Maximus kembali mendekatkan bibirnya, kali ini menyentuh Zoe dengan kelembutan yang kontras dari sebelumnya, seolah ingin menunjukkan bahwa dia menghargai setiap momen yang mereka lalui bersama.
Namun, seiring berjalannya waktu, hasrat yang membara kembali menguasai mereka berdua.
Ciuman mereka semakin liar, semakin dalam, seolah-olah mereka ingin tenggelam dalam perasaan yang begitu kuat ini, yang tak pernah mereka temukan dengan orang lain.
Di antara kehangatan yang menyelimuti, Zoe merasakan seluruh dirinya menyerah sepenuhnya.
Ia tak lagi peduli pada masa lalu atau apa yang mungkin terjadi di masa depan.
Yang ada hanya saat ini, di mana Maximus memeluknya erat, dan kehadirannya membuat Zoe merasa sepenuhnya hidup.
Rasanya seperti mimpi, namun dia tahu bahwa ini nyata. Kenyataan yang indah dan menggetarkan. Di hadapan Maximus, Zoe merasa dia bisa membuka semua perasaannya, tanpa ragu atau rasa takut akan ditinggalkan.
Maximus, yang kini sepenuhnya terbawa oleh emosi, merasa bahwa Zoe adalah sesuatu yang berharga, lebih dari sekadar wanita yang dia temui dalam perjalanannya.
Wanita di hadapannya ini telah mengubah cara pandangnya, menyentuh hatinya yang tak pernah dia biarkan terbuka untuk siapa pun.
Dan sekarang, dengan Zoe di pelukannya, dia merasa seluruh dunia telah berhenti berputar hanya untuk mereka berdua.
Detik-detik berlalu dengan tenang, meskipun ada ketegangan yang tak terelakkan di antara mereka.
Ciuman itu berlanjut, menciptakan memori yang akan tertanam dalam ingatan mereka, menjadi bagian dari kisah yang baru saja dimulai.
Malam semakin larut di rumah tua itu, dan cahaya dari perapian yang mulai redup justru membuat suasana lebih tenang dan intim namun masih penuh ketegangan tak terucapkan.
Di tengah kesunyian malam, Maximus dan Zoe saling menatap, senyum-senyum kecil muncul di antara mereka. Rasa hangat dari tatapan mereka menggantikan kata-kata yang tak perlu diucapkan.
Ciuman lembut yang tadi menjadi awal perlahan berubah lebih intens. Sentuhan bibir mereka seolah menjadi ungkapan emosi yang tersimpan selama ini.
Maximus memeluk Zoe lebih erat, merasakan setiap hembusan napasnya yang mulai tidak teratur.
Zoe pun membalas pelukan itu, jemarinya yang lembut membelai bahu dan punggungnya dengan ragu namun penuh rasa percaya.
Saat itu, Maximus mengulurkan tangannya, menyentuh punggung Zoe di balik pakaiannya dengan lembut.
Jemarinya menelusuri kulitnya yang halus, menimbulkan getaran yang membuat Zoe semakin menyadari kedekatan yang terjadi di antara mereka.
Dengan perlahan, Maximus membuka pakaiannya, membuat Zoe terpaku sejenak, namun dia tidak menghindar.
Ada keyakinan dalam cara Maximus menyentuhnya, seolah Zoe tahu bahwa bersama pria ini, dia merasa yakin atas apa yang dia lakukan saat ini.
Tanpa melepaskan tatapan mereka satu sama lain, Zoe mendesah lembut ketika Maximus menyesapi kulit lehernya dengan sentuhan yang penuh kasih.
Setiap ciuman di sepanjang leher hingga da*danya membuat aliran darahnya berpacu, seolah membawa setiap bagian tubuhnya lebih hidup dari sebelumnya.
Maximus kemudian membawa Zoe dengan lembut, dan menuntunnya berbaring di atas kasur angin besar yang empuk, yang tampaknya telah disiapkan untuk malam ini.
Maximus menatap Zoe dengan penuh kesungguhan, seolah ingin memastikan bahwa setiap tindakan yang dia lakukan adalah keinginan mereka berdua.
Saat itu, Zoe hanya tersenyum lembut, tangannya yang gemetar menyentuh lengan kokoh Maximus, merasakan hangatnya kulit yang menenangkan.
Sentuhannya seakan berbicara tanpa kata, mengekspresikan kepercayaan yang baru saja mereka bangun dalam momen-momen indah ini.
Zoe merasakan dadanya bergetar ketika jemarinya perlahan menjelajahi tubuh Maximus, merasakan kekuatan dan kehangatan yang memancar darinya.
Saat itu, seluruh dunianya terasa menyusut, hanya berisi mereka berdua.
Setiap gerakan dan sentuhan yang mereka berikan satu sama lain terasa begitu tulus, begitu intim.
Mereka menikmati setiap detik bersama, seolah waktu berhenti dan malam ini menjadi milik mereka sepenuhnya.
Seluruh tubuh Zoe tak luput dari sentuhan Maximus dan membuat tubuh wanita itu bergetar.
“Maaaxx …” desah Zoe dan menggeliat di bawah tubuh besar Maximus.
Mendengar lenguhan itu membuat Maximus semakin bergair-ah dan melepas semua tabir yang menutupi tubuh Zoe yang begitu indah dan mulus.
Tubuh Zoe yang indah membuat Maximus tak bisa menahan hasratnya lagi. Di ruangan yang sedikit gelap itu, keintiman di antara mereka justru semakin terasa mendalam.
Ketika keintiman mereka mulai terjalin jauh, Maximus tersentak pelan saat menyadari bahwa dialah pria pertama yang menyentuh Zoe seperti ini.
Ada keheningan sejenak yang mengikat mereka lebih dalam, sebuah rasa tak terkatakan yang menyelimuti ruangan, mengisi hati mereka dengan perasaan tak tergantikan.
Maximus memandang Zoe dengan tatapan penuh kasih dan kelembutan, seakan ingin memberikan rasa aman yang abadi untuknya.
“Ya, aku masih perawan,” bisik Zoe sambil terengah ketika tadi Maximus menyentuh area pangkal pahanya.
Maximus masih terdiam namun kemudian kembali mencium lembut bibir Zoe. “Aku tak akan menyakitimu, Sayang. Aku akan melakukannya dengan sangat lembut.”
Zoe mengangguk. “Aku percaya padamu. Oke, let’s do it,” bisik Zoe.
Maximus menghujam tubuh Zoe dengan penuh kelembutan dan tangan mereka saling menaut tak terpisahkan.
Maximus menggerakkan tubuhnya dengan perlahan karena ingin membuat Zoe nyaman di momen pertamanya ini.
Tubuh keduanya sama-sama bergetar penuh kenikmatan dan Maximus memperlakukan Zoe seperti porcelain yang harus dia jaga dengan hati-hati agar tak kesakitan.
Zoe menggigit bibirnya dan mata tajam Maximus menatapnya dengan intens. “Aaarrrh … Baby … Ini terlalu nikmat,” bisiknya.
Mereka saling berpelukan dan bergerak seirama. Zoe mengecup bahu lebar Maximus dan tersenyum penuh kenikmatan.
Hingga akhirnya percintaan panas mereka menuju puncak bersama. Mereka masih berpelukan dan mengatur napas mereka yang terengah-engah.
“Maafkan aku telah melakukannya di tempat yang tak layak seperti ini di momen pertamamu,” lirih Maximus dan mengecupi wajah cantik Zoe.
“Yang penting rasanya, bukan?” sahut Zoe dan membuat Maximus tertawa lirih.
“Kau yakin dengan ini? Kau tak menyesal melakukannya denganku?” tanya Maximus sembari menatap netra indah Zoe yang masih berbinar.
“Aku tak pernah menyesal dengan apa yang telah kuputuskan.”
Maximus mengecup lembut bibir Zoe dan kembali memeluknya dengan hangat. Dia menarik selimut tebal itu untuk menutupi tubuh polos mereka berdua.
“Kau tak menuntutku apa pun dalam hubungan ini?” Maximus mengusap lembut rambut Zoe.
Zoe mendongak. “Kita sudah sepakat sejak awal, Max. Tak akan ada yang tersakiti dan hubungan kita akan mengalir apa adanya. Jangan berekspektasi terlalu tinggi. Aku sudah mengenalmu dan begitu juga kau. Kita memiliki pemikiran yang sama dan itulah yang membuat kita melakukan ini, ya kan?”
Maximus hanya terdiam dan mengecupi bibir Zoe. “Lain kali kita akan melakukannya di tempat yang terbaik.”
Zoe tertawa lirih sembari mengecup dagu Maximus. “Hmm … Aku menunggunya. Dan aku akan melakukan yang terbaik juga.”
Maximus ikut tertawa. “Aku tak sabar menunggu yang terbaik.”
*
*
JANGAN LUPA KOMEEEEN YAAAKKK…