Mendamba

2573 Kata
    "Merepotkan," ucap Ryan sembari mengganti kompres di kening Della. Adik angkatnya itu memang tengah demam tinggi setelah kejadian tadi malam. Ryan sendiri tidak menyangka kenapa Lea bisa sampai demam seperti ini? Padahal setelah kejadian itu, Della terlihat baik-baik saja. Bahkan terlihat sama puasnya dengan yang Ryan rasakan. Hanya saja, tiba-tiba suhu tubuh Della meroket naik dan sempat membuat Ryan agak panik. Untungnya, Ryan sudah terlatih dalam menghadapi situasi tak terduga seperti ini.     Jangan lupakan bertahun-tahun mengemban tugas sebagai seorang perwira polisi. Ryan tentunya memiliki pengalaman yang tak terhitung dalam menghadapi bahaya dan memiliki pengalaman untuk bertahan hidup. Selain itu, Ryan kecil juga dididik keras untuk menjadi penerus klan yang harus hidup mandiri dan tidak boleh bergantung pada orang lain. Seorang pemimpin klan yang hidup menjadi individu yang kuat dan tak tersentuh. Jadi, merawat seseorang yang sakit seperti ini tentu saja bukan hal yang sulit baginya.     Setelah menyeka keringat dingin di pipi dan leher Della, Ryan bangkit dan meninggalkan adik angkatnya itu. Kini keduanya tengah berada di apartemen milik Ryan. Apartemen yang jauh dari kediaman de Mariano berada. Ryan memang sengaja membawa Della ke luar dari rumah. Tentunya, Ryan harus berhati-hati karena tidak semua pelayan dan pekerja sudah mengabaikan diri mereka sepenuhnya padanya. Ryan sendiri yakin, ada beberapa dari mereka yang dijadikan mata-mata untuk mengawasinya. Itu adalah ulah Leon. Tidak perlu heran.        Ryan membuka laci nakas, dan mengeluarkan sebuah pistol berwarna hitam dari sana. Ia memeriksa dan ternyata selongsong peluru telah penuh terisi. Dengan pelur-peluru ini, Ryan bisa membunuh sekitar enam orang. Ia memainkan pistol tersebut, seakan-akan benda tersebut sama sekali tak berbahaya. Ia melirik Della, dan mengarahkan moncong pistol pada kepala Della. Sebuah seringai tersungging saat dirinya mengingat kejadian sebelumnya.     Dengan seringai tampannya Ryan berbisik, Reaksi yang bagus. Sepertinya aku harus kembali memberikan hadiah lagi. Bagaimana jika kita masuk pada cinta tahap keempat? Jadi, jangan tidur Della. Malam baru akan dimulai.     Ryan kembali menunduk akan mencium Della, tapi ia teringat sesuatu. Akan berbahaya jika dirinya melanjutkannya di sini. Karena kamar Della tidak kedap sauara, jeritan Della mungkin akan terdengar sampai ke luar ruangan. Ryan menarik Della untuk terduduk, ia meraih gaun tidur Della memakaikannya. Lalu melapisinya lagi dengan mantel hangat.     Sebelum membopong Della, Ryan menghubungi Marco untuk menyiapkan jalan dan mobil di pintu belakang. Ketika semuanya siap, Ryan segera membopong Della ke luar kamar dan melangkah menuju pintu belakang. Tidak ada satu pun pelayan yang berpapasan dengan dirinya, Ryan melirik cctv dan menyeringai saat melihat kamera pengintai tersebut telah mati.     Begitu ke luar dari pintu belakang, ia bisa melihat Fla tengah berdiri dengan Marco di dekat mobil yang tadi ia minta pada Marco. Ryan segera masuk mobil saat Marco membukakan pintu, tapi sebelum pintu tertutup Ryan berkata, "Aku cukup senang dengan keputusanmu ini Fla. Dengan ini, kau memastikan diri untuk menjadi orangku. Tentu saja, aku tidak akan lupa untuk memberikan bonus untukmu. Katakan saja apa yang kau inginkan nanti pada Marco. Tapi sekarang kita bicarakan yang lebih penting. Jadi, jika Madre menanyakan Della, kau akan menjawab apa?"     “Saya akan menjawab jika Nona masih berada di rumah temannya karena sedang mengerjakan tugas. Kemungkinan Nona akan menginap, sebelumnya Nona telah mengabari rumah ketika Nyonya dan Tuan tengah berada di acara amal. Nona tidak bisa mengabari Nyonya dan Tuan secara langsung, karena itu Nona hanya mengabari orang rumah.”     "Apa kau sudah memastikan jika teman Della juga sudah bisa diajak bekerja sama?"      "Sudah Tuan. Ia juga salah satu orang Tuan."      Ryan mengangguk puas saat mendegar jawaban dari Fla. Marco menutup pintu lalu mobil melaju menuju apartemen miliknya. Della yang kehabisan energi, bahkan tak bisa menggerakkan satu pun jarinya. Ia hanya bisa bersandar di d**a Ryan, dengan kedua matanya yang terbuka dan tertutup secara perlahan, tampak begitu mengantuk. Pipi Della juga masih terlihat begitu merah padam.      Ryan menyeringai. Ia mencium puncak kepala Della, menghirup aroma tubuh Della dengan rakus. Dalam waktu yang sama, salah satu telapak tangan Ryan kini mengusap paha lembut Della di balik gaun tidurnya. Della berusaha untuk menepisnya, tapi Della tidak bisa. Hal yang bisa Della lakukan hanyalah mengangkat tangannya dan berakhir menyentuh punggung tangan Ryan dengan lemah.     "Stt, sabarlah! Kita akan kembali bersenang-senang ketika tiba di apartemen."  ***     Kini tenaga Della sudah sedikit kembali. Kesadarannya juga sudah sepenuhnya mengisi tubuhnya. Gadis bertubuh ramping itu tampak bergerak tak nyaman di bawah tindihan Ryan. Dengan sentuhan selembut beledu, kini Ryan mencium dan menjilati leher Della.     Tentunya Della menggeliat dan menolak cumbuannya, tapi Della sudah pernah jatuh karena godaan Ryan, jadi tidak mungkin dirinya bisa meloloskan diri saat tubuhnya tahu jika apa yang ditawarkan oleh Ryan akan membuainya hingga dirinya merasakan surga dunia.     Sekarang Ryan sudah kembali melucuti pakaian Della secara sempurna. Untuk kedua kalinya, Ryan memuja tubuh Della. Tidak ada yang terlalu spesial dengan tubuh Della, ia tak memiliki tubuh sintal atau pun lekukan yang memikat. Ryan sendiri tak tahu, mengapa dirinya bisa sememuja tubuh Della seperti ini.     Ryan berusaha mengenyahkan pikiran anehnya, dan memilih untuk kembali melanjutkan niatnya. Ia menyeringai menatap mata Della yang masih sayu. Della, bersiaplah tahap keempat dalam cintaku akan segera dimulai.     Ryan menunduk dan kembali menggoda Della dengan sentuhan-sentuhan sensual yang membuat Della merinding bukan main. Sesuatu yang baru saja mereda, kini mulai terbangun kembali. Rasa panas yang tak sesuai dengan musim dingin ini, menyebar di setiap pembuluh darah Della.     Tanpa sadar Della mengerang keras. Merasa malu dengan suara yang ia keluarkan, Della segera menggigit bibirnya keras. Ryan yang menyadarinya segera melepaskan gigitan tersebut sembari berbisik, "Ini apartemenku, di sini kedap suara. Kau boleh menjerit atau mendesah sepuasmu."      Benar saja, sedetik kemudian Della menjerit kembali saat Ryan yang berpengalaman menggodanya dengan lihai. Punggung Della kembali melengkung membentuk sebuah busur indah ketika dirinya mendapatkan pelepasan untuk kedua kalinya.     Sekarang mari masuk ke dalam menu utama. Setelah ini, sudah dipastikan jika cintaku akan selalu tercurah untukmu, ucap Ryan setelah melucuti pakaiannya sendiri dan memposisikan diri.        Malu yang awalnya menguasai diri Della secara sempurna teralihkan saat mendengar ucapan Ryan tersebut. Mata bulatnya yang semula sayu, kni berubah berbinar. Ada pengharapan yang jelas di kedua manik mata Della. "Kakak janji?" tanya Della sembari memegang kedua tangan Ryan yang tengah mencengkram pinggang rampingnya.     Ryan tidak menjawab, ia menunduk dan menatap tajam mata bulat Della. Tiba-tiba Ryan yang semula berekspresi datar, menyeringai dan jeritan melengking terdengar di sepenjuru apartemen mewah milik Ryan. Untungnya, seperti yang dikatakan oleh Ryan tadi, apartemennya ini dirancang kedap suara sehingga suara jeritan Della barusah tidak terdengar oleh siapa pun di luar ruangan.     Ryan yang semula hanya ingin bersikap egois dan memuaskan dirinya sendiri tidak bisa melakukan hal itu saat sudah melihat betapa kesakitannya Della saat ini. Melihat ekspresi Della, tanpa bisa di tahan Ryan menunduk dan mencium kerutan di antara alis Della. Merasakan kelembutan tersebut, Della membuka mata. Seketika manik cokelat terang dan hijau gelap bertubrukan. Rileks Della, dan rasa sakitnya akan berkurang.     Dibantu oleh kecupan penenang dari Ryan, Della berusaha untuk rileks dan akhirnya apa yang dikatakan oleh Ryan terbukti. Untuk kesekian kalinya Della daintarkan oleh Ryan untuk mendapatkan puing-puing kenikmatan yang tidak dapat dimengerti olehnya. Apa yang dirasakan oleh Della tentu saja dirasakan oleh Ryan. Untuk pertama kalinya dalam seumur hidup Ryan, ia mendapatkan pelepasan yang sememuaskan ini.      Pelepasan yang ternyata juga membuatnya merasakan hasrat untuk kembali merasakan hal yang sama kembali. Ryan menunduk menatap wajah Della yang memerah dan berkeringat deras. Tanpa bisa ditahan, tangan Ryan terulur dan menyeka keringat Della yag bercucuran tersebut. Diciumnya pipi Della yang lembut dengan penuh kasih. Tidak, Ryan tidak peduli dengan dosa yang telah ia perbuat. Jika perlu, Ryan akan melakukan dosa yang sama secara berulang kali, agar hidup Della juga sama-sama dilumuri dosa, sama sepertinya.     Tubuh Della benar-benar lemas, ia sudah tak lagi memiliki tenaga. Della mengantuk dan hampir jatuh tertidur saat Ryan mencium ceruk lehernya sembari berbisik lembut, "Tidurlah, Della." Della terlelap dengan senyum yang tersungging manis. Seakan dirinya baru saja mendapatkan hadiah paling berharga dalam hidupnya.     Ya, Della memang mengira jika dirinya baru saja mendapatkan kasih sayang yang tulus dari kakaknya. Tapi itu hanya ilusi Della semata. Karena pada kenyatannya, Della hanya tengah berdiri di tepi jurang. Dengan sedikit sentuhan saja, Della akan terjatuh ke dalam jurang kekecewaan dan kesulitan untuk mendapat penyembuhan dari luka yang membebani mental dan fisiknya.     Ryan yang semula akan menarik pelatuknya, kembali melepaskannya dengan hati-hati. Masih dengan netranya yang tertuju dan menatap tajam pada Della, Ryan berbisik, "Sayangnya, saat ini bukan waktumu untuk mati, Della. Seperti kataku, mulai saat ini aku akan mencurahkan cinta padamu. Ya, aku akan mencurahkan cintaku padamu, hanya padamu. Hingga pada akhirnya kau akan hancur dengan cinta yang kau dambakan itu.”     Ryan menarik pistolnya kembali dan menyimpannya di laci. Setelah itu, Ryan kembali duduk di tepi ranjang. Berusaha untuk merawat Della yang mengalami demam parah setelah melewati malam yang panas dengannya. Ryan mendengkus. Mengapa ia harus repot-repot seperti ini? Sudahlah, yang pasti Della akan membayar semua rasa lelah Ryan yang telah repot menjaganya semalaman. ***     Della terbangun dengan tubuh yang membaik. Matanya mengerejap pelan saat merasakan sedikit pusing yang mendera kepalanya. Demamnya memang sudah turun dan kini Della hanya merasa sisa-sisa rasa sakit akibat kegiatannya dengan Raihan tadi malam. Kedua tangan Della menutup wajahnya. Kini setelah semuanya terjadi, Della tidak yakin apakah keputusannya tadi malam adalah hal yang benar.     Apakah Ryan benar akan memberikan cinta yang selama ini Della dambakan? Cinta tulus yang selalu Della impikan? Della tidak mengingkari jika dirinya memang haus akan cinta. Selama tujuh belas tahun hidup dengan identitas Lolita, Della sama sekali tak merasakan cinta seperti remaja yang lainnya. Setiap hari, Della hanya bisa melihat punggung satu-satunya orang yang bisa memberikan cinta tulus padanya.      Ya, selama tujuh belas tahun hidup berdua bersama ibunya, Della tak pernah mendapatkan kasih sayang dari ibunya. Della selalu diperlakukan bak orang asing yang menumpang hidup bersama. Di luar rumah pun, Della tak memiliki teman. Semua orang menunjuk-nunjuk dirinya, seakan Della adalah manusia paling hina di dunia ini. hal itu terjadi karena status Della yang terlahir tanpa ayah yang jelas. Della di cap sebagai anak haram yang tidak berhak mendapatkan perlakuan baik dari siapa pun.     Dunia Della berubah saat ibunya meninggal, dan Della harus bekerja sambilan selepas pulang sekolah demi menyambung hidup. Saat itu nasib Della belum membaik, sebelum dirinya diculik dan disiksa karena kesalahapahaman oleh Leon, ayah angkat yang kini sangat ia sayangi. Meskipun awal pertemuan Della dan keluarganya saat ini kurang baik, Della yakin jika mereka semua tak memiliki niat jahat. Semua itu hanya terjadi karena kesalahpahaman. Dan kini, bai Lean dan Leon sama-sama memberikan kasih sayang yang tulus pada Della.     Della tak bisa menahan diri untuk menangis. Ia sungguh berharap jika Ryan tidak mengingkari ucapannya. Jujur saja, Della tahu jika kejadian tadi malam sangat salah. Itu tidak boleh terjadi diantara kakak adik, tapi Della tak berdaya. Della ingin dicintai oleh kakaknya, dan tadi malam adalah kesempatannya untuk mendapatkan cinta Ryan. Jadi, jika sampai Ryan mengingkari ucapannya dan meninggalkan Della, sudah dipastikan jika Della benar-benar akan hancur.     "Apa masih terasa sakit? Apa perlu aku panggilkan dokter untukmu?"      Setuhan di punggung tangannya membuat Della menghentikan tangisnya. Sepasang manik cokelat terang yang polos kembali beradu dengan manik hijau gelap yang menyembunyikan sejuta rahasia. Bukannya terhenti, tangis Della kembali pecah. Melihat hal itu Ryan mendesah pelan. Ia meraih Della untuk duduk di atas pangkuannya. "Katakan, ada apa?" tanya Ryan sembari mengusap lembut pipi Della.     "Ka-Kakak ti-dak akan me-meningalkan De-Della, bukan?" tanya balik Della sembari meremas kemeja Ryan.     "Kenapa bertanya seperti itu? Bukankah sebelumnya aku sudah mengatakan akan lebih mencurahkan cintaku padamu? Maka aku akan melakukannya seperti itu. Darah pemimpin klan Potente Re mengalir deras dalam nadiku, hina bagiku untuk mengingkari apa yang aku katakan. Kau bisa memegang kata-kataku, Della. Pegang kata-kataku ini, dan kau bisa tenang.”     Bukannya tenang, Della malah menangis semakin keras saja. Ryan menghela napas. Sebenarnya kenapa Della bisa menangis seperti ini? Apa Ryan perlu memanggis dokter? Mungkin saja Della masih merasa sakit. Dengan canggung Ryan melingkarkan kedua tangannya untuk memeluk Della dengan lembut. Ajaib, tangis Della secara perlahan mereda. Keduanya berpelukan tanpa sedikitpun membuat suara. Tanpa berkata, keduanya bersepakat untuk membiarkan hening mengisi waktu mereka.     Sayangnya beberapa saat kemudian, ponsel Della berdering. Ryan meraihnya dan melihat Lea yang tengah menelepon. Sebelum mengangkatnya, Ryan memberikan sebuah kertas dan memastikan Della harus menjawab pertanyaan Lea sesuai dengan yang tertulis di sana.     "Halo Madre?"     "Astaga Della! Kenapa sejak semalam kau tidak mengangkat telepon Madre dan Padre? Apa kau tidak tahu seberapa khawatirnya kami padamu karena hal itu? Meskipun kami tahu jika kamu menginap di rumah temanmu, setidaknya, angkat telepon kami agar Madre dan Padre tidak merasa cemas!"      Ryan menunjuk tulisan yang berada di kertas. Della tak bisa menahan takjub karena Ryan menuliskan jawaban yang sesuai dengan pertanyaan madre mereka saat ini. Apa Ryan telah memperkirakan sejak awal semua pertanyaan Lea? Oh itu sungguh menakjubkan. Bagaimana bisa Ryan memperkirakan apa yang akan dikatakan Lea sampai sedetail ini?     "Maaf Madre, tadi malam setelah mengerjakan tugas, Della langsung tidur. Begitupula dengan teman Della itu. Jadi, Della bukannya sengaja untuk tidak mengangkat telepon Madre dan Padre.”     "Hah~ Madre benar-benar cemas. Ketika Ryan masih berada di luar kota, dan Madre pulang ke rumah tiba-tiba Madre tak bisa menemukan putra cantik Madre yang seharusnya tengah tidur dengan cantik di kamarnya. Anak-anak Madre rupanya semakin sibuk hingga tidak memiliki waktu untuk dihabiskan dengan Madre dan Padre. Tapi Della benar-benar tidak apa-apa, bukan? Dan sekarang kau di mana? Apa perku Chris menemputmu?" tanya Lea.     Della mengerutkan keningnya. sepertinya orang rumah tidak ada yang tahu jika Ryan sudah pulang. Della tersadar saat Ryan kembali menunjuk tulisan di kertas, Della membacanya dengan intonasi yang tepat, sehingga tidak terkesan tengah membaca teks. Ryan perlu mengacungi jempol keahlian Della ini. “Tidak perlu Madre, Della akan langsung ke kampus. Hari ini Della harus menyiapkan presentasi kelompok. Jadi, Della memiliki hari yang sibuk. Madre tidak perlu khawatir, Della baik-baik saja dengan teman Della.“     "Ya sudah, belajar yang benar ya, Sayang. Jika ada apa-apa segera hubungi Madre dan Padre. Nanti, Madre akan mengatakan pada Padre untuk Menambah uang jajanmu. Semangat Sayang! Madre dan Padre menyayangi mu!"      Ryan mengecup Della, memberikan penghargaan karena berhasil membuat Lea untuk tidak curiga. "Kakak, Della harus berangkat kuliah sekarang. Della memang memiliki jadwal kuliah yang padat hari ini. jika Della absen, Della pasti akan terkena masalah.”     "Kau tidak perlu kuliah, tidak perlu khawatir karena aku sudah mengatur semuanya hingga Padre tidak akan tahu jika kau absen dan menghabiskan waktumu di apartemenku ini. Kini kau hanya perlu memulihkan diri dan bersiap menerima limpahan cinta dariku."      Ryan meraih nampan di atas meja, dan meletakkanya di atas pangkaun Della yang masih duduk di pangkuannya. "Kau harus makan dulu, agar bisa minum obat."      Della awalnya ingin makan sendiri, tapi Ryan lebih dahulu mengambil sendok dan menyuapi Della. Tentu saja Della merasa senang. Sikap lembut Ryan yang tak dibuat-buat, dengan mudah menyentuh hati Della. Gadis yang telah menjadi wanita itu telah jatuh ke dalam jurang angan yang dalam, ia tak tahu rencana apa yang tengah dirancang oleh Ryan saat ini. Tentunya, rencana yang akan membuat Della hancur lebur. Lebih tepatnya, hati Della yang hancur lebur.     Kini hanya tinggal menunggu waktu, rencana itu dimulai. Saat itu pula, Ryan akan mengenalkan Della pada dunia yang kejam ini. Ya, Della akan sepenuhnya mengenali arti kejamnya dunia. Hatinya akan patah, dan dirinya akan menghakimi diri sendiri. Della akan menyalahkan dirinya karena telah percaya dengan ilusi yang menjerumuskannya pada luka mendalam.      Setelah itu semua terjadi, Della akan jatuh terpuruk. Della akan hidup dalam kegelapan yang disebabkan kekecewaan yang mendera hatinya. Dan pada akhirnya Della yang patah hati, akan menolak untuk hidup di dunia yang penuh kepalsuan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN