Mulai GR

1126 Kata
Sudah sepekan, aku lebih banyak berdiam diri di rumah. Sepulang mengajar dari sekolah, aku langsung pulang. Sesekali, aku ke supermarket untuk beli kebutuhan bulanan. Beras, gula, sabun, dan kopi. Terkadang kepingin beli roti tawar, sama s**u. Tapi, aku masih berpikir seribu kali, kalau mau beli roti tawar dan s**u. Sebab, roti tawarnya suka nggak habis, di kulkas pun sampai jamuran, dan akhirnya aku buang. Soalnya aku memang kurang suka ngemil. Asal ada kopi dan rokok, hidupku tenang. *Dreet...dreett....dreettttt* Ponselku bergetar. Kulihat, ada chat masuk ke w******p aku. "Assallamuallaikum, Mas Budiman." Kuperbesar foto profil whatsappnya. Kupelototin foto cewek berjilbab itu. Lama, kuamati wajahnya. Ingatanku, tertuju pada Hira. Ya. cewek berhijab yang mengucapkan salam lewat chat w******p itu, Hira. "Waallaikumsalam," balasku. Tak pakai lama. Balasanku itu langsung centang dua, warna biru. Entah kenapa. Tiba-tiba aku merasa gembira, saat membaca pesan singkat lewat w******p itu. "Ini Hira, Mas," katanya lagi. Berarti tebakan aku, benar. Aku nggak salah. Pengirim chat lewat w******p itu adalah Hira. "Mas. Maaf. Jangan salah paham, soal yang kemarin malam. Kemarin itu, aku datang sama adik aku, yang nomor 4. Soalnya aku lagi malas keluar sendiri. Jadi aku minta antar adikku," jelas Hira, panjang lebar lewat chat. "O," balasku, singkat, hanya mengirim huruf o. "Lalu, apa hubungannya sama aku," tanya aku balik. "Heheheheheh," balas Hira. "Sekali lagi, maaf ya Mas Budiman, jangan ada prasangka buruk tentang aku," kata Hira lagi. Hira mengklarifikasi kejadian makan malam kemarin. Mungkin, dia mengira aku cemburu padanya, gara-gara melihat lelaki yang duduk di sampingnya, malam itu. Hmmm.....GR banget dia. Ngapain aku cemburu!? "O," kataku lagi. "Mas, katanya pandai melukis ya? Lukis aku dong, nanti kalau sudah jadi, pingin aku pajang di kamar aku," tanyanya lagi masih lewat chat. *Deg* Jantungku tak sengaja berdebar-debar saat membaca pesan chat itu. Pikirku, dia pasti sudah diceritain sama Subandi. Sengaja, aku hanya membaca chatnya, tanpa aku balas. Dalam hati, aku sebenarnya mau sombong, bilang iya. Tapi, aku masih berpikir dua kali, untuk mengakui bahwa aku jago melukis, seperti pertanyaan Hira. *** Di sekolah, guru-guru lainnya cengar-cengir melihat kedatanganku pagi ini. Mereka mendehem bergantian. "Ehem..." "Ehem..." "Ehem...! "Tak lama lagi, nih makan-makan gratis. Ehem....ehemmm!? Salah dari mereka ada yang melontarkan kalimat itu. Aku, bingung. Menoleh ke kanan dan ke kiri. Mencari tahu, siapa yang mereka godain itu. "Ehem...Tak lama lagi nih bakal ada pesta melepas bujangan." Aku semakin bingung dengan gurauan mereka. "Ikutan dong, pesta melepas bujangan!" sahutku. Parahnya, justru mereka kompak mentertawakan aku bersama-sama. "Lho, yang pesta kan...Mas Budiman, jadi Mas Budiman yang ajak kami-kami!" kata Pak Har, guru matematika di sekolah tempat aku mengajar. "Maksudnya, piye iki Rek?!" tanya aku, masih bingung. "Tu, ada paket, kiriman dari cewek namanya Mahira. Ehem...." kata Pak Har lagi. "Paket?" tanya aku heran. "Ini Mas, tadi kan Mas belum datang ke sekolah. Eh ada kurir dari Tiki, dia antar paket ke alamat sekolah, atas nama Mas Budiman," jelas Pak Har. Aku penasaran. Cewek itu kirim apa ya ke aku. Kok segitunya dia bela-belain kasih aku sesuatu. "Kubuka paket kecil itu di depan guru-guru lainnya. "Ehemmmmm!" goda Pak Rudi. "Wow. Parfume! Cuit cuitttt uhui!" celetuk Pak Rudi lagi. Di depan mereka, aku pura-pura nggak tahu, dari siapa itu paketnya. Dalam hati, kenapa aku tiba-tiba GR. Merasa kalau Hira menaruh hati padaku. Mungkin, ini salah satu cara dia meminta maaf padaku. Kemarin, aku memang belum menjawab permintaan maafnya. Sebagai lelaki, aku harus jaim. Biar dia nggak sembarangan sama aku. Aku ingin tahu, sejauh mana perjuangan dia minta maaf. Di sisi lain, sebenarnya aku nggak marah lagi, karena dia sudah menjelaskannya padaku, kemarin lewat chat. Dasar aku, main tuduh dia sama lelaki lain. Hmm..... Tapi, ada apa ya dengan diriku? Aku dan Hira kan belum ada ikatan apa-apa. Pacar, nggak. Teman atau sahabat juga bukan. Dia kan cuma orang baru, yang baru dikenalkan Subandi ke aku. Kenapa aku jadi cemburu, saat melihat dia bersama orang lain. Cemburuku ternyata salah alamat. Lelaki itu, adik dia. Bukan kekasihnya. *** Ponselku bergetar lagi, tengah malam. Aku kira, chat dari siapa. Dari siapa lagi, kalau bukan dari Subandi. Sejak Hira sudah menjelaskan padaku, soal laki-laki yang bersamanya waktu itu, nomor ponsel Subandi aku buka lagi. Sebelumnya, aku memang marah sama Subandi. Padahal, sebenarnya dia nggak ada salah. Dasar aku, yang tak mau mendengar penjelasan Subandi, malam itu. "Mas Bro. Besok malam diundang acara baca yasinan di rumah Hira. Datang yuk. Soalnya, kalau datang sendiri, aku nggak pede," ajak Subandi lewat chat w******p. "Oke. Tapi, kamu ke rumah aku dulu ya, jemput aku." pintaku "Oke Mas Bro. Siap!" janji Subandi ke aku. Seperti janjinya, Subandi menepatinya. Keesokan harinya dia sudah nongol di depan teras rumah aku. "Aku bingung kenapa kamu hanya minta ditemani sama aku, kalau pas ada acara-acara tertentu? Apa kamu nggak punya teman?" seloroh aku serius. "Hehehehe. Karena aku merasa, cocok berteman sama Mas Bro aja," katanya. "Hahahaha!" kataku balik tertawa. Jujur, aku juga merasa hanya cocok berteman sama Subandi. Bukan aku pilih-pilih dalam berteman. Tapi, aku memang ngerasa cocok. "Oh iya Mas Bro, besok malam kita diundang makan malam sama Hira. Kata dia, ulang tahun ke 24 tahun. Datang yuk," sebut Subandi menggebu-gebu. "Hmm. Yang diundang kita aja atau teman-teman dia yang lainnya?" tanya aku, minta kejelasan. "Nah itu dia Mas Bro aku sendiri juga nggak tahu," jawab Subandi, dengan nada ragu. Aku meminta Subandi, supaya dia minta penjelasan lebih dulu ke Hira. Setelah ada kejelasan, baru aku akan jawab, bakal hadir apa nggak atas undangan Hira, acara makan malam itu. *** "Aku pastikan, acara makan malamnya, hanya kamu dan Mas Budiman yang aku undang," seru Hira dengan nada meyakinkan. Tanpa berpikir panjang, kuputuskan akan hadir, setelah mendengar penjelasan dari Subandi. Subandi sendiri juga merasa senang, setelah tahu jawabannya bahwa aku akan hadir. "Nanti aku mau bawa kado buat Hira," kataku pada Subandi. "Tapi, jangan bilang sama Hira ya Bro. Plisssss. Ini rahasia kita berdua. Aku pingin kasih dia kado istimewa," kataku. Subandi penasaran. Dia mendesakku, agar aku mengatakan bakal ngasih kado apa, buat Hira. "Ih rahasia dong Bro. Nanti kamu keceplosan, terus bilang ke Hira. Pokoknya tunggu saja besok. Aku akan beri dia kado spesial." tegasku. Untuk kali ini, aku nggak tahu, kenapa aku berusaha mencoba menerima kehadiran Hira di hidupku. *** Seperti janjiku, aku memberikan kado untuk moment spesial acara makan malam Hira. Semoga, dengan kado itu, dia senang menerimanya. Harganya tak seberapa. Tapi, berharap dia tak memandang berapa nilainya. Eh tunggu. Tapi sudahkah waktunya, kalau aku memberinya kado? Sebab, antara aku dan dia, belum ada ikatan apa-apa. Ya hanya ikatan sebagai teman baru. Ah. Sudahlah. Sudah waktunya apa belum, aku ingin memberinya kado. Setidaknya, meski tanpa ikatan, kado itu adalah kado ultah. Karena, kutahu, diberi kado saat ultah, adalah suatu kenangan terindah. Apalagi, Hira juga pernah memberiku kado parfume, meski aku tak merayakan ultahku. Ini artinya, dia memberi dengan tulus.(***)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN