Part 7 : Sore Bersamanya

1545 Kata
(Pov Wildan) *** Pagi-pagi aku dipanggil untuk menemui guru mata pelajaran Sejarah yang berhalangan mengisi materi di kelas kami. Ibu guru Sari menyuruhku mendekat begitu melihatku telah berdiri di dekat pintu masuk ruang guru. Beliau memintaku untuk menyampaikan tugas kelompok yang akan diulas pekan depan bertema sejarah, bebas tidak mengikat harus sejarah dari negeri ini saja. Aku pun bertanya bagaimana skema pembentukan kelompoknya. Sekali lagi beliau menyerahkan semua padaku untuk mengatur pembagian nama-nama kelompok, yang terpenting tiap kelompok berisi 4 siswa. Oke pikirku hak tersebut tidaklah sulit sebab jumlah siswa di kelasku sebanyak 40 siswa jadi pas saja jika tiap kelompok itu masing-masing 4 siswa berarti nanti akan ada 10 kelompok. Tak lupa aku meminta saran pada beliau tentang bagaimana jika nanti ada teman-teman kelas yang kurang berkenan saat aku memilah nama untuk membagi kelompok. Bu Sari berujar untuk menyampaikan pada teman-teman kelas jika hal tersebut merupakan instruksi langsung dari beliau yang tidak boleh dibantah. Senyum terkembang dari bibirku, karena ada satu nama yang aku inginkan menjadi satu tim bersamaku. Aku segera menuju kelas dan memberikan pengumuman. Syukurlah tidak ada protes yang berarti dari teman-teman. Hanya saja Cika yang sebelumnya terlihat merajuk sebab kamk tidak tergabung pada satu kelompok. Rasanya tak sabar ingin jam sekolah hari ini segera berakhir. Sesuai kesepakatan kami akan mulai mengerjakan tugas kelompok di rumahku. Mereka adalah Tama, Rindang, dan Ayu. Teng......!! Akhirnya suara lonceng tanda pembelajaran sekolah hari ini berakhir telah berbunyi juga. Kami beramai-ramai melangkah keluar dari sekolah. Cika masih menggandeng lengan tanganku pertanda ia masih ingin ditemani. "Tungguin Cika dijemput dulu ya baru kita menuju rumahku," pintaku pada Tama, Rindang dan Ayu. "It's okay alias no problemo my bro.." aku tersenyum mendengar ucapan Tama. "Iya..gak apa-apa kok kita tungguin Cika bareng-bareng, santai aja," Ayu turut menimpali yang sejurus kemudian diangguki oleh Rindang. Cika melepas pegangan tangannya padaku lalu berbincang-bincang dengan kedua sahabatnya, "Aku tuh sebenarnya pengin banget ngikut kalian ke rumah Wildan." "Ya udah ikut saja, malah makin asik kan kalau lebih banyak orang yang ngumpul," Aku berdehem mendengar ucapan Rindang tersebut. "Mau makin asik lagi? Gimana kalau nanti kita kumpulin ibu-ibu dawis satu RT? Mau?" karena bete dengan ucapan Rindang, membuatku melontarkan pertanyaan konyol seperti itu. Tama terbahak mendengarnya. "Awwwww...."Tama berjengkit ketika pundaknya ditampol oleh Ayu "Kita ini mau diskusi kelompok, bukan mau sekedar main-main," lanjutku dengan ekspresi datar. Sebenarnya aku gelisah memikirkan kenapa jemputan Cika tak kunjung datang. Sekira 10 menit kemudian tampak mobil jemputan Cika datang. "Ya udah..sampai ketemu besok ya sayang, yang benar dan teliti ngerjain tugasnya," ucap Cika. "Iya, kamu juga hati-hati pulangnya," aku mengantar Cika yang berjalan menuju mobilnya. Cika melambaikan tangannya pada Rindang dan Ayu yang juga berseru padanya untuk berhati-hati. ----- Dan sekarang kami berempat telah sampai di halaman rumahku. Aku mempersilahkan mereka untuk masuk dan duduk-duduk dulu. Kemudian aku segera mencari bibi ke dapur. "Bi..itu teman-temanku ada yang datang tiga orang, tolong siapkan sajian untuk kami ya," "Siap..mas den Wildan, segera Bibi buatkan," "Terimakasih Bi..Oh iya Arthur dimana Bi?" "Kalau den Arthur lagi main di tempat tante Sukma, tadi tante dan Reyhan yang main kesini dulu lalu den Arthur ngikut sewaktu tante Sukma mau pulang, " Aku ber ohh ria mendengar jawaban bibi yang menjelaskan jika adikku itu sedang berada di rumah adik dari mama. "Ya sudah Bi..aku mau lanjut ke depan, " Aku mengganti bajuku terlebih dahulu sebelum kembali menemui ketiga temanku. Aku mematut diri di depan cermin sama berulang kali menyugar rambutku. Sejenak aku merasa lucu sendiri dengan tingkahku ini, kenapa aku jadi seperti mau kencan saja. "Woww tampan sekali ketua kelas kita," Rindang langsung menoleh ke arahku begitu mendengar ucapan Tama yang menurutku terlalu berlebihan. "Apaan sih, coba rada kesana sedikit duduknya, aku mau duduk juga nih," ucapku pada Tama. "Hemmm sofa nya masih banyak kali yang kosong," protes Tama. "Ini enak sekali lho Wildan," Aku tersenyum melihat Ayu yang sibuk mencicip hidangan di meja, ehh lebih tepatnya melahap. "Habiskan saja kalau suka," "Beneran boleh dihabiskan?" tanya Ayu yang kemudian dicubit pelan oleh Rindang. Sementara Tama menertawakan kelakuan calon pacarnya. Iyap..Tama memang menyukai Ayu dan menurut pengakuan Tama bahwa Ayu juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Tatapan Ayu semakin membola begitu melihat Bibi keluar dari dapur membawa hidangan untuk kami. "Allah..Allah...banyak sekali Bibi," Rindang berdiri berinisiatif membantu Bibi meletakkan hidangan dan minuman di meja. "Enggak kok Non..ini seadanya saja yang ada di dapur untuk mas den Wildan dan teman-teman baiknya." "Terimakasih Bibi..."ucap Tama dan Ayu bersamaan. "Kompak benerrrrr.." sindir Rindang. "Isi hati kita soalnya sama," Tama mencoba menggoda Ayu dengan perkataannya. Ayu terlihat canggung dan sedikit memerah wajahnya. Sementara Rindang memasang ekspresi bingung di wajahnya. "Ya sudah kita mulai ya diskusi kelompoknya," Aku menyudahi obrolan bercandaan tadi lalu meminta ide pada teman-teman terkait tugas dari Bu Guru Sari. "Jadi kita mau mengumpulkan bahan cerita sejarah tentang apa?" tanya Ayu. "Bagaimana kalau tentang sejarah kerajaan di tanah Jawa saja," Tama memberikan idenya. Aku masih menyimak, menunggu ide dari Rindang yang terlihat membaca sebuah buku berjudul Konstantinopel. "Gimana kalau sejarah tentang Kesultanan Utsmaniyyah?" Aku mengernyit mendengar ide yang tak biasa dari Rindang. Sebab biasanya pembahasan pasti tak jauh-jauh dari cerita yang negeri ini milikki. Tapi Rindang justru tertarik untuk membahas cerita sejarah dari negara lain. "Bu Sari gak mengharuskan tema sejarah dari sini saja kan?" lanjut Rindang memperjelas konteks tugas kami. "Memangnya apa yang bisa kita kupas tentang Kesultanan Utsmaniyyah?" tanyaku. Tama dan Ayu diam turut ingin mendengar penjelasan dari Rindang. "Banyak yang bisa kita kupas untuk bahan tugas kelompok," ujar Rindang. "Contohnya?" sambil mengunyah Ayu mengajukan pertanyaannya pada Rindang. Rindang tersenyum mulai menjelaskan, "Mulai dari kisah perjuangan sang pendiri Kesultanan Utsmaninyyah 'Osman Ghazi atau yang juga disebut sebagai Osman I, putra dari Ertuğrul, seorang pejuang yang hebat juga dan ibunya yang merupakan masih keturunan dari Kesultanan Seljuk, lalu ada juga kisah percintaannya yang menghasilkan keturunan-keturunan hebat dan masih banyak lagi pokoknya." "Kalau gak salah salah satu keturunannya yang berhasil menaklukkan Istanbul kan yang dulu bernama Konstantinopel," ucap Tama. "Betul sekali," Rindang tersenyum membenarkan pernyataan Tama. Aku meraih gawaiku dan mulai berselancar di internet, mengetik kata 'Kesultanan Utsmaniyyah' yang Rindang ceritakan. "Boleh juga idenya, Tama dan Ayu ada ide lain mungkin?" aku menatap mereka berdua yang ternyata duduknya menjadi lebih dekat. "Ide Rindang sudah bagus tuh, bisa dipakai untuk pilihan tugas kelompok kita," Tama mengangguk setuju mendengar pendapat Ayu. Aku pun sepaham dengan mereka, Rindang nampak semakin bersemangat mendapati gagasannya disepakati oleh kami semua. "Ya sudah berarti langkah selanjutnya kita mencari artikel/buku yang bisa dijadikan referensi ya, kalau bisa sih sedetail mungkin dan yang belum mayoritas orang ketahui tentang cerita sejarah Kesultanan Utsmaniyyah, ngomong-ngomong sepertinya bukumu bagus," kataku sembari menunjuk buku berjudul Konstantinopel yang tengah dipegang Rindang. "Ini...?" Aku mengangguk ketika Rindang juga menunjuk buku tersebut. "Ini bukan punyaku..aku kira malah punyamu, aku melihat buku ini tadi di meja buffet ," aku mengernyit mendengar jawaban Rindang sebab aku merasa tak memiliki buku semacam itu. "Ohh mungkin punya papa atau mama," tebakku. "Maaf ya kalau seperti tidak sopan sudah lancang membuka buku bacaan ini tanpa ijin terlebih dulu, begitu melihat judulnya aku langsung tertarik untuk buka," "Rindang suka banget dengan bau-bau Turki soalnya," ucap Ayu yang secara tidak langsung membuatku mengetahui satu hal yang Rindang sukai. Aku menegaskan jika Rindang tak perlu meminta maaf. Kami bersantai sejenak setelah berkutat berupaya mencari detail cerita sejarahnya. Kami menikmati hidangan yang disajikan oleh bibi tadi. Aku membagi tugas pada Tama untuk membuat dalam bentuk slide materi tugas kelompok yang akan dipresentasikan. "Nanti jika ada susulan info yang ingin dijadikan tambahan bahan tugas bisa disampaikan lagi ya," ucapku pada mereka. Bibi berpamitan akan ke rumah tante Sukma menjemput Arthur. Tiba-tiba Rindang merapikan gelas dan beberapa wadah untuk dibawa ke dapur. Aku mencoba melarangnya namun ia tetap ingin membersihkan, kasihan bibi yang pastinya sudah lelah menurut Rindang. Aku melihat Tama yang sedang asyik berbicang dengan Ayu. Aku putuskan mengekori Rindang ke dapur. "Udah gak perlu dicuci, " kataku menyela Rindang yang mulai beraktivitas di wastafel. "Gak apa-apa...ini gak seberapa kok, by the way terimakasih lho sudah menjamu kami dengan sangat baik," Aku menggaruk tengkuk leherku yang tidak gatal lalu berkata, "Rindang...kamu tahu gak ada nih 1 orang yang buatku bosan banget di sekolah selama hampir 3 tahun ini sekelas mulu." "Ohh yaa? Kenapa? dan siapa yang kamu maksud Wildan? " "Itu orangnya...." Aku menunjuk cermin yang terpasang di dapur. Sejurus kemudian Rindang menoleh ke cermin dan melihatku tersenyum menatapnya. Kemudian aku berlalu meninggalkan ia sendirian yang dahinya berkerut mencermati perkataanku. Aku bergabung lagi dengan Tama dan Ayu. Rindang keluar dari dapur lalu mengajak Ayu untuk pulang. Ayu melirik jam di tangannya lalu mereka bersiap untuk pulang. Lain dengan Tama yang masih ingin di rumahku dulu. Aku dan Tama mengantarkan mereka berdua ke halaman depan rumah. "Hati-hati gadis manis dan baik" ucapkan pelan tepat di sisi Rindang. Rindang nampak kaget mendengar ucapanku. Entah kenapa aku bahkan merasa dia tersipu. Dapat aku lihat Rindang menahan senyum, dan aku senang melihatnya. "Pelan-pelan saja bawa motornya, nanti kabarin kalau sudah sampai rumah, " sekarang giliran Tama yang memberi Ayu pesan. Ayu mulai menaiki motornya dan Rindang membonceng di belakang. "Oke kalau begitu kita cabut duluan ya, dadah..makasih hidangannya Wildan, aku suka sekaliiiiii, "seru Ayu yang membuatku terkekeh. Ayu mulai melajukan sepeda motornya menjauh dari rumahku. Aku mengajak Tama kembali masuk ke dalam dan menawarinya bermain play station. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN