Bhumi Point of View.
&_&
"Pulang, Bhum!" Yoga menarik Bhumi dari meja kerjanya. Menyeretnya keluar dari ruangan itu kedalam mobil.
"Pulang! Arumi sendirian di rumah. Kasian dia." Sekali lagi Bhumi hanya diam. Membuat Yoga semakin tak mengerti dengan jalan pikiran sahabatnya itu.
"Arumi mau pergi, Ga. Lalu gue harus gimana?" Bhumi menyembunyikan wajahnya di balik kemudian setelah menyerukan kesedihannya selama seharian ini.
"Dia cuman mau studi wisata dari sekolahnya, Bhum. Gak usah selebay itu," kata Yoga yang masih setia berdiri di pintu mobil Bhumi.
"Tapi dia bilang dia mau ke Singapura selama dua bulan, Ga. Gue bisa mati pisah selama itu sama Arumi." Yoga menghembuskan napsanya lelah. Bhumi dan curhatannya adalah hal yang melelahkan. Karena Bhumi tak pernah mau menjalankan nasihat-nasihat dari Yoga agar hubungannya dengan Arumi menjadi lebih baik.
"Bilang sama Arumi untuk tetap tinggal. Dia gak akan pergi, Bhum. Sekarang lu pulang. Lakuin hal yang tadi gue ajarin." Dengan patuh, Bhumi menurutinya.
Dia akan mencoba untuk membujuk Arumi agar tidak pergi ke Singapura. Demi Tuhan! Akan di tinggal Arumi selama tiga hari saja Bhumi seakan sudah kehilangan gairah hidupnya. Apalagi jika selama dua bulan. Bhumi sepertinya benar-benar akan mati.
Tidak. Dia tidak mau terlalu lama berpisah dengan Arumi. Bhumi tak akan kuat dengan itu. Dia harus bisa membuat Arumi tetap tinggal dan tidak pergi ke Singapura.
Tapi bagaimana kalau Arumi malah membenci Bhumi Karena terlalu mengekanganya? Arumi tidak akan suka itu. Arumi tidak suka dilarang. Lalu bagaimana dengan Bhumi? Apa ia ikut saja ke Singapura? Tapi Arumi pasti akan malu pada teman-temannya karena terus ditempeli oleh suaminya. Bagaimana kalau nanti Arumi membencinya?
Tidak. Bhumi tidak mau. Ia tidak mau Arumi membencinya.
Bhumi harus menjadi suami seperti impian Arumi yang ada di dalam listnya. Tampan, kaya, tidak posesif, tidak banyak bicara, dan tidak membebaninya.
Ya, Bhumi harus menjadi suami idaman Arumi. Biarlah. Bhumi akan menahannya selama dua bulan. Itu lebih baik dari pada dia harus kehilangan Arumi selamanya. Dan dia akan benar-benar mati.
&_&
Bhumi menaiki ranjang dan memeluk Arumi dari belakang. Menghirup wangi strawberry yang keluar dari rambut indah Arumi.
"Belum tidur?" Bhumi bertanya pelan saat merasa pergerakan dari Arumi.
"Kenapa belum tidur?" tanyanya lagi saat Arumi tak menjawabnya.
Arumi membalikkan badannya menghadap kearahnya. Bhumi tersenyum dalam hati melihat wajah cantik Arumi yang selalu ia Puja selama ini. Mata besarnya, hidung lancip dan mungilnya, serta bibir pink tipis yang selalu ia kecup setiap malam.
Matanya terpejam saat jari-jari lentik Arumi bermain di wajahnya. Bhumi meresapi dan menikmati segala hal yang di lakukan Arumi di wajahnya. Membelai wajahnya dengan penuh pemujaan. Membuat Bhumi merasa menjadi laki-laki paling beruntung di muka bumi. Lalu kemudian matanya terbuka saat ia tak merasakan jari itu lagi di wajahnya. Di tatapnya mata wanita yang begitu ia Puja dengan dalam.
"Sudah persiapan untuk studi wisata besok?" Arumi lagi tak menjawab pertanyaan.
"Besok berangkat jam berapa?" dia bertanya sekali lagi.
"Besok kakak antar. Sebaiknya kamu tidur biar tidak kesiangan besok." Bhumi mengecup kening Arumi lama dan menarik wanita itu semakin masuk kedalam pelukannya. Sepertinya Arumi memang tidak menyukai Bhumi jika ia banyak bicara.
&_&
Bhumi terbangun dari tidurnya saat ia tak merasakan hangat di tubuhnya. Matanya terbuka dan ia tak menemukan Arumi di sampingnya. Pagi yang buruk. Di tambah dengan Arumi yang akan pergi pagi ini. Harinya akan semakin memburuk.
Bhumi memutuskan untuk mandi dan berharap setelah mandi dia akan menemukan Arumi yang tengah menyiapkan pakaian kerjanya. Kemudian mengancingkan kemejanya, memakaikannya dasi dan mencium bibirnya lalu menggandengnnya ke meja makan.
Namun itu hanya kosong yang Bhumi dapatkan saat keluar dari kamar mandi. Tidak ada Arumi dan pakaian kerja yang biasa wanita itu siapkan. Membuat pagi Bhumi semakin memburuk.
Pintu terbuka menghentikan Bhumi yang akan memakai dasinya. Ia mendapati istrinya berjalan kearahnya dan mengambil alih dasi itu. Setidaknya dia tidak akan kehilangan kecupan paginya hari ini.
Namun Bhumi kehilangannya. Arumi pergi begitu saja dan masuk ke dalam kamar mandi setelah memakaikan dasinya dan mengatakan sarapan untuk Bhumi sudah tersedia di meja makan.
Bukan. Bukan sarapan yang Bhumi inginkan. Bhumi menginginkan kecupan wanita itu di bibirnya. Seperti yang biasa Arumi lakukan setiap pagi.
Mengapa Arumi melupakannya? Apa Arumi sudah mulai bosan dengannya?
&_&
Hari-hari Bhumi begitu terasa menyiksanya. Dia tidak melihat serta mendengar suara Arumi dua hari ini. Tidak ada hari yang lebih buruk dari dua Hari ini. Lalu Bhumi berfikir, bagaimana harinya dua bulan nanti saat Arumi pergi ke Singapura?
Bhumi tidak pernah menyentuh minuman beralkohol sebelumnya. Arumi tidak menyukai suami yang pemabuk dan Bhumi tidak akan pernah melakukan itu. Tapi malam ini, Bhumi melanggarnya. Bhumi mabuk karena ia begitu merindukan istrinya. Aruminya.
"Udah, Bhum! Arumi gak suka suami pemabuk. Lo sendiri yang bilang, bukan?" Yoga menarik segelas vodka dari tangan Bhumi. Kemudian menyeret laki-laki itu keluar dari Club malam.
Sepanjang perjalanan Bhumi terus saja meracau. Menyebut nama Arumi dan berteriak betapa dia sangat mencintai istrinya. Betapa ia sangat memujanya istrinya. Betapa ia sangat merindukan istrinya. Betapa ia sangat tak ingin kehilangan Arumi. Istrinya.
Bhumi merasa begitu gila karena merindukan Arumi.