“Maafkan aku, Kiran,” lirih Hanan.
Kirana menoleh dan menatap wajah Hanan yang saat ini terlihat sedih, itu jelas terlihat. Hanan memang merasa bersalah karena dirinya lah penyebab semua ini. Hanan terlambat datang sehingga Kirana menjadi milik orang lain. Andaikan itu dia, Hanan tidak akan biarkan Kirana terlihat kurus seperti ini.
“Kenapa kamu minta maaf?” tanya Kirana menggelengkan kepala.
“Andaikan aku datang tepat waktu, hal ini tak akan terjadi, Kiran, aku menyesal,” lirih Hanan.
“Hanan, kamu jangan meminta maaf, aku mengharapkan kedatanganmu, tapi kamu terlambat bukan karena keinginanmu,” geleng Kirana. “Sudahlah. Yang terjadi biarlah terjadi, dan yang berlalu biarlah berlalu, tak ada yang bisa kita lakukan.”
Hanan belum sempat mengutarakan perasaannya terhadap Kirana, Hanan tidak bisa melakukan apa pun, selain berpasrah diri. Hanan tak punya kesempatan lagi bukan, karena Kirana sedang hamil dan sudah menikah. Artinya pernikahannya menguat.
Seorang wanita berjas putih dan dengan rambut di ikat asal, berlarian ketika mendengar Kirana datang ke rumah sakit untuk memeriksa kandungannya, lalu langkahnya yang cepat berhenti tepat di depan taman, dimana Kirana dan Hanan sedang duduk berdampingan di bangku taman.
Wanita itu adalah … Delin. Sahabat sekaligus teman seperjuangan Kirana.
"Tidak ada yang perlu disesali, Hanan, semua hal yang terjadi sudah terjadi, aku tidak menyalahkan siapapun termaksud dirimu, karena kamu sendiri yang mengatakan bahwa kamu tidak bisa datang tepat waktu karena ada sedikit masalah." Kirana menoleh sesaat melihat Hanan yang menatapnya senduh.
"Tapi kenapa semua ini bisa terjadi? Aku benar-benar shock. Aku tidak tahu harus menerimanya atau tidak, aku kesal pada diriku sendiri aku sedih karena kamu telah menjadi milik orang lain." Hanan mendesah napas halus.
"Semua yang terjadi adalah kesalahanku, aku yang telah menyebabkan semua ini terjadi," kata Kirana.
"Kalau terjadi sesuatu katakan kepadaku. Jika kamu tidak bahagia katakan kepadaku, jika kamu menangis datang kepadaku. Jangan pernah menyimpannya sendiri, aku akan selalu ada di sisimu." Hanan memandang Kirana.
"Terima kasih, Hanan, kamu sudah mau mengatakan itu."
***
Saat ini, Kirana sedang di ruang kerja Delin, saat ini Delin sedang membuatkan minuman hangat untuk Kirana lalu menyiapkan cemilan yang sudah ia simpan.
Delin lalu menghampiri Kirana dan memberikan minuman hangat itu. Kirana tersenyum dan me kurangi pintu Dirga suaranya televisi nyesap minuman tersebut.
"Aku baru tahu kalau kamu datang kemari, aku mendengar semua orang bercerita tentang kamu dan aku langsung berlari untuk menemui kamu aku mengira kamu sudah pergi." Delin menatap Kirana.
"Aku tidak mungkin pergi tanpa menemuimu."
"Aduh aku sangat merindukanmu."
Kirana tersenyum dan menerima pelukan Delin.
"Kamu baik-baik saja kan, Besti? Aku benar-benar khawatir karena selama ini kamu tidak pernah menghubungiku, ketika aku menghubungimu kamu tidak pernah mau menjawabnya." Delin menatap Kirana.
"Kamu gak usah khawatir, aku baik-baik saja kok, aku kemari itu mau periksa kandunganku." Kirana mengelus perutnya.
"Jadi, kalau kamu gak kemari buat periksa kandunganmu, kamu gak akan menemuiku?"
"Kamu ngomong apa sih, Delin?" geleng Kirana.
"Aku tuh khawatir banget sama kamu. Aku masih sangat marah pada Kstaria, karena dia yang menyebabkan semua ini terjadi, aku tidak bisa terima begitu saja, dia itu paling menjengkelkan." Delin terus mengomel.
"Ya sudah sih, semua kan sudah berlalu, kamu mau benci sama Ksatria pun juga aku tetap kayak begini saja."
"Tapi kan karena dirinya masa coassmu yang tinggal sebentar lagi malah ditangguhkan rumah sakit." Delin kesal sekali.
"Masih banyak waktu, jika nanti aku sudah melahirkan aku akan mencoba kembali."
"Ah aku masih kesal pada Ksatria, ini nggak mudah loh."
"Iya aku tahu ini nggak mudah tapi mau gimana lagi semua sudah terjadi juga."
"Kenapa sih kamu sabar banget hadapin Ksatria?" tanya Delin.
"Mungkin takdirku yang seperti ini, namun Ksatria menjadi perantara." Kirana berusaha bijaksana.
"Lalu sekarang gimana kabarmu? Aku lihat kamu kelihatan kurus, sepertinya kamu nggak bahagia."
"Insya Allah aku bahagia," jawab Delin.
"Kiran, kamu jangan bohong lagi padaku, aku tahu kalau kamu sedang menyimpan banyak masalah di dalam hati kamu."
Kirana terdiam, apa yang dikatakan Delin memang benar, ia memang menyimpan banyak masalah di dalam hatinya tapi hanya dia yang tahu bagaimana perasaannya saat ini. Ia ingin terbebas dari semua ini namun ia tahu jika ayahnya tidak bisa menerimanya kembali apalagi dalam keadaan hamil.
Tak lama kemudian, Kirana menitihkan air mata dan sesenggukan. Delin yang sejak tadi menatapnya terkejut.
"Kiran, kenapa kamu menangis? Ada apa?" tanya Delin menyentuh paha Kirana.
"Aku hanya sedih," jawab Kirana sesenggukan.
"Kamu sedih kenapa?"
"Dokter mengatakan anak yang aku kandung tidak berkembang, ini semua dikarenakan aku banyak pikiran dan stress, Del," lirih Kirana menyeka airmatanya.
"Astaga kok bisa begitu?"
“Aku juga tidak tahu.” Kirana menggelengkan kepala.
“Kamu nggak bahagia, ‘kan? Kenapa masih menyembunyikannya dariku? Memangnya aku orang lain? Aku ini sahabatmu, aku memiliki feeling yang cukup untuk mengatakan ini,” kata Delin menyentuh paha Kirana dan akhirnya tangis Kirana memecah keheningan.
Delin tak bertanya lagi dan hanya mendengarkan Kirana menangis, semua yang Kirana miliki dulu, dari kasih sayang sang Ayah, dari pekerjaan yang menyenangkan, kini hilang dan menjadikannya ibu rumah tangga seutuhnya.
“Heem. Aku nggak bahagia,” jawab Kirana menoleh menatap Delin. “Aku mengira aku bisa bahagia. Tapi ternyata nggak,” geleng Kirana.
Delin lalu meraih sahabatnya dan memeluknya, menepuk punggung sahabatnya dan menenangkannya. Delin merasa ibah atas apa yang Kirana lalui dan apa yang ia pikirkan memang benar, Kirana memang tak bahagia.
Kirana tak bisa menyembunyikan ini, penyebab anak yang ia kandung tak berkembang adalah ketidakbahagiannya.
"Yang sabar, Kiran, aku baru tahu apa yang terjadi padamu," kata Delin terus mengelus punggung sahabatnya.
Kirana mengangguk dan menyeka airmatanya, lalu melepas pelukan Delin, ia menoleh melihat Delin dan berkata, "Aku tadi bertemu dengan Hanan."
"Iya. Aku tahu, kalian bertemu, aku tadi hendak menemuimu dan melihatmu ada di taman, itu menjadi gosip panas yang ada di rumah sakit ini," jawab Delin menganggukkan kepala. "Sekarang, fokus pada hidupmu. Kamu harus memikirkan dirimu sendiri, jika memang sudah gak bisa menahan semuanya, kenapa harus bertahan? Kamu gak boleh bertahan."
"Kamu tahu gak aku merasa bersalah kepada Hanan," kata Kirana.
"Ketika mendengar penangguhan masa coassmu di rumah sakit, Hanan langsung pergi menemui presdir rumah sakit, dan meminta untuk mencabut penangguhanmu. Hal itu menjadi cerita yang cukup panas di rumah sakit ini," Delin menjelaskan. "Dan, dia menemuiku, dia mengatakan dia merasa bersalah terhadapmu. Dia terlambat ke Bali, seharusnya dia sudah di Bali."