BAB 07 - Stalker

2242 Kata
"HEI CLARY."teriak Ardian. Clary menoleh ke arah sumber suara dan menemukan Ardian tengah bersandar di salah satu pilar di dalam lobby, menatapnya dengan raut wajah kesal. Clary tak tahu berapa lama ia berada di dalam lift bersama Gideon, bahkan Ardian sudah lebih dulu sampai di sini dan terlihat begitu lama menunggunya. Terlihat jelas betapa jengkelnya raut wajah itu. Clary berjalan menghampiri Ardian yang memanggilnya dengan jari telunjuknya, yang bergerak memintanya untuk segera datang. Clary bersumpah ia ingin memaki Ardian, pria itu lebih muda satu tahun darinya tapi tidak memiliki sopan santun. Apa yang dia katakan barusan. Clary. Dia itu benar-benar tidak mau menganggapnya sebagai kakak atau senior. Ardian selau bersikap seenaknya jidatnya. "kau sangat tidak sopan, apa kau pikir kita seumuran." "Kita hanya berbeda beberapa bulan. Percepat jalanmu, kita harus kembali ke kantor dan mengerjakan revisian ini. Apa kau mau Fredy kembali memarahimu!." "Kakiku sakit. Apa kau tidak lihat!." Gerutu Clary seraya menunjuk kakinya yang masih ia balut dengan perban. Bukan tanpa alasan, Clary sengaja melakukannya agar luka di kakinya terlihat, Fredy tidak akan percaya jika Clary ke kantor memakai sepatu dan kaus kaki lalu berbicara kakinya terkilir. "Kau bilang baik-baik saja tadi di hadapan Fredy  kenapa jadi merintih kesakitan di hadapanku. Jika kau ingin bermanja-manja denganku, aku tidak tertarik." "Apa kau mau mati." Seru Clary kesal. Pria itu keterlaluan menyebalkannya. Dia hanya menghormati Fredy, tidak dengannya dan Dion. Clary ingin memukul Ardian menggunakan tas yang berada digenggaman tangannya, namun pria itu dapat mengelak dan berjalan menjauhinya. "Hei. Ardian mati kau!."Ardian berjalan cepat meninggalkan Clary yang mempercepat langkahnya dengan sedikit terpincang-pincang karena berjalan menggunakan tumitnya. Ketika ia berhasil menyusul langkah Ardian wanita itu langsung memukul punggungnya dengan menggunakan tas berkas hingga membuat Ardian mengaduh kesakitan. "rasakan itu." "kau itu preman! kenapa wanita kasar sekali."Ardian melemparkan tatapan tajamnya ke arah Clary, namun wanita itu tidak peduli dan malah melemparkan tatapan angkuhnya yang membuat Ardian hanya bisa menggelengkan kepalanya memandangnya. Ia kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Clary yang masih menatapnya. Hingga akhirnya wanita itu tersadar jika Ardian sudah berjalan pergi menjauhinya. Clary menyusul Ardian dengan kakinya tertatih-tatih. "Tunggu aku." "wanita tua memang merepotkan."gerutu Ardian yang membuat Clary melototkan matanya menatap punggung tegak itu yang kini berjadalan di hadapannya. "Hei. Apa katamu! Kau yang cari masalah denganku."gerutu Clary. Salah besar mengatakan umur, boleh kah ia menarik kata-katanya. membandingkan usia ternyata tidak selalu baik. Clary lebih tua dari pada Ardian, anehnya dia tidak bisa memerintah pria itu seperti pada umumnya dimana senioritas berlaku ketika masa kerja, dan usiamu berada di atas. Hal itu tidak berlaku pada Ardian. Ardian menghentikan langkahnya, tubuhnya berbalik menghadap Clary hingga membuat Clary langsung menghentikan langkahnya dan menatap Ardian seolah mengatakan ada apa. Ardian mengalihkan tatapannya sebelum kembali menatap Clary. "kemarikan tanganmu."Dahi Clary menyerngit bingung ketika mendengarnya. Tiba-tiba saja Ardian menarik sebelah tangan Clary dan ikut membantunya berjalan. Clary mengulum senyum melihatnya, jarang sekali Ardian mau membantunya seperti ini. Ardian berjalan di samping Clary menuju keluar gedung. Mereka akan mencari taksi untuk kembali ke kantor. Sesekali Ardian menyenggol kakinya dan Clary akan memprotes nya yang membuat pria itu terkekeh senang. *** Clary tidak tahu sejak kapan tangga itu berada di samping jendela yang berada di sisi balkon kamarnya. Bagimana bisa tangga itu ada di sana dan dia tidak menyadarinya selama beberapa hari ini ketika keluar masuk rumah. Balkon kamarnya memang tidak begitu tinggi. Jika di pikir-pikir wajar pria m***m itu bisa masuk dan mengganggunya setiap malam. Clary tak habis pikir Gideon bisa melakukan hal itu selama beberapa hari ini. Clary mendekati tangga itu dan mendorongnya hingga jatuh. Rasanya seperti membayangkan mendorong Gideon hingga sekuat tenaga. Clary akui ia tak bisa melakukannya ketika bersama Gideon. Tapi kini pria itu tidak ada, hanya ada tangga miliknya di sini. Setelahnya Clary kembali melangkah mundur seraya memperhatikan balkon kamarnya, Kira-kira apa yang mungkin bisa pria itu lakukan untuk dapat masuk ke dalam kamarnya. "Apa yang sedang kau lihat?."Yura berjalan menghampiri Clary setelah menutup pintu pagar, wajahnya mendongak mengikuti apa yang sedang Clary perhatikan. Tatapannya ikut mengarah ke balkon kamar. Rasanya ikut penasaran, apa yang sedang Clary perhatikan tidak ada apapun yang mencurigakan di sana hanya ada tangga yang terjatuh di atas tanah dan Clary tidak membuatnya berdiri. Aneh. "Jika nenekmu melihatnya, kau akan di marahi."ucap Yura seraya menunjukan jari telunjuknya ke arah tangga. Clary tidak peduli, ia yang menjatuhkannya kenapa harus repot-repot membetulkannya. Jika itu milik Gideon makan tentu saja harus ia singkirkan. "Clary." "Eoh." Sahut Clary tanpa menoleh ke arah Yura, wajah wanita itu memberenggut seolah ingin memohon sesuatu. Clary tahu itu, ada sesuatu yang ingin ia katakan. "Clary. Sudah 5 hari aku tidak lagi bicara dengan Steven. Malam ini dia mengajakku bertemu untuk makan malam. Aku kesal sekali padanya. Tapi.. Aku ingin berbaikan dengannya. Menurutmu bagaimana?," Yura mengerjapkan matanya ketika Clary beralih menatapnya dengan ekspresi malas. Yura selalu mengatakan itu dengan ekspresi yang dibuat-buat dan terlihat cukup menyebalkan di mata Clary. "Aku.. Ingin bertemu dengannya. Kau mau menemaniku kan. Kumohon.." "Aku lihat dia mengirimmu pesan kemarin."Clary mengangkat kedua alisnya menatap Yura yang terkejut mendengarnya. Bagaimana bisa Clary tahu, oh... Wanita itu pasti melihat ponselnya ketika mereka sedang makan malam bersama. Yura menggaruk tangkuknya yang tidak gatal, membohongi Clary memang sulit salah satunya adalah saat ini. Tidak ada cara lain. Selain mencoba untuk merajuk seperti biasanya. "Clary. Tolong aku, ini bukan di Club sungguh, aku berjanji ini hanya makan malam di restoran. Ayolah.. kau adalah sahabat terbaikku, tolong aku."Yura memohon dengan nada merajuk, hal itu membuat Clary mendesah sebal dan memutar kedua bola matanya malas menatap Yura. "Tidak ada kedai yang mirip dengan Club sedikitpun. Harus benar-benar Restoran ayam kau mengerti."Yura menganggukan kepalanya cepat, senyum lebar mengembang di wajah cantiknya. Clary meninggalkan Yura masuk ke dalam rumahnya, wanita itu mengikutinya di belakang seraya melompat-lompat kecil kegirangan. *** "Namaku Jackson, senang bertemu denganmu Clary. Kau sangat cantik."puji pria itu yang kini tersenyum lebar memandang Clary yang duduk tepat di hadapannya. Mereka tengah berada di salah satu Restoran setak di salah satu Mall di Seoul. 2 Meja kotak yang di rapatkan, sebelah kanannya ada Yura dan tepat di hadapannya ada Steven yang duduk di samping kiri pria itu. Clary tersenyum canggung dan melirik Yura tengah sedikit membungkuk kan tubuhnya untuk menyedot orang jus dan tersenyum canggung padanya. Clary tidak tahu kenapa Yura selalu saja mencoba untuk menjodohkannya dengan seorang pria, bahkan percintaannya saja belum benar. "terima kasih."jawab Clary sekenanya. Ia tidak tertarik dengan hal ini, berkali-kali Clary mengatakan pada Yura jika dia tidak berniat untuk memiliki kekasih tapi wanita itu tidak kunjung menyerah juga. Jackson adalah teman kerja Steven, bukan teman Club karena Steven mengatakan jika Jackson adalah pria baik-baik dan memiliki agama yang bagus. Clary meminum orange jusnya dengan canggung, pria itu terus saja memandangnya dan memperhatikan apa yang ia lakukan. Jika Steven sedang bercerita maka ia akan menatap Steven namun ketika Clary menggerakan sedikit tangan atau tubuhnya, dengan cepat pria itu akan melihat ke arahnya. Clary rasa ia tidak bisa bernafas, menjadi pusat perhatian seperti ini bukanlah gaya yang bagus untuk diterapkan di dalam hidupnya. Clary merasakan ponselnya berbunyi, ia mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya dan melihat satu pesan chat muncul. "Double date huh!." Clary terhenyak ketika membaca isi pesan chat itu. pengirimnya adalah Gideon, bukan tentang pria itu kembali mengirimnya pesan tapi bagaimana pria itu tahu tentang apa yang sedang ia lakukan sekarang. Gideon mengira double date karena mereka sedang makan malam berempat dan itu artinya pria itu melihatnya, atau Gideon memiliki orang suruhan yang tengah mengikutinya. Aku akan selalu tahu dimana kau berada berati bukan kalimat asal yang ia katakan. Clary mengedarkan pandangannya panik untuk melihat apakah ada seseorang yang mencurigakan di sini. Dan BAMM! Gideon berada di barisan kirinya, berselang 3 kursi dari tempatnya duduk. Matanya menatap Clary tajam, ponselnya berputar di sebelah tangannya. Hanya ada kopi di atas mejanya, ketika ia menyeruput minuman itu pandangannya tak luput menatap Clary. Clary bergesar semakin mendekat ke arah Yura agar menyembunyikan pandangannya dari Gideon. Tubuh Jackson yang berada di hadapannya bisa menutupinya. Ketika Clary beralih menatap Yura, wanita itu tengah menatapnya dengan pandangan bingung. "Apa yang sedang kau lakukan?."bisiknya takut-takut Jackson atau Steven mendengarnya. "maniak itu ada di sini."jawab Clary tak kalah berbisik. "Apa!."Yura mengedarkan pandangannya dan mendapati Gideon sedang melihat ke arah mereka. Tatapan pria itu selalu saja terlihat menyeramkan seperti terakhir kali mereka bertemu. "Sudah ku bilang kau harus ke..."ucapan Yura terhenti ketika mendengar suara gesekan pada lantai marmer hingga menimbulan suara decitan yang membuat ia dan Clary menahan nafas. Suara itu begitu dekat dan mendadak membuat kinerja jantung Clary berpompa dengan cepat. Clary merasakan sebuah tangan melingkar di pinggangnya dan menarik tubuhnya agar kembali tegak. Sentuhan itu membuat tubuhnya menjadi kaku. Clary menemukan Gideon duduk di sebelah kirinya, menatapnya dengan segaris senyum tipis di bibirnya dan matanya yang mengilat tidak suka. Clary kembali melihat ke arah Jackson, pria itu tengah memperhatikan tangan Gideon. Clary tidak tahu kenapa ia tidak bisa bergerak, padahal jiwanya sudah berteriak memperingatkannya untuk segera kabur melepaskan diri. "Kenapa kau tidak mengangkat teleponku sejak tadi? Siapa pria ini? Kau harus memperkenalkan kami bukan?."Clary hanya bisa menatap Gideon kaku. Cengkraman di pinggangnya menandakan bahwa pria itu tidak suka dengan apa yang dilakukannya, Clary mencoba menggerakan tubuhnya agar sedikit meregangkan pelukan Gideon di pinggangnya namun sepertinya tidak merubah apapun. "Apa kau kekasihnya?."Jackson membuka suara, terlihat tidak sabaran menyakan hal itu sejak Gideon mendudukan dirinya di samping Clary dan menyentuhnya seolah mereka adalah pasangan. "Menurutmu?."Gideon tak memberikan jawaban yang keluar dari bibirnya tapi memberikan jawaban dari gerakan bagaimana tubuhnya yang begitu dekat dengan Clary dan ketika bibirnya menyentuh kening Clary hingga membuat Clary terkejut bukan main. Bahkan Yura hingga ternganga dibuatnya, Gideon terlalu frontal dalam setiap sentuhan dan tindakan fisik yang ia lakukan pada Clary. Clary tidak sanggup lagi, ia bangkit berdiri hingga menyebabkan sentuhan tangan Gideon di pinggangnya terlepas. Namun kembali menarik tangan Clary hingga kembali terduduk di sebelahnya. "kamu mau kemana humm.. hanya karena pertengkaran kecil dia sampai mencari pria lain, ku harap kau tidak terluka hanya karena menjadi pelariannya saja. Seharusnya temen dekat nya tidak main menjodohkannya begitu saja."kalimat terakhir membuat Gideon membuat Yura melirik nya, dan tatapan tajam Gideon membuatnya kembali menunduk menatap jari jemari tangannya yang bertaut dengan gelisah. Kenapa suasana menjadi begitu dingin, Gideon menciptakan atmosfer yang tidak menyenangkan. Ketegangan terasa melekat melingkupi suasana mereka saat ini. Clary melepaskan tangan Gideon dan benar-benar berdiri untuk menghindar darinya. "aku permisi."ucap Clary sebelum pergi dari sana meninggalkan mereka semua yang masih membeku di kursi mereka dengan kaku. Clary tidak peduli dengan yang lainnya, ia memilih untuk segera pergi dari sana dari pada berurusan dengan Gideon Giderson. Ketika sampai di depan Mall sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya lalu seseorang muncul di belakangnya, tangannya terulur membuka pintu mobil dan mendorong nya masuk ke dalam. Clary menoleh ke belakang dan melihat Gideon lewat bahunya, beberapa kali punggungnya membentur tubuh Gideon di belakangnya karena ia menahan diri untuk masuk ke dalam. Gideon memaksa Clary masuk ke dalam mobilnya, sebelah tangannya mendorong kepala Clary ke dalam sebelum ikut masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelahnya. Ketika Clary duduk di dalam mobil ia langsung bergegas keluar dari pintu sebelahnya, namun dengan cepat Gideon menariknya bersamaan dengan pintu mobilnya yang tertutup. "Kenapa kau melakukan hal ini padaku?!."ucapan Clary terdengar begitu menuntut, Clary menuntut jawaban dari Gideon karena sikapnya sampai keterlaluan seperti ini. Ia hanya orang biasa, rasanya aneh Gideon bisa bersikap seketerlaluan ini pada Clary. "karena aku menginginkannya."Clary menghela nafas kasar, ia tak percaya dengan apa yang pria itu katakan barusan. Clary rasa Gideon sakit, pria itu tentu saja tidak waras. Clary bergeser agar tubuhnya bisa menghadap ke arah Gideon dan melihat pria itu dengan jelas. Ini semua harus di akhiri. "Jawab pertanyaanku, jangan berbohong dan berkilah katakan dengan jujur dan jawab semua pertanyaanku tanpa terkecuali."Gideon hanya diam memperhatikannya, sebelum akhirnya kepalanya mengangguk setuju dengan tampang malas. Gideon tidak bisa mengalihkan tatapannya dari bibir Clary, wanita itu memiliki bibir yang sangat manis dimana ia selalu ingin mencicipinya."Apa kau setiap malam masuk ke dalam kamarku?." "menurutmu?." Gideon mengatakan hal yang membuat Clary kesal bukan main, Clary mengalihkan tatapannya ke arah jendela pintu mobil sebelum kembali menatap Gideon "jangan melemparkan pertanyaan itu padaku. Kau harus menjawabnya. Ku tanyakan sekali lagi, apa kau selalu menyelinap masuk ke dalam kamarku setiap malam?." "Ya."jawaban Gideon membuat Clary merasa tertohok. Ia sudah bisa menduganya jika itu bukan hanya sekedar mimpi buruk. Hal ini semakin membuat Clary penasaran, setiap jawaban yang keluar dari bibir Gideon akan ia pikirkan untuk membuat tameng baginya. Kamarnya haruslah aman setelah ini tanpa gangguan Gideon pada setiap malam-malamnya. "Bagaimana cara kau masuk ke dalam kamarku?."Setiap pertanyaan Clary penuh dengan tuntutan dan membuat sudut bibir Gideon tertarik membentuk seringaian tipis. Gideon membetulkan posisi duduknya agar lebih nyaman dan agar bisa melihat Clary lebih jelas. "Ada tangga di dinding yang sedikit di tutupi oleh tanaman nenekmu. Lagi pula cukup mudah bagiku keluar dari sana karena balkon kamarmu tidak terlalu tinggi dari tanah." Clary sudah bisa menduganya, tapi tidak dengan tangga yang menempel di dinding rumahnya kalau begitu tangga siapa yang dia dorong tadi sore. Hal itu membuat Clary sedikit bertanya-tanya, ketika tatapannya kembali pada Gideon pria itu sedang menatapnya dengan intens. Clary merasa risih dengan tatapan itu hingga membuatnya kembali mengalihkan tatapannya. "Kenapa kau melakukan hal ini? Bukankah ini sangat aneh, kenapa aku? Temanku bilang kau begitu populer dan kau sendiri yang bilang jika banyak wanita yang menginginkanmu, lalu kenapa kau harus mengangguku?." "Karena aku menginginkanmu,"jawaban Gideon tetap tak membuat Clary merasa puas. Rasanya tidak mungkin hanya karena hal itu. "Bagaimana caranya agar kau mau tidur denganku?."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN