang. Rasanya pengen terus usap-usap dada.” Ana mengulurkan salah satu tangannya untuk menggapai tangan Clarissa, kemudian mengusapnya pelan dengan penuh kelembutan. “Lain kali kalo kamu mau ngomongin yang kayak gituan, bisik-bisik aja kalau di kampus. Atau lewat chat aja. Kecuali kalau lokasi kita ngobrol bukan di kampus. Kamu mau heboh, jingkrak-jingkrak saking senengnya, nggak papa. Eh tapi jangan deh kalau jingkrak-jingkrak. Yang ada nanti kamu viral di sosial media dengan caption “Seorang gadis terlihat begitu senang, sampai jingkrak-jingkrak tidak jelas layaknya orang tidak tau malu, dikarenakan sang gebetan baru saja putus dengan pacarnya.” Kan nggak banget, Sa. Kamu tau sendiri, netizen zaman sekarang sama orang yang nggak dikenal aja berani banget video-in orang diem-diem tanpa izin, terus main asal sebar aja ke sosial media. Apalagi orang yang kenal kita.” Ana berucap dengan sangat berapi-api. “Pengalaman ya, Bund!” celetuk Luna seraya mulai tertawa ngakak di tempat duduknya. “Iya! Masa tau ada orang yang jatuh keselokan bukannya ditolongin malah divideo-in. Nggak ada akhlak emang itu orang. Kamu juga! Bukannya bantuin kayak Clarissa yang cepat tanggap malah ketawa-ketawa ngakak nggak jelas. Nggak ada bedanya kamu sama mereka!” “Hahaha. Ya maaf! Abisnya kamu lucu banget sih, Na. Kalau mau main air kamu kan punya kolam renang yang luas di rumah. Ngapain nyeburnya ke selokan! Hahaha. Anti mainstream ya!” “Nggak lucu! Itu jatuh! Bukan aku sendiri yang pengen nyebur. Yang bener aja!” “Wkwkwk. Canda, canda. Serius banget sih, Bund, jadi orang!” “Abisnya kamu! Orang marah lagi ngoceh bukannya ditenangin malah dibercandain. Ya gimana nggak emosi? Udah deh kita kembali ke topik awal. Terus gimana, Sa? Mereka putus gara-gara apa? Oh ya, kamu tau dari mana kalau mereka putus?” Ana mengembalikan topik obrolan ke topik semula seraya mulai kembali menatap Clarissa dengan pandangan mata penuh dengan keseriusan. Jangan lupakan juga ekspresi kepo-nya yang sangat terlihat jelas. “Kalian beloknya kelamaan! Tebakan kamu yang tadi salah besar! Orang yang aku suka masih single kok. Single-lillah malah! Lagian kamu nanya gitu kayak yang tau aja siapa orang yang aku suka.” Clarissa mulai menatap Ana dan Luna dengan pandangan mata mulai was-was. “Wah, bisa bahaya ini kalau mereka berdua udah tau siapa orang yang aku suka,” ucap Clarissa dalam hati. “Kalian berdua.. masih belum tau kan? Siapanya?” “Panik banget, Bund, kayaknya. Santai aja kali. Nggak kok. Kita nggak tau. Tapi ya emangnya bahaya banget ya kalau kita tau siapa laki-laki yang kamu suka? Kita kan sahabat. Masa sih harus rahasia-rahasiaan. Ana suka sama Rayhan aja kita udah tau dari lama kan? Dan dia biasa-biasa aja tuh. Tenang aja, Sa. Kita justru bakal bantu kamu supaya kalian bisa deket kalau kamu mau ngasih tau kita siapa orangnya. Kayak apa yang kita lakuin untuk Ana supaya dia bisa deket sama Rayhan,” ucap Luna berusaha meyakinkan. “Iya. Justru kita akan bantu kamu supaya kalian berdua bisa dekat. “ Ana mengiakan pendapat yang Luna ucapkan. “Hehe. Kalian berdua salah paham. Aku nggak panik kok tadi. Aku juga lagi nggak suka sama siapa-siapa. Apa yang aku omongin tadi cuma bercandaan aja hehe. Sekarang ini aku lagi pengen fokus sama kuliah aja. Mikiran dia yang belum tentu mikirin kita rasanya terlalu membuang-buang waktu.” “Ceilah Clarissa teguh. Mikirin dia yang belum tentu mikirin kita rasanya terlalu membuang-buang waktu? Kata-kata kamu ternyata bijak juga ya? Cocok nih kalau dijadiin quote of the day. Hehe. Tapi masa sih? Satu nama laki-laki pun nggak ada gitu yang kamu suka atau kagumin?” tanya Luna penuh penasaran. Clarissa memutar kedua bola matanya malas ke arah Luna. “Lun.. Kamu kayaknya butuh kaca deh! Coba sekarang aku yang tanya kamu. Masa sih, satu nama laki-laki pun nggak ada gitu yang kamu suka atau kagumin?” Mendengar pertanyaan itu, Luna mencemberutkan wajahnya. Ia menatap tak suka ke arah Clarissa. “Nggak ada! Ngapain juga mikirin atau kagumin laki-laki? Nggak ada kerjaan banget!” jawabnya kesal. “Sewot amat, Bund! Kan nggak ada salahnya juga kalau cuma suka atau kagum. Itu kan wajar. Suatu hal yang normal, dan in syaa Allah nggak akan berdosa. Kenapa? Karena itu merupakan bagian dari fitrah manusia. Asal ya jangan terlalu berlebihan. Sewajarnya aja dan kita harus menyikapinya secara bijak,” ucap Clarissa menimpali. “Iya, iya, Ustadzah Clarissa. Maaf.“ Mendengar panggilan itu, Clarissa langsung memelototkan kedua matanya ke arah Luna. “Ini anak dari tadi main asal nyablak aja ya. Tadi Clarissa teguh. Sekarang ustadzah Clarissa. Ada-ada aja deh. Aku tuh nggak se wow mereka.” Clarissa mendumel dalam hati. Tahu bahwa kini dirinya sedang dipelototi oleh Clarissa, Luna membalasnya dengan memamerkan deretan giginya yang rapi. “Kenapa? Kan omongan itu adalah doa, Sa. Lagian apa yang aku omongin yang baik-baik kok. Anggap aja aku tadi doain kamu supaya kamu bisa jadi seorang motivator yang hebat plus seorang ustadzah yang berilmu agama tinggi. Aminin kek!” Dan jangan lupakan aksi anehnya yang terakhir. Setelah berucap manis, Luna menaik turunkan kedua alisnya seraya tersenyum manis. Random banget memang Luna ini. “Iya-iya, aamiin. Oh ya, ternyata kita kalau ngobrol bisa ke mana-mana ya? Awalnya bahas apa, terus beloknya ke mana-mana. Ujungnya pembahasan awal belum selesai-selesai kan. Wkwk.” “Wkwk. Iya juga. Aku baru sadar.” Sahut Ana seraya menepuk jidat lucu. Dan ia sadar betul kalau belokan pembahasan yang pertama adalah ia yang memulai. “Nggak apa-apa. Itu tandanya kita udah senyaman dan secocok itu satu sama lain. Ngobrol nggak berhenti-berhenti karena ada aja hal-hal seru yang asyik buat diobrolin. Dan nggak bosen kan?” ucap Luna yang disetujui oleh kedua sahabat tersayangnya. Terlihat dari keduanya yang kini sedang menganggukkan kepala kompak. “Kembali ke topik awal, jadi berita ter-update apa yang kamu maksud?” “Oh itu. Kalian udah pada tau belum, kalau setelah ini kita free? Jam kuliah Pak Rudi kosong. Beliau berhalangan hadir karena ada hal penting yang harus segera beliau laksanakan dan kerjakan sekarang katanya. Jadinya beliau nggak bisa ngajar,” ucap Clarissa yang akhirnya memberitahu kedua sahabatnya terkait inti berita yang ia maksudkan di awal pembahasan. “Oalah, jadi itu toh yang mau kamu info-in tadi. Kalau soal itu sih aku udah tau. Barusan baca,” sahut Luna setelah menegak habis air mineralnya. Ternyata mengobrol panjang lebar berhasil membuatnya merasa haus luar biasa. Didukung cuaca yang mulai terasa panas setiap menjelang siang hari. “Kalau kamu juga udah tau, Na?” “Udah dong. Orang aku yang dikasih tau duluan sama beliau. Setelah itu aku kabarin ketua kelas kita buat kirim broadcast-an ke yang lain.” “Iya deh. Yang anak kesayangannya Pak Rudi,” cibir Luna seraya tersenyum lucu. “Jangan iri, Lun. Jelas lah Ana jadi kesayangannya para dosen. Dia anaknya rajin, pinter lagi. Emang kita? Udah mana nggak pinter alias pas-pasan. Rajin juga nggak! Males ngerjain tugasnya kebangetan lagi! Ya gimana mau jadi anak kesayangan kalau gitu. Mimpi namanya! Wkwk,” sahut Clarissa yang tentu saja mengundang derai tawa kedua sahabatnya yang lain. “Iya juga ya? Wkwk. Kayaknya kita mimpinya ketinggian deh, Sa.” “Kalian berdua ini ada-ada aja. Nggak juga. Aku bukan anak kesayangan kok. Paling cuma kebetulan aja ngasih kabarnya ke aku. Oh ya, aku mau beli minuman lagi nih. Ngobrol sama kalian panjang lebar bikin haus ternyata. Kalian mau juga? Biar sekalian aku pesenin.” “Boleh deh. Air mineral aku juga udah habis. Aku pesen es jeruk sama bakso Mang Samsul, ya? Selain haus laper juga ternyata.” “Oke. Kamu, Sa?” “Samain deh sama Luna.” Saking asyik dan serunya mereka menghabiskan waktu