Naura berbaring di atas ranjang. Tatapannya ke langit-langit kamar. Pernikahannya harusnya terasa berkesan. Tapi pernikahannya terasa biasa saja. Karena lelaki yang menikahinya bukan orang yang ia cinta. Impian untuk menikah sekali seumur hidup tidak terlaksana. Tapi Naura tidak ingin menyesalinya. Semua ini ada alasannya, bukan karena keinginan dirinya, tapi untuk mempertahankan perusahaan ayahnya. Ayah dan ibunya sudah berjuang mendirikan perusahaan. Tiba-tiba saudara ayahnya ingin ikut menguasai perusahaan. Itu sungguh menyakitkan. Padahal mereka juga memiliki perusahaan sendiri. Kenapa berniat mengambil perusahaan milik ayahnya. Naura merasa kecewa. Ia seperti sebatang kara di dunia ini. Padahal memiliki nenek dan kakek dari kedua orang tuanya. Tapi tidak ada yang peduli akan kehidupannya. Tidak ada yang bertanya, apa ia dalam kesulitan atau tidak. Hanya asisten pribadi ayahnya, dan wakil ayahnya di perusahaan, yang sangat memperhatikannya. Karena kedua orang itu adalah sahabat terdekat ayahnya. Mereka sangat memperhatikan Naura. Tapi asisten pribadinya akan segera pensiun. Usianya sudah 65 tahun. Begitu juga dengan kepercayaan ayahnya. Usia beliau sudah 60 tahun. Beliau juga ingin minta pensiun. Karena itulah mereka mengusulkan Azzam sebagai suami bayaran. Dalam pandangan mereka, Azzam memang terlihat hanya sebagai sopir biasa. Tapi mereka merasa, Azzam memiliki sesuatu dalam dirinya yang mereka yakin pasti mampu membantu Naura mengatasi masalahnya.
Azzam dalam pandangan Naura, sosok dewasa yang ia yakini mampu melindunginya. Karena yang ia hadapi bukan sekadar orang yang menginginkan harta warisannya. Tapi dalam pandangan Naura, saudara ayahnya terlihat sebagai orang serakah. Itu harus diwaspadai. Karena orang serakah lebih daripada orang iri. Mereka pasti akan mencari cara, untuk meraih apa yang diinginkan. Sedang dirinya, hanya gadis muda yang tidak memiliki pengalaman apa-apa. Jika tidak pintar-pintar dalam bertindak, sebentar saja ia sudah takluk pada keinginan saudara ayahnya.
Tentang Azzam. Naura tidak mencari tahu lebih jauh tentang kehidupan Azzam di Banjarbaru. Naura hanya tahu, Azzam mantan supir di perusahaan batubara di sana. Tapi Naura tidak menyelidiki lebih jauh lagi latar belakang Azzam. Yang jelas, menurut pengamatan asisten pribadinya, dan orang kepercayaannya, Azzam orang baik yang bisa diandalkan. Naura harus mengakui, Azzam tidak banyak bicara, tidak banyak bertanya, tidak menuntut apa-apa. Tampaknya bagi Azzam, uang 200 juta itu sudah cukup memuaskannya.
Mata Naura terpejam. Ia belum ingin mengabari kekasihnya, kalau malam ini sudah menikah. Naura memang menghindari sering menghubungi kekasihnya, karena tidak ingin kekasihnya terganggu dalam studinya. Naura yakin tidak gampang kuliah di luar negeri. Apalagi dituntut orang tua agar cepat menyelesaikan kuliah. Naura memilih menunggu, Fadel mengabarinya saja. Tidak ingin menuntut terlalu diperhatikan. Naura percaya pada kesetiaan pacarnya. Naura yakin, Fadel kekasih yang setia.
Mata Naura terpejam. Ia berusaha untuk tidur dan melupakan sejenak semua masalahnya.
Sementara itu di kamar Azzam.
Sedang heboh grup keluarga Azzam. Anak dan menantu Azzam mengomentari prosesi akad nikah yang direkam oleh supir Naura. Dan dikirim ke ponsel Azzam.
"Masya Allah. Cantik sekali istri Abah. Seperti bule tulen. Tidak terlihat ada unsur Indonesianya. Zahra ingin sekali bertemu dengan dia." Zahra paling antusias diantara yang lainnya.
"Adik kita nanti bule sama seperti anak kakak." Aziza istri Zakir ikut berkomentar. Aziza adalah adik kecil bagi anak-anak Azzam, karena tumbuh besar bersama.
"Aamiin. Semoga cepat hamil." Zahra sangat senang memikirkan akan punya adik bule.
"Kalian ini berpikirnya terlalu jauh. Tidak ada adik. Abah tidak tidur dengan dia." Azzam mengingatkan anak-anaknya, kalau pernikahannya tidak seperti pernikahan orang biasa. Tapi hanya nikah kontrak saja. Tidak tidur bersama. Tidak akan ada adik bagi mereka dari pernikahan ini..
"Kami doakan semoga Abah tidur dengan dia. Kami mau adik bule, Abah!" Zahra mulai merengek pada abahnya. Zahra memang sangat manja pada abahnya.
"Permintaan yang tidak akan bisa dikabulkan." Azzam menggelengkan kepala. Dalam layar ponsel yang terlihat hanya Zahra dan Aziza saja. Kedua suami mereka tidak terlihat, hanya terdengar suara saja.
"Tidak ada yang tidak mungkin kalau Allah sudah berkehendak. Abah itu sadar tidak. Abah ganteng, gagah, usia 44 tahun, tapi seperti masih 30 tahun. Cinta bisa tumbuh karena terbiasa." Putrinya berkeras, memberi semangat pada Azzam untuk memberikannya adik.
"Ah sudahlah. Abah tidak ingin bicara lagi dengan kalian. Kalau kalian membahas adik terus. Tidak ada tidur bersama, tidak ada adik. Adanya cuma ibu tiri sementara saja. Abah tidak bercerita kepada dia tentang kalian. Dia juga tidak bertanya. Dia tidak tahu kalau Abah memiliki anak ya sudah dewasa seperti kalian. Dia juga tidak tahu Abah sudah memiliki cucu. Dalam pikiran dia mungkin anak Abah baru SMP atau SMA. Kalau dia tahu Abah punya cucu mungkin dia tidak akan memilih Abah." Azzam menjelaskan kalau Naura tidak tahu secara jelas kehidupannya. Azzam juga tidak ingin memberitahu kalau Naura tidak bertanya. Karena hal itu tidak penting, sebab mereka menikah hanya untuk sementara saja. Tidak perlu terlalu mendekatkan diri.
"Abah rendah diri ya? Bos besar jangan rendah diri dong. Abah itu hebat, sakti mandraguna, pesonanya luar biasa. Harus percaya diri Abah itu memiliki sesuatu yang tidak dimiliki orang lain. Abah pasti bisa menaklukkan dia." Pujian Zahra tidak membuat Azzam besar kepala. Azzam sadar diri dengan pesanannya, karena sejak zaman dulu sudah begitu banyak wanita yang mengejarnya. Tapi hatinya sudah terpikat pada istrinya, tidak tertarik pada wanita lainnya. Azura memang bukan cinta pertama, tapi cinta yang membuatnya rela berkorban. Rela menikah muda dan dipanggil Abah pada usia belasan tahun.
"Hey. Abah menikah dengan dia bukan karena ingin menaklukan, tapi ingin membantu dia. Karena pernikahan ini sebuah solusi bagi masalah yang hadapinya. Jangan berharap terlalu jauh, Karena untuk sekarang Abah juga belum tertarik memiliki istri. Ingat ini hanya pernikahan perjanjian. Kawin kontrak, jadi jangan berharap lebih dari itu." Azzam mengingatkan anaknya.
"Terserah Abah saja. Apapun yang Abah lakukan Zahra tetap berharap dia menjadi ibu tiri Zahra yang terbaik. Zahra tidak akan menggugat apa yang Abah katakan. Tapi Abah juga jangan menggugat apa yang Zahra harapkan. Kita dengan pikiran masing-masing saja, Abah. Doa Zahra semoga Abah bahagia dengan pernikahan yang sekarang. Almarhumah Mama, pasti juga akan bahagia melihat Abah bahagia. Kita semua sayang Abah dan selalu mendoakan yang terbaik untuk Abah." Suara Zahra bergetar saat teringat mamanya.
"Terima kasih banyak atas dukungan kalian. Terima kasih untuk doanya. Abah juga selalu berdoa untuk kalian semua. Kalian adalah milik Abah yang paling berharga. Sudahlah. Abah sudah mengantuk. Kalian tidur juga ya. Selamat malam. Assalamualaikum."
"Selamat malam, Abah. Wa'alaikum salam. I love you for ever muach!"
Azzam meletakkan ponselnya. Hatinya lega dengan dukungan dari anak-anaknya terhadap pernikahan kontrak. Pernikahan yang tidak pernah dipikirkan akan ia jalani.
*