Azzam dijemput supir pribadi Naura di rumah tempat tinggalnya. Sampai di rumah Naura, ia langsung menemui Naura di ruang kerja. Barang-barangnya dibawakan oleh supir, ke kamar yang disediakan untuknya.
"Selamat sore, Bu." Azzam menyapa Naura.
"Selamat sore. Silakan duduk, Pak Azzam." Naura mempersilakan Azzam duduk.
"Terima kasih."
Azzam duduk di hadapan Naura.
"Akad nikah kita akan dilaksanakan jam delapan malam ini. Tidak ada keluarga saya yang hadir. Kita hanya akan menikah dengan wali hakim. Dan mengundang Pak RT dan Pak RW di tempat ini." Tamu undangan disebutkan Naura kepada Azzam. Agar nanti Azzam bertanya-tanya kenapa tidak ada keluarga Naura hadir di pernikahan mereka.
"Baik. Saya sudah menyiapkan mahar dan cincin kawin. Mohon maaf kalau harganya murah saja." Permintaan maaf, Azzam sampaikan kepada Naura. Karena yang ia beli, disesuaikan dengan kemampuan kantongnya sebagai seorang supir.
"Tidak masalah. Yang penting kita bisa menikah dan sah secara agama." Naura tidak mempermasalahkan harga mahar. Naura juga tidak mengharapkan diberi apa-apa, selain mahar yang sederhana. Itu sudah cukup baginya.
"Baik, Bu."
"Sebaiknya mulai sekarang kita terbiasa merubah panggilan. Saya akan memanggil anda Abang, anda boleh memanggil nama saya saja." Usul Naura agar mereka merubah panggilan. Supaya terdengar seperti suami istri yang sesungguhnya.
"Baik." Azzam menganggukkan kepala setuju saja
"Sekarang silakan anda istirahat di kamar yang sudah disediakan. Nanti jam delapan baru kita akad nikah." Naura mempersilahkan Azzam untuk istirahat lebih dulu.
"Baik. Kalau begitu saya permisi." Azzam berdiri dari duduknya, Naira juga.
"Silakan."
Azzam keluar dari ruangan kerja Naura di bawah tatapan Naura yang merasa lega. Satu momen penting dalam hidupnya akan dijalani. Momen yang harusnya ya jalani bersama Fadel, kekasihnya. Tapi sayangnya tidak bisa, hingga harus merangkai kisah seperti ini.
Azzam menuju kamar yang disediakan untuknya. Kamarnya ada di lantai bawah. Kamar yang cukup luas, meski tidak seluas kamar tidurnya di Banjarbaru. Perabotnya juga termasuk ukuran mahal. Kasurnya cukup besar, ada lemari dengan tiga pintu. Ada televisi dan satu set sofa. Pemandangan di belakang kamar adalah hamparan taman yang cukup luas. Azzam memeriksa kamar mandi.. kamar mandinya cukup luas dengan shower dan bathtub, serta wastafel. Azzam cukup lega melihat kondisi kamar yang akan ia tinggal selama enam bulan. Kamar yang tidak mengecewakan. Yang terpenting bagi Azzam, kamarnya bersih dan nyaman. Tidak panas, dan sejuk.
Ponsel Azzam berbunyi. Diambil ponsel dan ditatap layar ponsel. Yang menelpon ternyata adalah Zahra.
"Assalamualaikum, Abah. Sudah nikahnya?" Tampaknya putrinya tidak sabar melihat Abahnya menikah lagi. Abahnya sudah cukup lama menduda. Beberapa tahun sebelum mamanya meninggal, abahnya sudah mengurus mamanya yang mengalami gagal ginjal. Abahnya sangat setia. Padahal mamanya sudah mengizinkan abahnya menikah lagi, karena mamanya tidak bisa melayani abahnya lag. Tapi abahnya tidak mau mendua hati. Abangnya sangat setia, memiliki keikhlasan yang patut dibanggakan.
"Wa'alaikum salam. Belum, nanti habis isya baru nikah."
"Abah sedang di mana sekarang?"
"Di rumah calon istri Abah."
"Kok sudah di situ?"
"Biar gampang."
"Gampang untuk apa?"
"Gampang untuk nikah."
"Weh, gampang untuk nikah, atau untuk kawin nih. Zahra tunggu adik kecilnya ya Abah "
"Tidak ada kawin. Nikah saja."
"Kalau di cerita n****+, atau di film suami bayaran pasti jadi suami betulan."
"Kamu suruh Abah jadi perebut gadis orang?"
"Kan sudah jadi istri Abah. Bebas dong!"
"Perjanjiannya jelas. Hanya kawin kontrak untuk mendapatkan status saja. Abah adalah orang yang dikontrak, harus mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan oleh Naura."
"Lihat saja nanti. Apa Naura sanggup melepaskan Abah."
"Dia itu gadis muda. Lebih muda dari kamu. Hanya saja dia pintar sehingga umur 20 tahun sudah menjadi sarjana. Saat itu orang tuanya meninggal tabrakan, jadi perusahaan dia yang menangani. Tapi keluarga ayahnya menginginkan perusahaan di jual dan dibagi dengan mereka."
"Oh begitu ya. Lalu apa hubungannya dengan pernikahan?"
"Kalau dalam tempo tiga bulan Naura menikah, maka perusahaan sah menjadi miliknya sendiri."
"Oh begitu. Hebat juga ya umur 20 tahun sudah jadi bos."
"Kamu juga begitu. Usia dua puluh tahun sudah jadi bos juga."
Zahra terkikik. Ia jadi bos rumah tangga.
"Jadi bos rumah tangga kalau Zahra sih. Zahra doakan semoga menjadi ibu tiri Zahra yang sesungguhnya, aamiin."
"Janganlah! Kasihan dia."
"Biarin aja. Abah itu sadar tidak sih, kalau abah ganteng, gagah, kaya raya, humoris, penyayang..
Di sini saja banyak wanita yang mengejar Abah."
"Sudah. Jangan bicara itu lagi. Sudah ya, Abah mau istirahat. Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam. Kirimkan foto atau video saat akad nikah ya."
"Akan Abah kirimkan. Tapi jangan disebarkan. Hanya boleh dilihat oleh abangmu, iparmu, dan suamimu saja"
"Iya "
"Sudah ya."
Azzam mematikan teleponnya. Azzam lega karena kedua anaknya menyambut dengan lapang d**a rencana pernikahannya. Meskipun pernikahan sandiwara, mereka tidak mempermasalahkannya. Mereka tahu kalau Azzam pasti sudah memikirkan dampaknya.
*
Setelah salat isya. Azzam bersiap untuk akad nikah. Sesuai seperti apa yang dikatakan oleh Naura, akad nikah mereka hanya dihadiri oleh beberapa orang saja. Termasuk ada orang KUA, yang nanti akan membantu proses mereka mencatat pernikahan mereka. Walau pernikahan sandiwara, tapi harus disahkan agar keluarga ayahnya percaya. Naura tidak ingin banyak berdebat dengan mereka. Lebih baik membuktikan saja dengan tindakan, tanpa harus membuang tenaga saling melempar serangan.
Azzam mengenakan baju koko putih, celana hitam, dan peci hitam. Tampilannya sederhana saja, seperti orang biasanya. Sedang Naura menggunakan busana muslim warna putih, dan jilbab warna putih. Tampilannya juga sederhana, tidak ada yang istimewa. Azzam sudah menghafal akad nikah yang harus diucapkan. Tidak terlalu sulit bagi Azzam. Ia merasa sangat siap untuk melakukan pernikahan malam ini. Maharnya hanya satu perangkat alat salat, dan satu set perhiasan yang harganya tidak terlalu mahal.
Akad nikah berjalan lancar. Setelah akad nikah mereka mengadakan syukuran kecil-kecilan. Yang hadir di acara itu, selain Pak RT, ada Pak RW, ada dua orang KUA, asisten pribadi Naura, orang kepercayaan Naura di perusahaan, dan para pegawai rumah tangganya. Tentu juga wali nikah dan penghulu. Hanya itu saja orang yang mengikuti prosesi akad nikah. Konsumsi untuk akad nikah, dipersiapkan oleh ART rumah Naura. ART yang sudah bekerja melampaui usia Naura. Mereka adalah orang-orang yang setia. Naura sangat percaya dengan mereka semua.
Setelah akad nikah selesai. Syukuran selesai. Para tamu undangan mulai bergerak pulang.
"Terima kasih, Bang Azzam. Saya harap anda kuat menghadapi cobaan yang mungkin akan datang. Saya yakin anda bisa dipercaya. Sekali lagi terima kasih. Silakan anda masuk ke kamar untuk beristirahat. Saya juga ingin beristirahat. Besok pagi kenakan pakaian yang sudah disiapkan di lemari. Tugas anda mengawal saya sebagai asisten pribadi."
"Baik, Bu. Terima kasih juga, karena sudah percaya pada saya. Saya permisi masuk ke kamar dulu untuk beristirahat."
"Baiklah. Selamat malam."
"Selamat malam."
*