bersama di kantin, ketiganya tetap tak ingin beranjak meski broadcast w******p yang menginformasikan bahwa jam kuliah selanjutnya diundur dikarenakan sang Dosen yang berhalangan hadir telah mereka terima. Sepertinya kantin beserta suasana khasnya yang sering kali riuh dan ramai, lengkap dengan berbagai aroma menggiurkan yang saling berseliweran, berhasil membuat ketiganya terlena dan memilih untuk tetap menetap ketimbang langsung pulang menuju rumah masing-masing. Dan jangan lupakan ketiganya yang sudah saling merasa nyaman satu sama lain. Tak peduli tempat di mana mereka kini sedang bersama. Persahabatan yang indah, dan semoga akan selalu begitu. Saling membersamai. . . Ana berjalan santai menuju tempat kios bakso Mang Samsul yang berada di deretan kanan, bersebelahan dengan deretan kios jajanan lain di area kantin dalam. Saat langkah kakinya sudah hampir sampai, tangan kanannya terasa ditarik paksa dari arah samping. Hampir saja Ana hendak berteriak kencang jika si pelaku tersebut tidak segera membekap mulutnya dan menampakkan diri di hadapan Ana. “Ini aku. Maaf,” ucap si pelaku, yang ternyata seorang laki-laki, seraya berbisik pelan. Dan perlahan mulai menarik kembali tangannya, berganti kode dengan menempelkan satu buah jari di depan mulutnya. Meminta Ana agar tidak berucap kencang. “Ikut aku sebentar ya. Nggak akan neko-neko kok. Suer! Aku cuma mau nanya-nanya doang.” Si laki-laki itu kembali berbisik pelan. “Ikut—“ “Pelan-pelan dong ngomongnya. Nanti temen-temen kamu pada nengok ke sini. Bisik-bisik aja!.” “Oke. Ikut kamu ke mana?” ucap Ana seraya menatap kesal ke arah laki-laki itu, dan dengan suara pelan. Sesuai intruksi yang laki-laki itu perintahkan. “Sini, nggak jauh kok. Kita ke belakang kantin.” Si laki-laki itu kembali berucap pelan, kemudian mulai memimpin jalan. Dan setelah sampai di sana, tanpa ingin membuang-buang waktu lagi, Ana bersidekap di hadapan laki-laki itu seraya berucap, “Ada apa? Kenapa kita sampai harus ngumpet di sini segala sih?” “Ada yang ingin aku tanyain ke kamu. Penting!” “Ya udah buruan! Memangnya mau nanya apa sih sampai harus ngumpet-ngumpet segala? Sepenting itu kah?” tanya Ana kesal. Bagaimana tidak? Kedua sahabatnya pasti sudah menunggu makanan yang mereka pesan. Tapi kenyataannya Ana memesannya saja belum karena ulah si laki-laki menyebalkan di hadapannya ini. “Mmm, itu.. Si Luna kenapa sih bisa semarah itu sama aku? Sampai mau jadiin aku kayak perkedel lagi. Perasaan waktu pagi aku cuma gangguin dia yang biasa aja deh. Cuma ngegombalin dia, nggak lebih. Nyentuh tangan atau megang bajunya aja aku nggak berani. Masa digituin doang sampai semarah itu sih?” “Ya emang cuma digangguin biasa sih. Nggak yang nakal-nakal banget. Tapi efeknya itu lho. Kamu tau nggak? Gara-gara kamu nyia-nyiain waktu dia tadi selama hampir sepuluh menitan, dia bolos karena takut dimarahin sama dosen kita yang galaknya minta ampun. Ditambah lagi dia nggak dapet nilai kuis, di saat hampir semua teman-temannya dapat banyak tambahan nilai karena kuis itu. Mmm, kalau kamu tau betapa killer-nya Pak Joni, pasti pahamlah gimana terancamnya kita kalau nilai kita berada di bawah rata-rata. Jadi sekarang ya kamu pikir aja sendiri gimana keselnya dia sama kamu,” ucap Ana menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Luna, sahabat dekatnya. Mendengar itu, Leo—orang yang kini sedang mematung di hadapan Ana efek baru saja mendengar cerita dan alasan yang sebenarnya, terkejut luar biasa. “Pantes aja dia semarah itu sama aku. Mungkin bukan hanya akan dijadiin perkedel sama dia. Aku bisa dikubur hidup-hidup!” ucapnya dalam hati, dan berakhirlah dengan ia yang mulai mengacak-acak rambutnya frustasi, dengan Ana yang menatap miris kemudian mulai beranjak setelah menepuk pelan bahu Leo untuk sekedar menguatkan laki-laki itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN