13. Keluarga Sampoerna

1440 Kata
Sarapan pagi yang merupakan rutinitas wajib untuk dihadiri oleh seluruh anggota keluarga Sampoerna telah berlangsung dengan khidmat pagi ini. Tuan Besar Sampoerna bersama istrinya, Pramono dan Rahayu Sampoerna. Ketiga putranya, para Tuan Muda Sampoerna, Tyo, Budi dan Wira, serta seorang putri termuda, Ditha telah hadir di sana. Mereka duduk mengelilingi meja jati berukir indah dengan bentuk persegi panjang nan super besar di tengah ruangan. "Nanti siang aku akan berangkat ke Paris bersama Yasmin untuk urusan kerjasama perusahaan kita dengan perkebunan anggur di sana." Tyo memulai percakapan sambil menyesap secangkir kopi yang masih mengepulkan asap, setelah mengakhiri sesi sarapan. "Paris? Kok jauh sekali? Berapa lama?" Rahayu menanyakan jadwal putranya. "Demi mencari anggur dengan kualitas nomer satu dari perkebunan anggur Alcase. Kalau lancar sih, mungkin cuma semingguan kami di sana." Tyo menjawab dengan santainya, seolah dia akan melakukan perjalanan dinas ke luar kota dalam provinsi saja. "Anggur? Memangnya buat apa kamu cari anggur?" Pramono ikut penasaran, karena setahunya tidak ada komoditas barang produksi mereka yang memakai bahan baku anggur. "Demi adek-adek kesayangan kita donk." Budi ikut memberikan suaranya kali ini. "Iya, buat Ditha dan Wira." lagi-lagi Tyo menjawab dengan singkat, padat namun sangat tidak informatif. "Untuk produk baru yang aku rancang! Jadi papa belum tahu ya?" Ditha ikutan menyeletuk kegirangan, membanggakan produk hasil rancangannya sendiri kepada kedua orang tua mereka. "Sebagai gebrakan inovasi setelah lulus kuliah, aku dan Ditha membuat rancangan produk baru untuk perusahaan kita. Ditha yang awalnya terpikir untuk membuat energy drink dari bahan buah anggur. Dan aku cuma mengembangkan, sekalian bikin rokok dan liquid vape rasa anggur juga. Biar Mas Tyo sekali jalan ke Perancis." Wira yang kali ini menjelaskan dengan detail. "Iya tapi nanti masih perlu dilakukan uji kelayakan produk lho di sana. Sekalian untuk menentukan nilai kandungan zat-zat yang terkandung pada produk itu di laboratorium. Semoga saja bisa cepet lolos, soalnya tes di Perancis agak ketat." Budi mengingatkan tentang prosedur yang harus dilakukan untuk membuat suatu produk baru. "Tapi gak perlu nunggu sampai hasilnya keluar juga kok. Kita cuma perlu urusan perijinannya dan administrasi saja. Nanti hasil bisa dikirimkan ke sini via e-mail." Tyo menjawab kekhawatiran Budi dengan gaya santai khasnya. "Jangan kelamaan di negeri orang, Mas. Ntar kangen nasi lho." Celetuk Ditha jahil menggoda kakaknya. "Hahaha memangnya kamu Dith? Jauh-jauh kuliah di Aussie tapi setiap hari mintanya makan nasi." Wira teringat kebiasaan makan Ditha waktu mereka berdua masih berkuliah di Australia. "Habisnya kalau gak makan nasi, kan sama aja belum makan namanya." Ditha menjawab dengan polosnya. Memang selera dan porsi makan Ditha juga hampir sama saja dengan para kakak laki-lakinya. Porsi kuli. "Hahahaha," deraian tawa seluruh anggota keluarga terdengar memenuhi seisi ruangan. Memang anak gadis satu-satunya keluarga Sampoerna itu yang paling bisa membuat suasana rumah menjadi ceria. Membuat dia semakin disayangi semua orang karena sifatnya yang polos dan menggemaskan. "Tenang saja, kalau Mas Tyo mah bukan nasi Dith yang dikangenin." Budi ikut mengomentari kali ini dengan senyuman. "Kayak gak tahu aja kamu, Dith." Wira ikutan terkikik menanggapi ucapan Budi. Tahu benar apa yang dimaksud oleh kakak keduanya itu. "Eh apaan sih? Berisik kalian!" Sewot Tyo kepada kedua adik laki-lakinya yang resek dan berani menggodanya. "Iya aku tahu. Kalau Mas Tyo sih pasti kangen sama sandwich kalau perginya terlalu lama." Ditha lagi-lagi menjawab dengan nada polosnya. Masih terngiang dengan jelas di dalam kepala Ditha tentang adegan sandwich panas yang sudah mengotori kesucian matanya. "Huahahaha." Budi dan Wira yang tahu benar maksud ucapan polos Ditha kompak tertawa ngakak tak tertahankan. Sementara Tyo hanya bisa menghela napas panjang, pasrah menanggapi persekongkolan jahil dari adik-adiknya itu. Ketar-ketir juga kalau mereka bertiga, terutama Ditha akan keceplosan ngomong tentang ulahnya. Dengan membawa wanita ke kantor di hadapan kedua orang tua mereka. Sesuatu yang jelas dianggap tabu oleh golongan tua. "Sejak kapan Tyo suka makan sandwich?" Mama Rahayu ikut bertanya penasaran. Sebagai seorang ibu, beliau tahu benar kalau Tyo lebih menyukai makanan dengan citarasa lokal. Pertanyaan dari sang mama sanggup membuat semua anaknya tergelak semakin keras. Kecuali Tyo tentunya, yang hanya bisa nyengir lebar bagai kuda menanggapi pertanyaan dari mamanya. "Oiya Mama dan Papa minta oleh-oleh apa dari Paris nanti? Mau dibawain tas? Sepatu? Long Jacket?" Tyo mencoba untuk mengalihkan pembicaraan mereka. "Heemmm Tas kayaknya bagus-bagus ya di sana? Merk-merk terkenal banyak yang buka cabang di sana." Rahayu termakan rayuan Tyo untuk beralih membicarakan oleh-oleh. "Papa long Jacket aja. Buat suasana di daerah perkebunan cocok pakai itu, nyaman dan hangat." Pramono juga mengatakan permintaannya. "Oke siap, apa sih yang nggak buat Mama dan Papa." Tyo menyanggupi tanpa keberadaan sedikit pun. "Kalau Ditha mau minta apa?" lanjut Tyo bertanya kepada adik kesayangannya. "Hemmm, minta apa ya enaknya ... " Ditha berpikir keras. "Kami berdua gak ditawarin juga, Mas?" Wira merasa dirinya dan Budi bakalan terabaikan oleh kakak pertama mereka. "Ogah! Males banget beliin kalian berdua." Tyo menolak mentah-mentah. "Widiiih pelit banget," gerutu Wira kesal. Sementara Budi hanya tersenyum saja menanggapi. Tahu benar Tyo tak akan mau repot-repot membelikan oleh-oleh para adik laki-lakinya yang bagaikan adik tiri baginya. Cuma Ditha dan Ditha saja adik kesayangan kakaknya itu. "Ah aku tahu! Aku minta kakak ipar saja!" Ditha mengungkapkan keinginannya kepada Tyo. "Haaaaah?" semua orang yang hadir kontan kebingungan dengan permintaan aneh Ditha. "Kamu mau minta kakak ipar Bule?" Tyo bertanya keheranan kepada adiknya itu. Kamu kok mintanya yang aneh-aneh sih Dith? Tapi kayaknya seru juga sih punya cewek import dari Perancis. "Yah gak harus bule juga sih. Tapi kayaknya bakalan seru kalau Mas Tyo pulang-pulang bawa kekasih yang serius," Ditha menjawab. Semoga kamu nemuin cewek yang baik di Paris, Mas. Kalau perlu nemu di kebon anggur juga boleh deh. Yang penting cewek baik dan bisa bikin kamu benar-benar tobat. Biar berkurang satu herderku! "Ya ya doain aja ya, biar nanti bisa nemu di Paris." Tyo menjawab permintaan iseng Ditha dengan jawaban yang tak kalah isengnya. "Amiiiiiin," akan tetapi jawaban iseng itu malah diamini oleh seluruh anggota keluarga. Bahkan mungkin diamini juga oleh para malaikat yang hadir mendengar ucapan dan doa mereka. "Abisnya kasian Mas Budi itu kalau Mas Tyo masih saja kebanyakan main dan gak serius nyari ... " Ditha menghentikan perkataannya saat menyadari kebodohannya yang kelepasan bicara. Baru sadar saat melihat reaksi Budi. "Uhuuk ... Uhuuuk ... " Budi tersedak teh yang sedang diminumnya karena ucapan Ditha. Duh gawat, si comel malah kelepasan omong. Budi sudah ketar-ketir hubungannya dengan Sherin akan ketahuan anggota keluarga yang lainnya. Terutama mama dan papanya. Kemudian semuanya terdiam, seakan sedang memikirkan arti dari ucapan spontan Ditha. Menciptakan suasana ruangan yang tiba-tiba terasa sunyi dan tidak menyenangkan. "Budi? Apa hubungannya dengan Budi?" tanya Rahayu curiga, dia dapat merasakan ada yang tidak beres dengan gelagat putra-putri mereka. "Ehm ... Nggak, nggak ada apa-apa kok." Budi berusaha mengelak. "Kok cuma Mas Budi aja yang dikasihani? Kamu gak kasihan sama aku juga, Dith?" Wira berusaha memperbaiki suasana dengan cerdas. Melemparkan umpan lambung kepada Ditha. "Iya juga ya. Kamu juga bakal ngantri Mas Wira, antrian ketiga hahaha." Ditha yang dapat menyambut umpan dari Wira, berusaha memperbaiki blunder yang disebabkan oleh ulahnya sendiri. "Antrian apaan sih maksud kalian ini?" Rahayu semakin bingung menghadapi pembicaraan putra-putrinya yang semakin berteka-teki. "Yah kalau mas Tyo belum nikah-nikah kan, Mas Budi dan aku juga gak bisa nikah, Ma." Wira berusaha menjelaskan dengan nada seriang mungkin. "Oooh iya juga ya." Rahayu mengangguk setuju dengan ucapan Wira kali ini. Nice cover, Wira! Budi menghela napas lega karena tidak jadi ketahuan. "Makanya kamu jangan banyak main-main lagi, Tyo. Inget umurmu sudah tiga puluh tahun lho." Pramono mengingatkan putranya. Tahu benar bagaimana sifat playboy Tyo yang seakan tidak pernah serius dengan satu wanita saja. "Bener itu, kamu cepetan cari wanita baik-baik yang cocok jadi istri kamu. Langsung lamar aja kalau sudah ketemu gak usah kelamaan nunggu" Rahayu semakin bersemangat pula mengompori Tyo untuk segera melepas masa lajangnya. Ingin mantu dan menimang cucu. "Enak aja nyari, emangnya semudah beli kacang?" Tyo lama-lama kesal juga dengan desakan untuk segera menikah ini. Tapi mau tak mau dirinya jadi kepikiran akan nasib adik-adiknya yang ikut terpengaruh oleh nasib hubungan percintaannya kelak. "Yang penting kamu perbaiki dulu sifat kamu itu. Mana ada wanita baik-baik yang mau kalau kamu yang nggak baik?" Rahayu memberikan sarannya sebagai seorang ibu kepada putranya. "Iya-iya, semoga ntar Nemu beneran di Paris." Tyo mendahului beranjak dari kursinya. "Yaudah aku berangkat dulu, mau ngejar penerbangan." Pamitnya kepada kedua orang tua dan adik-adiknya. "Hati-hati di sana. Jangan lupa bawa pulang mantu import!" celetuk Rahayu yang disambut dengan deraian tawa untuk mengantarkan kepergian Tyo ke Perancis. Siapapun tak akan menyangka bahwa candaan keluarga mereka pagi ini akan menjadi kenyataan. Seperti mimpi saja, Tyo akhirnya nanti benar-benar menemukan gadis pujaan hatinya di Paris. Pantesan aja gak ketemu-ketemu kan? Lawong ternyata jodohnya Tyo nyasar jauh banget sampai di kota Paris.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN