Cemburu?

1101 Kata
Kirana keluar dari gedung rumah sakit dan melihat jika di luar sedang hujan. Kirana tidak membawa payung, dan untuk menabrak hujan pun tidak mungkin karena deras sekali. Kirana menunggu saja hingga hujan redah, walaupun ia harus membuang waktu di depan gedung rumah sakit. Suara klakson mobil di depannya terdengar. Tak lama kemudian, pintu kemudi terbuka, seorang pria kini mengenakan payung dan menghampiri Kirana yang saat ini tersenyum. Hanan menatap Kirana dan berkata, “Ayo aku antar pulang,” kata Hanan. “Kamu tidak bekerja?” tanya Kirana. Hanan menggeleng dan berkata, “Jam kerjaku sudah selesai, aku dinas malam lagi.” Kirana mengangguk, Hanan lalu menyentuh bahu Kirana dan membantu Kirana membuka pintu mobil, setelah itu Hanan menyusulnya masuk ke kursi kemudi. Hanan menoleh menatap Kirana, lalu memanjangkan tangannya meraih sesuatu di kursi belakang, teryata Hanan meraih selimut dan menyelimuti Kirana. Kirana menoleh, melihat Hanan yang begitu perhatian kepadanya. Kirana tersenyum. “Makasih ya,” ucap Kirana. Hanan mengangguk, entah mengapa setelah bertemu Kirana, Hanan tak bisa diam saja. Hanan mengemudikan mobilnya di tengah hujan, ia menoleh sesaat melihat Kirana yang saat ini sudah rileks. Hanan merasa bersalah atas apa yang terjadi pada Kirana, mau bagaimanapun semua orang bercerita tentang Kirana yang galir dan liar masuk ke kamar pria lain, tapi Hanan tahu Kirana tak seperti itu orangnya. Hanan lebih percaya penilaiannya dibandingkan penilaian orang lain. Sesaat kemudian, Hanan memasuki pekataran parkir sebuah resto yang ada di pusat kota Jakarta. Hanan menoleh menatap Kirana dan tersenyum. “Kita mau apa di sini?” tanya Kirana. “Kita makan siang dulu ya, aku sangat lapar,” kata Hanan lalu keluar dari mobil dengan mengenakan payung. Hanan membuka pintu mobil dan mempersilahkan Kirana untuk turun dan akan di payungi olehnya. Hanan membantu Kirana agar tak terkena hujan setetespun, tiba di dalam resto, Hanan dan Kirana duduk di salah satu kursi kosong, lalu menunggu pegawai resto datang. Beberapa saat kemudian, wanita bercelemek itu datang datang dan menghampiri keduanya, memberikan buku menu untuk di pilih. “Kamu mau makan apa?” tanya Hanan memandang Kirana yang saat ini tengah melihat buku menu di depannya. Hanan menunggu sampai Kirana memutuskan. “Aku … Tom Yum saja,” kata Kirana. “Minumannya?” “Advokat,” jawab Kirana. “Tom yumnya dua, sama advokatnya dua.” “Sama air mineral ya,” kata Kirana. “Mineralnya dua. Sama, Eatcly 2 dua.” Hanan melanjutkan. “Sama kasih steak mediumnya dua.” “Itu banyak sekali,” kata Kirana. “Kamu harus menghabiskannya.” Hanan tersenyum. Kirana menggelengkan kepala dan tersenyum, Hanan paling tahu apa yang dia sukai. “Usia kandunganmu sekarang berapa minggu?” tanya Hanan menatap Kirana yang saat ini mengelus leher belakangnya karena gugup melihat tatapan Hanan. “Sudah 10 minggu.” “Tidak terasa ya. Terus apa yang di katakan Dokter Dayun? Kandunganmu baik-baik saja kan?” Kirana mengangguk. “Iya. Semuanya baik-baik saja.” “Syukurlah,” ucap Hanan. “Kiran, aku pastikan kamu akan kembali bekerja di rumah sakit.” “Kamu selalu saja mencemaskanku.” "Bagaimana aku tidak mencemaskanmu kalau aku sendiri tahu apa yang kamu impikan selama ini." Hanan menatap Kirana yang saat ini tersenyum, senyuman paling cantik yang pernah Hanan lihat selama ini. Hanan tidak pernah tergoda kepada wanita manapun karena ia benar-benar menyukai Kirana, kala itu ia bahagia sekali ketika Kirana mengajaknya untuk hadir di Bali dan saat itu pula Hanan ingin mengutarakan semua perasaannya pada Kirana di depan keluarga Kirana. Namun sayang seribu sayang hal itu tidak pernah terjadi karena ada insiden yang membuatnya tidak hadir tepat waktu. Awalnya Hanan tidak menyukai Kirana, ia hanya mendengar desas-desus bahwa Kirana menyukainya. Tapi ia tidak benar-benar percaya. Entah sejak kapan perasaan Hanan itu hadir, Kirana memang menjadi anak didiknya, sementara Hanan adalah pembimbing yang mengurus Kirana. "Kamu adalah dokter yang berbakat, banyak yang memujimu, jadi aku harap kamu tidak berhenti pada mimpimu, kamu ingin mengambil sekolah spesialis kan?" Hanan menatap Kirana. Kirana tersenyum mendengar pertanyaan Hanan. Apa yang dikatakan Hanan memang benar, dulu Kirana selalu bercerita tentang impiannya menjadi seorang dokter spesialis anak karena itu ia berusaha bekerja secara mungkin agar ia tidak terlalu lama coass. Namun, nasi telah menjadi bubur. Ia tidak bisa bekerja karena rumor tentangnya. Tak lama kemudian pesanan mereka datang, pegawai Resto langsung menata semua makanan pesanan mereka di atas meja kosong. Anka dan rekan bisnisnya masuk ke dalam Resto, mereka sudah mereservasi tempat untuk mereka makan siang bersama, Anka hendak melangkahkan kakinya menuju ruang VVIP namun langkahnya terhenti ketika melihat seseorang yang ia kenal menjadi salah satu pelanggan di resto ini. "Pak Anka, ada apa?" "Oh iya bapak-bapak duluan saja, masih ada yang harus saya urus." Anka melanjutkan. "Baik, Pak Anka, kami tunggu." Anka mengangguk lalu memandangi Kirana dari kejauhan, untuk pertama kalinya selama mereka menikah, Anka tidak pernah melihat Kirana tersenyum apalagi tertawa, namun kali ini ia melihat dengan jelas Kirana tertawa terbahak-bahak bersama seorang pria. Anka kesal, sebenarnya ia ingin menghampiri Kirana dan menarik Kirana, namun ia tidak punya hak untuk itu karena mereka sudah sepakat untuk tidak mencampuri urusan masing-masing. "Mas, ada apa?" tanya Siska menyentuh lengan Anka. Siska baru masuk Resto. Siska lalu melihat pandangan mata Anka dan melihat Kirana sedang berduaan dengan pria lain seraya tertawa terbahak-bahak, terlihat jelas jika Kirana bahagia. Siska menyunggingkan senyum, ia bahagia ketika Anka melihat hal itu di depan matanya. "Mas, ayo kita masuk, semua orang sudah menunggu," kata Siska berpura-pura tidak tahu jika Kirana ada di sini. Anka mengangguk. Ia lalu melangkah menghampiri meja VVIP bersama Siska. "Oh ternyata Pak Anka sedang menunggu istrinya." Siska tersenyum. Semua rekan bisnis Anka menganggap Siska adalah istri Anka, karena selama ini yang selalu menemani Anka kemana-mana dan selalu menghadiri pesta ataupun party adalah Siska, jadi semua orang beranggapan Siska adalah istri Anka. Terlebih lagi, Anka tidak pernah mengelak masalah itu, ketika ia mendengar ia hanya tersenyum dan tidak berusaha untuk klarifikasi. Ketika sedang berbincang dan membahas tentang proyek mereka, Anka diam saja ia tidak mengatakan sesuatu sementara yang menjelaskan adalah Siska. Siska seperti seorang asisten yang dapat memecahkan setiap masalah yang ada dan Siska tahu banyak hal tentang perusahaan karena ia bekerja sudah hampir 7 tahun. Sejak tadi Anka diam saja, ia memikirkan Kirana yang sedang makan siang bersama seorang pria dan pria itu terlihat cukup tampan dan rapi terlihat jelas bahwa pria itu adalah orang kaya atau memiliki jabatan. Selama ini, Anka tidak pernah melihat Kirana dekat dengan seseorang yang selalu datang menemani Kirana adalah Syafana, ibunya. "Pak Anka, bagaimana menurut Anda?" "Mas," ucap Siska. "MAS!" "Heem?" Siska memberi kode kepada Anka bahwa rekan bisnisnya saat ini sedang melihat ke arahnya. Sedang menunggu bagaimana tanggapannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN