Sudah setengah jam laki-laki itu terlelap dalam tidurnya. Meninggalkan istrinya yang sedang sibuk dengan urusannya sendiri.
Braankk!!! Braank!!
Cukup keras terdengar suara bising seperti peralatan masak yang berjatuhan, hingga membuat Pras terperejat dalam tidurnya.
"Ya ampun, dek. Kalau lagi di dapur gak pernah bisa apa gak berisik?" gumam Pras lalu kembali melanjutkan tidurnya.
***
Di Tempat yang berbeda, Perempuan bertubuh mungil itu, berjalan-jalan berkeliling kampung tempat tinggal mereka. Mencari tahu suasana dan keadaan lingkungan baru.
Di seberang jajaran rumah yang ia tempati tidak nampak ada satu pun rumah penduduk. Sejauh mata memandang hanya ada kebun pisang yang membentang luas di hadapan. Awalnya Rai mengira perkebunan itu milik beberapa warga sekitar tetapi rupanya perkebunan yang sangat luas itu adalah perkebunan milik suatu perusahaan.
Rai mengambil jalan berbelok ke salah satu gang yang berjarak dua sampai tiga rumah dari rumah tempatnya tinggal. Masuk lebih dalam ke dalam gang itu banyak terdapat rumah-rumah penduduk yang cukup padat. Suasananya pun cukup hangat jika dibandingkan dengan suasana di lingkungan jajaran rumahnya yang terasa cukup sepi dan terkesan individual.
Kemarin saat mencari makan siang ketika mereka sedang membersihkan rumah dengan Pak Warso dan Pak Marten, Rai dan suaminya pun mencarinya ke daerah perkampungan itu. Dia ingat ada toko sembako yang cukup besar dan lengkap. Sambil berjalan-jalan mengisi waktu, saat ini ke sanalah tujuannya.
Sepanjang perjalanan berkeliling perkampungan, Rai cukup sering berpapasan dengan warga setempat yang melemparkan senyum kearahnya tetapi dengan tatapan asing, seolah mereka menyadari jika Rai adalah warga pendatang baru.
Setelah cukup lama berjalan-jalan memperhatikan lingkungan sekitar. Wanita muda itu memasuki bangunan yang cukup luas, sebuah toko sembako yang cukup besar dengan barang-barang dagangan yang memenuhi seluruh ruangan. Pemiliknya pun melayani dengam sangat ramah. Rai menyebutkan beberapa barang yang dia butuhkan dan dengan cepat pemiliknya menyediakan. Sesekali bahkan ada percakapan diantara keduanya, apalagi sebagai warga setempat pemilik toko itu bermaksud beretika dengan baik menyambut Rai sebagai pendatang baru.
"Baru bukan disini, mbak? Kemarin juga saya sempat melihat mbaknya." tanya pemilik warung pada perempuan berwajah manis itu.
"iya bu, baru hari ini resmi pindah. Kemarin saya hanya bersih-bersih rumah dengan suami saya." jawab Rai dengan senyum yang terukir dibibirnya.
Toko cukup sepi saat itu, pembeli yang terlihat pun hanya Rai seorang. Toko yang cukup besar itu rasanya tidak mungkin jika hanya satu orang yang menjaga. Hanya saat itu, selain seorang ibu yang melayani Rai, tidak ada lagi pekerja yang nampak terlihat disana.
"memang pindah kerumah yang mana, mbak?" kembali ibu pemilik toko bertanya pada Rai.
"itu bu, saya menempati rumah yang arah keluar jalan perkampungan. Belok kanan dari keluar gang, rumahnya ketiga dari gang." ucap Rai menjelaskan.
"OOH, RUMAH YANG ITU?" ibu pemilik toko terlihat menahan rasa terkejutnya mendengar jawaban Rai, senyuman ditambah ekspresi wajah kebingungan terlihat bersamaan dalam satu waktu.
"iya bu, " jawab Rai datar tanpa menyadari ekspresi aneh yang ditujukan oleh ibu pemilik toko.
" semoga betah ya, mbak." ucap ibu pemilik warung kembali.
"Bu, aku Rokok sebungkus." terdengar suara pria dewasa dari arah belakang Raihanum.
Secara spontan Rai pun mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu berasal.
Ternyata nampak dihadapan perempuan mungil itu, sesosok pria yang tidak asing baginya.
"Pak Marten?" sapa Rai pada laki-laki yang baru saja memasuki toko sembako itu.
"Eh, m–mbak Rai?" Laki-laki bertubuh tambun itu nampak cukup terkejut saat melihat Rai, seolah perempuan manis itu mengingatkan ia pada sesuatu hal yang kurang menyenangkan baginya.
"belanja Pak?" tanya Rai basa - basi dengan senyum ramah yang ia lemparkan.
"I–iya, mbak." jawab laki-laki itu masih terbata. "Sudah resmi mulai menempati rumahnya, mbak?" ucap Marten berbalik bertanya.
"iya, pak. Mulai hari ini alhamdulillah resmi jadi warga baru sini." kembali Rai menjawab dengan senyum yang ramah.
Sebagai warga pendatang dari tempat yang jauh, Rai tentunya ingin bersosialisasi dengan baik kepada seluruh warga setempat. Apalagi saat ini Dia dan suami berada jauh dari keluarga dan kota tempat kelahiran tentunya berhubungan baik dengan tetangga dan warga sekitar adalah hal yang sudah seharusnya mereka lakukan.
"gimana mbak Rai betah?" tanya Marten lagi. Sebenarnya pertanyaan Marten itu bermaksud ingin mengetahui apakah ada hal yang terjadi pada Rai dan Pras di rumah itu.
"heheheh.. Belum tahu, pak. Belum juga ada satu hari menempati, Semoga saja betah." Ucap Rai polos dengan sedikit tawa.
"hehehe.. Iya juga yah." Marten pun menyeringai, menggaruk kulit kepalanya sendiri yang tidak gatal itu, tertawa geli seolah malu dengan pertanyaannya sendiri.
Setelah mendapatkan dan membeli semua barang yang dia butuhkan untuk keperluan di rumah. Rai pamit untuk meninggalkan toko sembako toko sembako itu lebih dulu kepada Marten.
"Penghuni baru rumah kosong di ujung jalan itu, ten?" tanya ibu pemilik toko pada Marten dengan tatapan tidak percaya, sambil memberikan sebungkus rokok pesanan laki-laki itu. Tentu saja pertanyaannya itu ditujukan tentang Rai.
Marten mengangguk tanpa keraguan, mengiyakan pernyataan wanita paruh baya dihadapannya.
Keduanya pun saling bertatapan dengan perasaan tidak percaya.
.
.
.
.
Suara bising dari arah dapur rupanya sungguh mengganggu tidur laki-laki bertubuh jangkung yang sudah terlelap hampir satu jam itu. Tidur dalamnya hanya berjalan setengah jam pertama saja, hampir setengah jam kebelakang suara bising dari arah dapur yang dia rasa disebabkan oleh perbuatan istri tercintanya itu membuat ia tidak dapat kembali tidur dengan lelap.
Pras memutuskan untuk bangun dari pembaringannya, menyudahi tidur siangnya cukup sampai disitu saja. Suara gaduh dari bagian belakang rumah tempat tinggalnya itu cukup membuatnya penasaran, dia berpikir apa yang dikerjakan oleh istrinya hingga begitu sangat berisik.
Praankkkk!! Braaankkk!!
Kembali terdengar seperti suara barang yang terbuat dari logam saling beradu.
"dek, lagi ngapain sih? Dari tadi kok berisik banget?" tanya Pras pada istrinya yang dia rasa ada di dapur dengan menaikan sedikit nada bicaranya. Bertujuan agak istrinya yang dia rasa ada di dapur itu mendengar.
Laki-laki bertubuh jangkung itu pun berjalan keluar kamar dan berbelok menuju arah dapur, melewati ruang televisi yang berada ditengah - tengah bangunan rumah.
Ketika hendak melangkahkan kakinya menuju ruang belakang.
Brraakkk!! Brraakk!! Brraakk!!
Terdengar suara pintu kaca yang digebrak berkali - kali dengan cukup kencang dari arah depan.
Pras membatalkan langkahnya menuju dapur. Ia membalikkan arah langkahnya menuju pintu depan.
Laki-laki itu mempercepat langkah kakinya yang lebar.
Brrakk!! Brraakk!!
Kembali pintu digebrak dengan cukup kuat
"Mas... Mas, buka mas!! Kenapa pintunya dikunci sih, mas?" terdengar suara Rai dari luar, dibalik pintu kaca yang perempuan itu gebrak.
Menyadari istrinya yang mengebrak pintu, meminta untuk dibukakan. Pras dengan cepat memutar kunci yang menggantung di lubang kunci pintu. Laki-laki itu pun membukakan pintu kaca yang tadi dalam keadaan terkunci.
"kenapa dikunci sih, mas? Aku cuma ke toko sembako nyari kebutuhan dapur di dekat sini sini, aku gak bawa kunci." protes perempuan berwajah manis itu. "lagian aku panggil pelan gak denger. Sampai aku harus gebrak-gebrak pintu baru dibukain." ucapnya kembali protes.
"eh – eh.." pras tergagap. Laki-laki itu bingung dengan jawaban apa yang harus dia katakan. Dia pun tak mengerti, kenapa pintu dalam keadaan terkunci dari dalam? padahal ia sama sekali tidak merasa menguncinya. Ditambah ia juga semakin merasa bingung karena ternyata istri yang dia kira penyebab suara gaduh di dapur, malah baru pulang belanja sembako di luar. Lalu apa dan siapa penyebab suara gaduh di dapur tadi?
Pras berusaha menahan diri untuk tidak mengatakan hal membingungkan yang baru dia rasakan itu. Dia hanya meminta maaf pada istrinya itu, agar Rai mengira bahwa memang suaminya-lah yang mengunci pintu.
Laki-laki itu menyimpan hal aneh itu sendiri, ia tidak mau membuat istrinya menjadi tidak nyaman jika dia menceritakan hal aneh yang belum jelas penyebabnya itu.