PART. 8 SUAMI BOS

1112 Kata
Azzam berdiri di dekat pintu belakang mobil. Siap untuk membukakan pintu untuk Naura. Naura keluar dari pintu rumah dengan menenteng tas yang Azzam tahu tidak murah harganya. "Aku duduk di depan saja." Naura menolak duduk di jok belakang. Naura ingin duduk di jok depan. "Oh baik." Azzam menutup pintu yang sudah ia buka. Lalu membuka pintu depan. Naura masuk ke dalam mobil. Azzam menutup pintu untuk Naura. Kemudian memutari body mobil, lalu masuk ke dalam mobil duduk di belakang setir. "Sudah siap?" Azzam menoleh untuk menatap Naura. "Iya." Azzam membaca doa seraya menyalakan mesin mobil. Naura menolehkan kepala untuk menatap Azzam. Pak Timo membukakan pintu gerbang. Agar mobil bisa keluar dari halaman. "Terima kasih, Pak Timo. Assalamualaikum." Azzam mengucapkan rasa terima kasih kepada Pak Timo. "Wa'alaikum salam. Hati-hati di jalan." Pak Timo melambaikan tangannya dan mengingatkan untuk berhati-hati kepada Azzam. Azzam menjalankan mobil dengan kecepatan sedang saja. Tidak terlalu cepat, tidak juga terlalu lambat. "Maaf, apa yang harus saya kerjakan hari ini?" Pertanyaan itu Azzam melontarkan karena belum tahu apa tugasnya hari ini. "Nanti menemani saya untuk beberapa pertemuan." Naura mau jawab secara singkat saja. Yang jelas ia ingin Azzam menemaninya ke mana pun pergi. "Baik." Azzam menganggukkan kepala. Setuju saja dengan apa yang diinginkan wanita yang sudah membayarnya menjadi suami. "Jangan pernah jauh dari saya." Naura ingin Azzam selalu berada di dekatmu. Karena perasaannya mengatakan, pernikahan tidak akan menyelesaikan permasalahan. Bisa saja saudara ayahnya melakukan sesuatu yang tak terduga demi merebut perusahaannya. "Baik." Azzam tidak membantah apapun yang dikatakan Naura. Azzam merasa tugasnya untuk menjaga Naura. "Saya khawatir, ada yang ingin mencelakai saya. Karena itu saya perlu penjagaan yang lebih ketat." Pikirannya dikemukakan kepada Azzam. "Baik." "Apa tadi malam bisa tidur nyenyak?" Tiba-tiba Naura bertanya tentang keadaan Azzam tadi malam. "Alhamdulillah. Saya tidur dengan sangat nyenyak." Jawaban apa adanya yang Azzam katakan kepada Naura. "Baguslah. Karena selama enam bulan kamu akan tidur di rumah saya. Kalau kamu tidak kerasan di rumah saya, itu tentunya akan menjadi masalah." Naura berharap Azzam bisa pecah selama tinggal di rumahnya. "Kenapa saudara ayahmu menolak menjadi wali nikah. Padahal mereka yang mengharapkan kamu untuk segera menikah." Azzam akhirnya menanyakan yang mengganggu pikirannya. "Mereka bukan mengharapkan saya cepat menikah. Tetapi mereka mengharapkan saya segera menjual perusahaan. Saya tidak tahu apa yang terjadi pada mereka. Mungkin sedang berada dalam kesulitan keuangan. Tapi tidak mau mengatakannya terang-terangan." Naura bicara dengan nada agak ketus. Itu menunjukkan, rasa sakit hati Naura kepada saudara ayahnya. "Jadi syarat menikah itu sebenarnya untuk apa?" Azzam bingung dengan syarat nikah yang diberikan. "Mereka tahu kekasih saya ada di Amerika sedang menuntut ilmu. Jadi mereka memiliki keyakinan kalau saya tidak mungkin menikah dalam waktu cepat. Mereka pasti tidak berpikir, kalau saya akan mencari suami bayaran, untuk memenuhi syarat dari mereka." Jawaban jujur Naura berikan untuk Azzam. "Apakah setelah kamu menikah, mereka tidak akan mengganggu kamu lagi?" Azzam melanjutkan pertanyaan untuk mengetahui lebih jauh apa yang terjadi. "Saya tidak yakin akan hal itu. Karena itu saya meminta kamu untuk menjaga saya. Menemani saya kemanapun saya pergi. Walau saya sudah memenuhi tuntutan mereka, tapi saya merasa belum tenang." "Kenapa tidak dilaporkan ke polisi. Sikap mereka yang menekan itu mengganggu kenyamanan dan ketenangan hidup. Bisa dilaporkan ke polisi sebagai sebuah perbuatan tidak menyenangkan." Azzam mengusulkan untuk lapor polisi, agar Naura tidak lagi merasa terganggu oleh tindakan saudara ayahnya. "Saya tidak ingin bertindak gegabah. Saat ini mereka masih menekan dengan cara halus. Tidak bisa dibuktikan sebagai tindak kekerasan. Lagi pula mereka adalah saudara kandung ayah saya. Walau selama ini mereka tidak baik, masih ada hubungan darah di antara kami.. Saya ingin menghargai hal itu." Sikap Naura yang tidak melawan karena masih menghargai hubungan darah di antara dirinya dengan saudara ayahnya. Walau Naura tak begitu menyukai mereka, tapi ia masih berusaha menghormati. "Saya mengerti. Tentang apa yang harus saya lakukan, saya mohon bimbingan dan petunjuknya. Karena ini baru pertama kali bagi saya menjadi seorang asisten pribadi." Azzam minta Naura untuk membimbingnya. Walau ia lebih tua, lebih berpengalaman, tapi untuk kali ini harus mengikuti selera Naura.. "Ya. Pak Prio, asisten pribadi saya nanti yang akan membimbing." "Terima kasih." Mereka tiba di kantor. Azzam mengikuti langkah Naura masuk ke ruangan kerjanya. Tentu saja kehadiran Azzam menjadi pusat perhatian para karyawan. Karena pernikahan mereka tidak diberitahukan kepada karyawan kantor. Bisik-bisik terdengar antar karyawan. Karena mereka tahu betul Azzam hanya seorang sopir. Tapi kenapa tiba-tiba mengikuti langkah Naura masuk ke dalam ruangan. "Apa Pak Azzam jadi bodyguard Bu Naura ya?" Salah seorang karyawan merasa penasaran, kenapa Azzam mengikuti langkah Naura masuk ke dalam ruangan. "Bisa jadi. Aku dengar ada konflik antara Bu Naura deng saudara almarhum ayahnya. Mungkin karena itu Bu Naura butuh bodyguard." Karyawan lainnya ikut berkomentar. "Katanya, mereka ingin menjual perusahaan ini. Bu Naura tidak mau, karena Pak Nadim sudah berjuang demi kemajuan perusahaan ini." Sahutan dari lainnya. "Kalau dijual kemungkinan hanya pimpinan kita saja yang berubah. Apa yang ada di dalam perusahaan tidak akan berubah." "Iya aku pikir begitu. Tapi kalau dijual kasihan Bu Naura. Kehilangan warisan dari orang tuanya." "Iya benar." Di dalam ruangan Naura. Naura duduk di kursi kerjanya. Sementara Azzam duduk dengan sekretaris Naura di sofa. Mereka sedang membahas jadwal Naura selama beberapa hari ke depan. Naura akan pergi ke mana saja, dan mengurus apa saja. Azzam harus tahu hal itu, karena Azzam yang akan mengantarkan kemanapun Naura pergi. Dan mengawal Naura setiap hari. Pak Prio sudah tua, tidak bisa mengawal Naura lagi. Untuk menggaji pengawal bayaran, Naura tidak tertarik. Menurutnya ribet karena harus membawa banyak orang. Lebih baik Azzam saja yang mengawal. Azzam paket lengkap, bisa jadi asisten pribadi, bisa jadi sopir, bisa jadi pengawalnya. Lebih praktis dan lebih gampang.. "Jadi jadwal hari ini berkeliling ke beberapa tempat perawatan kecantikan yang ada di wilayah Jakarta. Dan ada pertemuan dengan pengusaha skin care di salah satu tempat?" Tanya Azzam pada sekretaris Naura. "Iya benar. Poin penting dalam pertemuan tolong direkam dan dicatat, agar tidak lupa." Sekretaris memberitahu Azzam apa yang harus dilakukan. "Baik." "Maaf ya, Pak Azzam, merangkap pekerjaan saya untuk sementara. Karena kaki saya belum bisa bergerak leluasa. Masih terasa nyeri dibawa berjalan, karena terkilir saat berolahraga hari minggu kemarin." "Tidak apa, Bu Saila. Saya akan bantu sebisa saya." "Terima kasih. Ini berkas yang akan dibahas dalam pertemuan nanti." "Terima kasih." "Bu Naura, semua sudah saya jelaskan kepada Pak Azzam. Berkasnya juga sudah saya berikan. Kalau ada yang tidak paham bisa telepon saya." "Baiklah. Terima kasih Bu Saila." "Apa ingin berangkat sekarang?' "Ya. Kami berangkat sekarang." Naura berdiri dari duduknya. Begitu juga dengan Azzam. Azzam sudah siap mengawal Naura pergi ke mana saja. Sebuah pengalaman baru baginya, menjadi suami, supir, pengawal, sekaligus asisten pribadi. Walaupun merangkap banyak pekerjaan, tapi Azzam merasa tak keberatan. Ini pengalaman baru baginya. *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN