Namanya Elang Samudra. Kakak tingkat yang mampu memikat. Ah, bagaimana ada orang yang bisa mengabaikan kalau perawakannya ideal dengan wajah yang teramat tampan. Dia, yang aku perhatikan dari awal ospek dilaksanakan. Bukan hanya itu, Kak Elang, aku memanggilnya adalah seorang ketua BEM.
Tiga hari masa ospek, mata ini selalu mencari keberadaan dia. Di antara banyaknya orang di sini, aku selalu berhasil menemukannya. Apa ini yang namanya takdir? Saat itu aku berpikir picik menganggap semua kebetulan akan berakhir dengan kebahagiaan.
Yang tidak pernah aku sangka, usai ospek aku malah dipertemukan dengan pria selengekan, tidak pernah rapi, dan terkesan gila. Dia, Galang. Satu kelas di semua mata kuliah.
"Sama gue aja, Lin. Gue enggak jauh beda sama kak Elang kok."
Aku menaikkan alis, mencibir ucapan Gilang yang sangat percaya diri. "Lo enggak punya kaca ya di rumah? Kalau enggak nanti gue bawain deh. Antara elo sama kak Elang itu beda jauh. Bagaikan bumi dan langit. Saking jauhnya, jarak di antara kalian bisa diibaratkan dari matahari ke pluto."
Siapa sangka, Alin yang benci setengah mati harus menjalani masa perkuliahan tidak jauh dari Galang. Yang ternyata, merupakan adik dari Elang.