Satu minggu sudah sejak kejadian dimana anak sulungnya memberitahu sebuah kenyataan pahit, suaminya itu semakin menjadi sikapnya. Ia sering kali pulang telat dengan alasan lembur. Aneh sekali rasanya jika memang lembur tapi semua alasannya sungguh masuk akal. Gama selalu beralasan adanya kain datang dan bongkaran harus malam hari, lalu segala bahan batik juga datang di malam hari juga masih banyak lainnya.
Mela berusaha untuk mempercayai walaupun susah sekali untuk mempercayai suaminya itu. Saat ini, ia sedang berada di taman belakang bersama kedua anak dan ibunya. Sore hari mereka akan menghabiskan waktu di taman belakang untuk sekedar bersenda gurau. Sebenarnya bersenda gurau hanya dilakukan oleh Mela, ibunya dan juga anak bungsunya sedangkan anak sulungnya itu sibuk dengan ponselnya dan gamenya.
"Mami!" pekiknya memanggil Maminya yang sedang asyik tertawa.
"Mamii!!" pekiknya lagi membuat Mela menoleh dan menaikkan satu alisnya menatap anaknya bingung.
"Kenapa, sih, Kak? Kok teriak-teriak seperti itu? Ada apa cantiknya, Mami?"
"Sini sebentar!" Mela bangkit meninggalkan bungsu dan ibunya lalu berjalan menghampiri sulungnya.
"Ada apa, Nak?"
"Lihat ini!" Manda menyodorkan benda pipih miliknya pada Maminya.
Mela menerima benda pipih tersebut dan matanya terbelalak saat melihat sosial media berwarna biru itu menampilkan sebuah komentar yang mencengangkan.
Di aplikasi biru tersebut, terlihat suaminya sedang bergaya di depan mobil yang baru saja mereka beli karena mendapatkan rezeki luar biasa. Dan ternyata ada salah satu teman yang berkomentar dengan isinya, "Wah, tampannya kekasihku. Aku jadi rindu, Sayang. Kapan kau mengunjungi aku dan anak kita?"
Tanpa terasa, tangan Mela mengepal dan dadanya bergerak naik turun. Butiran kristal seakan tak mampu lagi menampung dan bersembunyi di dalam pelupuk mata tersebut.
Tes.
Tes.
Tes.
Tes.
Air matanya luruh juga, berusaha sekuat mungkin untuk menahan agar butiran-butiran kristal tersebut tak terjun bebas dan membasahi pipi namun tak sanggup lagi ia menahannya. "Mami, are you ok?"
Pandangan matanya beralih pada anak sulungnya yang terlihat sekali marah. Mela mengangguk pasti dan mengusap kasar air mata yang terus saja mengalir bebas. "Kakak tidak akan pernah diam jika Papi berani menyakiti, Mami!" serunya membuat Mela memeluk anak sulungnya dengan penuh cinta.
"Mami, kakak dan adik akan selalu ada untuk Mami! Siapapun yang berani menyakiti Mami maka akan berurusan dengan Kakak!" ucapnya penuh penekanan.
"Mami, tenang saja. Kakak akan selalu ada buat Mami. Ini adalah janji Kakak. Jangan menangis lagi, Mi. Kakak gak akan pernah sanggup melihat Mami menangis seperti ini." Mela hanya mampu mengangguk dalam dekapan hangat anak sulungnya itu. Ia menumpahkan segala rasa pedih yang selama ini ditahan di atas bahu kecil anak sulungnya yang seharusnya tidak tahu masalah orang tuanya.
"Jaga adik ya, Nak. Mami masuk ke dalam kamar dulu. Mami lupa belum shalat ashar." Manda hanya mampu mengangguk memandang nanar punggung sang Mami yang mulai menjauh dan menghilang di balik tembok dapur penghubung dengan taman.
Mela melangkah gontai masuk ke dalam kamarnya dan berjalan ke dalam kamar mandi berniat mengambil air wudhu lalu melaksanakan shalat ashar agar hatinya lebih tenang. Namun, ujung matanya tak sengaja melihat kertas yang diremas kecil tepat di samping tempat sampah. Sepertinya kertas kecil tersebut memang niatnya dibuang.
Mela berjongkok dan mengambil kertas tersebut lalu membukanya. Betapa terkejutnya saat membuka kertas tersebut ternyata ada tiga transaksi itu artinya ada tiga kertas. Kertas pertama, transaksi transfer uang sejumlah sepuluh juta dari rekening Mas Gama ke rekening Mawar. Mawar? Nama yang sama seperti akun di sosial media berwarna biru tadi.
Mawar? Siapakah perempuan ini? Apakah selingkuhan Mas Gama? Atau siapa? Belum selesai ia berkecamuk dengan pikirannya sendiri, tangannya mulai tergerak untuk membuka kertas yang lain dan terlihat transaksi pembelian berlian. Berlian? Ah rasanya sudah lama sekali Mela tak mendapatkan hadiah berlian dari suaminya, tapi apakah berlian tersebut untuknya? Atau justru untuk selingkuhannya?
Dan kertas yang terakhir adalah transaksi pembelian perlengkapan bayi. Bayi? Apakah perlengkapan bayi ini untuk sosok bayi yang anak sulungnya lihat beberapa waktu lalu saat di mall? Mela mulai meneliti tanggal dan bulannya, ia meremas kertas-kertas tersebut. Manda benar, anak sulungnya itu tidak salah lihat. Tanggal yang tertera di transaksi pembelian itu adalah tanggal saat Manda bertemu dengan Papi dan selingkuhannya di mall.
Kau bermain denganku, Mas? Lihat saja, sampai mana kau akan bermain!! Sebelum kau menyudahi semua permainan ini!! Maka aku yang lebih dulu akan menyudahi semuanya!! Lihat saja nanti, Mas!! Akan kupastikan, kau akan menyesal sudah berbuat jauh seperti ini!! Kau menggunakan uang kita? Aku tak akan pernah ikhlas dunia akhirat!! Aku tak sudi uang hasil jerih payah kita, kau berikan pada perempuan s****l itu!! Baik, Mas, kita mulai permainan ini!!
***
"Mami, hari ini Papi lembur lagi ya."
"Lagi, Pi?"
"Iya, Sayang. Konsumen meminta kain batik selesai secepatnya, jadi Papi akan mengontrol kinerja mereka dan akan meminta seluruh pegawai untuk mempercepat gerak mereka."
"Memangnya tidak bisa orang kepercayaan kita saja yang mengontrol, Pi?"
"Tidak bisa, Mi! Ini proyek besar, jadi harus Papi sendiri yang turun tangan. Udah deh, jangan bawel! Lagian aku itu 'kan kerja bukan macam-macam!" tegasnya.
Kedua anaknya saling memandang satu sama lain. Tatapan mereka bertemu dengan sang mami dan menyampaikan lewat mata bahwa Mami harus tenang dan kuat juga sabar.
"Iya, Pi. Cepat pulang ya."
"Mami, Kakak sudah selesai."
"Adik juga."
"Papi juga sudah nih. Kalian mau berangkat bareng, gak?" Keduanya menggelengkan kepala. Adik sekarang lebih banyak diam di hadapan Papinya setelah kejadian beberapa waktu yang lalu, begitu juga dengan Kakak semakin acuh pada Papinya karena sudah membuat Maminya menangis.
"Ya sudah. Papi duluan," ucapnya berlalu. Mela mengantarkan suaminya ke depan dan mencium punggung tangannya dengan takzim.
"Hati-hati dijalan ya, Pi."
"Iya, Sayang. Assalamualaikum," pamitnya mengecup puncak kepala istrinya namun dalam hatinya Mela, gemuruh emosi seakan ingin meluap namun ia menahannya walaupun ingin sekali mencakar wajah suaminya dan berteriak juga memaki suaminya itu.
"Waalaikumsalam."
***
Mela melangkahkan kakinya menuju kamar setelah mengantar suami dan juga kedua anaknya. Ia berniat untuk melaksanakan shalat dhuha, namun langkahnya terhenti saat mendengar suara dering telepon. Matanya mulai meneliti setiap sudut ruangan kamarnya lalu terhenti di atas nakas tempat kerja suaminya.
Ia melangkah semakin mendekat pada atas nakas tersebut dan memicingkan matanya saat melihat siapa yang menelpon. Mamah? Apakah itu mertuanya? Tapi sejak kapan suaminya mengganti nama kontak ibu mertuanya? Rasa penasaran menyeruak di dalam hatinya, dengan ragu ia mulai mengambil benda pipih tersebut dan menjawabnya.
"Halo, Mas, hari ini jadi ke rumah 'kan, Sayang? Kita jadi belanja bulanan untuk keperluan Raka 'kan? Aku tunggu dirumah ya."
Deg.
Jantung Mela berdetak lebih kencang dari biasanya, ia meremas dadanya yang terasa sangat sakit sekali. Mamah? Apakah ini selingkuhan suaminya? Mengapa suaranya terdengar sangat manja bahkan terdengar sangat menjijikan? Mela menahan diri agar tak menangis dan menguatkan hatinya.
"Mas! Kenapa diam saja, sih!"
"Halo."
"Hei! Siapa kau? Mengapa kau yang menjawab? Dimana suamiku!!"
"Kau yang siapa!!"
"Aku Mawar, istrinya Mas Gama!!"
"Mawar? Istri Mas Gama?"
"Iya! Memang kenapa? Hah? Mengapa kau terkejut?"
"Aku Melati, istri SAH Mas Gama!" sentaknya menekan kata istri sah.
"Oh rupanya kau wanita tua itu? Haha. Apa kabar wanita tua? Ah rasanya bahagia sekali tanpa sengaja aku bisa berbicara denganmu! Sudah lama aku meminta suamiku untuk mengenalkan aku padamu, namun Tuhan berkata lain! Kita dipertemukan dalam keadaan tak terduga seperti ini! Haha."
"Kau bangga menjadi istri dari Mas Gama?" tanya Mela dingin namun suaranya terdengar sangat mengerikan.
"Jelas bangga. Siapa yang tidak bangga menjadi seorang istri dari pengusaha kaya raya, dengan wajah yang tampan dan royal seperti Mas Gama. Aku--"
"Kau bangga menjadi istri siri? Hah? Iya? Haha! Jangan lupa! Kau mungkin memang istrinya tapi aku yakin, kau hanyalah istri siri, Mawar!!"
"Tutup mulutmu, wanita tua!! Walaupun aku istri siri tapi aku punya hak yang sama denganmu!!"
"Hak? Haha. Hak apa yang kau maksud, Mawar?"
"Semua harta Mas Gama juga berarti hartaku!!"
"Mimpimu terlalu jauh, Sayang!! Ini semua adalah hartaku!! Bukan harta Mas Gama!! Jadi, kau tak punya hak apa-apa dengan hartaku!!"
"Persetan!! Aku tak peduli!! Hartamu juga harta suamiku!! Itu artinya hartaku juga!!"
"Jangan mimpi!! Aku bisa pastikan, kau tak akan pernah dapat apapun!! Tak akan pernah seperak pun hartaku jatuh pada dirimu!! Dengarkan ucapanku ini Mawar, aku tak akan pernah tinggal diam jika di usik!! Aku bisa pastikan, kalian tidak akan dapat hartaku!!"
"Dasar wanita tua tidak tahu malu! Masih saja mempertahankan lelaki yang tak pernah mencintaimu! Cuih! Sadar diri dong! Kau itu sudah tua dan tidak b*******h lagi!" ejeknya membuat Mela murka namun sebisa mungkin ia menahan amarahnya.
"Bermimpilah sesuka hatimu dan setinggi langit, wanita durjana! Aku pastikan, tak akan pernah ada lagi sepeser uang yang akan kau nikmati!!"
Mela segera memutus obrolan mereka, dadanya sungguh merasakan sakit sekali. Air matanya luruh, ia menyeluruh jatuh ke bawah. Menekuk kedua kakinya dan menenggelamkan kepalanya, memuaskan dirinya untuk menangis, setidaknya sedikit bisa melegakan rasa sakit di hatinya. Mela mengangkat kepalanya dengan sorot mata yang tajam.
Aku tak terima diperlakukan seperti ini, mari kita mulai permainan ini, Mas! Kau sudah mengkhianati pernikahan kita! Kupikir, kita akan sangat hidup bahagia hingga maut memisahkan namun tak pernah kusangka ternyata kau berani sekali menyeleweng di belakangku. Kupikir, kau sudah cukup bahagia dengan apa yang kita punya sekarang, usaha, rumah, mobil, dan juga anak-anak yang sholeh dan sholehah.
Tapi, lagi-lagi aku salah. Dengan mudahnya kau mempermainkan ikatan sakral itu, Mas! Aku akan tunjukkan siapa diriku yang sebenarnya, Mas!! Tak akan kubiarkan kalian bahagia diatas penderitaan ku dan juga anak-anakku!!
"Astaghfirullah … astaghfirullah … astaghfirullah," gumamnya meraup wajahnya. Ia beranjak masuk ke dalam kamar mandi, mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat dhuha.
Mela mengadukan semua yang dirasakan olehnya pada Gusti Allah. Menangis sepuasnya dengan menengadahkan kedua tangannya ke atas. Tak ada sedikitpun niatnya untuk mengusap air mata tersebut. Mela memberikan ruang pada air mata itu untuk terjun bebas.
Ya Allah … aku tak tahu apa kurangnya diri ini sebagai istri dan ibu. Selama belasan tahun ini, aku sudah berusaha untuk menjadi yang terbaik bahkan menjadi yang lebih dari terbaik untuk keluarga kecilku ini tetapi aku tak menyangka semua yang kulakukan dibalas dengan sebuah pengkhianatan yang luar biasa menyakitkan ini.
Ya Allah … berikan aku kekuatan untuk menghancurkan sebuah pengkhianatan dengan cara yang indah namun membekas di hati dan juga kehidupan mereka. Izinkan aku memberikan pelajaran berharga untuk para pengkhianat itu.
Ridhoi langkah kaki ini ya Allah … ringankan langkah kaki ini ya Allah … Aku mohon ....