Hampir Ketahuan

2203 Kata
Saking terkejutnya dengan suara tangisan anak lelakinya dan kedatangan Mawar yang secara tiba-tiba itu, Gama langsung mendadak bangun dan terduduk. Mawar berjalan perlahan menghampiri suaminya sambil membuat tangis anak lelakinya berhenti. Tapi, tangisan Raka tak juga henti. "Ngapain kamu, kesini?" tanya Gama dengan penuh rasa khawatir. "Suruh Raka diam! Jangan membuat masalah! Bahaya jika ada yang tahu kamu berada disini!" "Raka mungkin rindu sama kamu, Mas! Coba kamu gendong!" pinta Mawar. Gama menatap Mawar dan Raka secara bersamaan, ragu namun ia pun rindu pada bocah lucu itu. Tapi, ia takut juga jika ada anggota keluarganya yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan. Gama mencoba menghalau pikiran buruk itu, ia tak kuasa menahan rindu pada Raka. Tangannya terulur, Mawar tersenyum bahagia karena suaminya itu mau menggendong anak mereka lagi. Saat tubuh kecil itu berpindah tangan dan masuk ke dalam dekapan hangat sang Ayah, tangisnya mulai mereda. Raka mulai tenang dan tersenyum melihat wajah Gama. Lelaki itu hanyut dalam senyuman yang diberikan oleh Raka. Ia mengecup seluruh wajah anak laki-laki yang memang sangat diinginkan olehnya. Andai saja Mela bisa memberikannya anak lelaki, tak pernah sedikitpun Gama berpikir untuk berselingkuh. Jangankan selingkuh, punya niat saja tidak ada. Ah, tapi apa mungkin? Bukankah lelaki setia itu hanya satu dari seribu lelaki? Apa mungkin Gama menjadi salah satunya? Atau mungkin salah satu dari seribu lelaki itu? Entahlah, yang pasti lelaki pasti akan diuji ketika memiliki segalanya. Mayoritas ya, bukan memukul rata, tapi mayoritas lelaki ketika sudah memiliki segalanya banyak yang lupa dengan seseorang yang sudah mendukung dan selalu berada disampingnya. Kenapa di dunia ini banyak sekali pria yang mengkhianati istrinya? Padahal, istrinya itu adalah ibu dari anak-anaknya. Mereka pun lahir dari seorang wanita, tapi kok bisa punya pikiran dan niat menyakiti wanita lain juga? Bukankah jika menyakiti wanita sama saja menyakiti ibu mereka? Itu artinya mereka pun menyakiti ibu dari anak-anak mereka, bukan? Ah entahlah, tak bisa membahas hal yang satu ini lebih dalam lagi, karena pasti akan banyak sekali pro kontra nantinya. "Raka sakit, Mas," ucap Mawar lirih mencari simpati dari sang suami. "Sakit apa?" "Badannya panas. Raka terus menangis sepanjang waktu. Mungkin, ia benar-benar merindukanmu, Mas! Kata Ibu, jika anak nangis itu berarti rindu dengan orang tuanya. Sedangkan kamu, menghilang entah kemana!" "Maaf, tapi aku bukan menghilang begitu saja, Mawar." "Tadinya, aku berpikir kamu kabur dan meninggalkan kami, Mas," jawabnya sendu. "Tak mungkin! Aku tidak akan mungkin dan tak akan pernah punya niat untuk meninggalkan kalian! Kalian adalah hidup dan nyawaku juga!" ucap Gama membuat hati Mawar merasa berbunga-bunga. Ia tak menyangka, suaminya itu sangat menganggapnya. Walaupun ia hanya istri kedua, tapi sikap Gama tak membedakan. "Sama seperti Mela dan kedua anak perempuanku. Kalian sama! Sama-sama hidup dan nyawaku," lanjut Gama membuat senyum yang tadinya merekah mendadak sirna karena Mawar merasa tak terima sekaligus cemburu tak suka jika suaminya itu menyamakan dirinya dengan wanita tua itu. "Memang tidak ada bedanya antara aku dengan wanita tua itu, Mas?" "Wanita tua? Siapa maksudnya?" "Melati!" "Hei, kamu jangan memanggilnya seperti itu! Dia itu gak tua! Masih cantik kok! Lagian, dia itu kakak madu kamu! Yang sopan, dong!" "Mas, kenapa kamu membela wanita tua itu, sih!" "Bukan membela! Tapi memang benar, Mela adalah kakak madumu! Harusnya kamu itu bisa menghormati Mela sama seperti dia menghormati kamu! Jika sesama madu saling menghormati dan menghargai, aku yakin kita semua akan hidup damai!" "Apa kamu bilang? Jadi, kamu tak ada niat untuk berpisah dengannya? Dan status aku tetap menjadi istri kedua?" "Kamu gila, Mawar? Aku menikah denganmu itu karena sebuah kecelakaan! Beruntung saja kamu melahirkan anak laki-laki, maka aku mau menjadikan kamu sebagai istri!" sergah Gama kesal. "Sampai kapanpun juga aku tak akan pernah berpisah dengan Mela! Bisa jadi gembel aku berpisah dengannya! Kamu mau kalau kita kehilangan semuanya?" "Kehilangan semuanya? Maksudmu, Mas?" "Ya semuanya! Kamu tak bisa lagi hidup enak, belanja, makan enak dan lainnya." "Bagaimana mungkin bisa begitu, Mas! Kamu jelas kaya raya kok! Gak mungkin kita tak bisa lagi hidup enak, Mas!" "Ya pokoknya kalau sampai aku berpisah dengannya, hidup kita tak akan berlimpah seperti sekarang! Jadi, jangan terlalu banyak menuntutnya hal yang tidak seharusnya kamu tuntut! Paham!" "Tapi, Mas--" "Sudah deh, Mawar! Aku tak ingin mendengar semua celotehan tak gunamu itu! Nikmati saja dulu apa yang kamu miliki sekarang! Terima saja jika aku hanya bisa menjadikanmu sebagai isrti kedua! Toh kamu juga bisa hidup enak!" jawab Gama acuh. Mawar hanya menggelengkan kepala saja, tak paham dengan jalan pikiran suaminya itu. Bagaimana bisa, Gama tidak mau melepaskan salah satunya dan justru ingin memiliki keduanya? Mawar tidak terima dengan keputusan Gama yang dia anggap itu sangatlah merugikannya. Sebab, ia tak bisa menjadi satu-satunya istri Gama dan juga menikmati semua harta yang saat ini dimiliki oleh Gama. Mawar tidak tahu, bahwa sebenarnya Gama itu tidak memiliki apapun sebab semua hartanya sudah berada di dalam genggaman Melati dan kedua anak lelaki itu. Rasa kesal menyelimuti hati namun Mawar tak bisa melepaskan amarahnya begitu saja. Ia tak ingin mengambil resiko akan hal ini, salah langkah sedikit saja maka ia pasti akan kehilangan semuanya. Dan ia menghindari hal itu, ia tak ingin kehilangan Gama sekaligus hartanya. Mawar tak ingin Raka kehilangan kasih sayang seorang Ayah dan ia pun tak ingin kebutuhan keluarganya kembali serba kekurangan karena kehilangan Gama. Mawar merasa harus memikirkan hal ini dengan baik lagi. Ia harus bisa memiliki Gama seutuhnya tanpa ada pembagian baik itu waktu dan harta. Bagi Mawar, tujuan utamanya adalah Gama beserta hartanya. Ia yakin, hidupnya akan semakin makmur dan kaya raya ketika berhasil menyingkirkan Mela beserta kedua anaknya. Untuk urusan keluarga besar Gama, itu menjadi urusan belakangan. Sebab, Mawar yakin lambat laun keluarga suaminya itu pasti akan bisa melepaskan Mela dan menerima Mawar menjadi bagian keluarga mereka. "Mawar," panggil Gama. "Iya, Mas?" "Bagaimana bisa kamu tahu kalau aku ada disini?" "Oh itu tadi …." Mawar menceritakan bahwa sudah dua malam Raka panas tinggi, dibawa berobat ke Dokter pun masih sama kondisinya. Menghubungi Gama beberapa kali namun tak ada jawaban membuatnya tak bisa berpikir jernih. Pikiran karena anaknya panas tinggi dan pikiran khawatir karena keadaan Gama yang ia tak tahu kabarnya. Akhirnya, Mawar mengumpulkan segala mental untuk datang ke rumah besar milik suaminya itu. Sesampainya di rumah besar itu, ia tak menemukan siapapun disana. Rumah besar itu nampak sangat sepi sekali seperti tak ada kehidupan. Merasa bingung, kecewa dan sempat putus asa karena berpikir bahwa Gama meninggalkannya tapi tiba-tiba ada seorang wanita paruh baya yang menghampirinya. Mungkin, karena melihat Mawar yang sejak tadi tak beranjak dari depan pagar membuatnya berinisiatif untuk mendekati Mawar dan menanyakan sedang apa berdiri di depan rumah miliki Gama dan Mela. Mawar pun langsung bertanya pada wanita paruh baya itu yang mengaku bahwa salah satu tetangga, menanyakan keberadaan Mela dan Gama. Wanita paruh baya itu pun langsung memberitahukan bahwa mereka berada di salah satu rumah sakit yang memang tidak jauh dari rumah. Tanpa pikir panjang lagi, setelah mengucapkan terima kasih, Mawar langsung bergegas pergi menuju rumah sakit untuk menemui suaminya. Bingung karena tak tahu dirawat di ruangan apa akhirnya ia pun menanyakan pada bagian informasi dan sampailah Mawar dan Raka didalam ruangan besar ini. "Begitu ceritanya, Mas." "Haduh, kamu ini! Cari gara-gara saja! Untung saja gak ada Melati atau keluargaku yang melihatmu datang kesini!" "Bagaimana lagi dong, Mas! Aku khawatir padamu dan lagi Raka juga butuh kamu, 'kan!" "Iya, tapi saat ini kondisinya sedang tidak memungkinkan. Bahaya sekali jika sampai mereka semua mengetahui keberadaanmu!" "Lah, memangnya mereka kemana? Kenapa gak menunggumu disini?" "Mereka di kamar, Manda." "Kok bisa?" "Manda juga masuk rumah sakit ini!" "Kenapa?" "Percobaan bunuh diri!" "A-apa?" *** Salma dan Firman diajak masuk ke dalam ruangan Manda, kenapa Firman diajak masuk juga? Sebab, Manda sudah terlelap tidur karena suntikan tadi. Jadi, aman jika Firman ikut masuk ke dalam. Tak tega juga jika meninggalkannya di depan begitu saja tanpa teman, apalagi Fuad bersama istri belum kembali dan lelaki itu enggan untuk masuk ke dalam ruangan Gama dulu. Ia masih merasa sangat emosi dan tak ingin emosinya itu justru akan membuat orang lain terluka. Saat melihat Firman dan Salma masuk, Lea langsung berlari. Ia berlari menghampiri Bude dan Pakdenya untuk memeluk mereka berdua. Pasangan suami istri itu sedikit berjongkok untuk mensejajarkan tinggi mereka dengan Lea. Firman tak sanggup melihat anak gadisnya terbaring lemah seperti itu, ia memilih untuk mengakak Lea duduk di sofa yang paniang dan bercerita banyak hal. Sedangkan Salma, ia melangkah maju mendekati Manda yang sudah terlelap kembali. Menyedihkan, anak gadisnya itu harus selalu terlelap setiap kali rasa depresi itu datang melanda dirinya. Tatapan Salma berubah menjadi sendu dan sedih, ia merasa rindu dengan segala macam celotehan ringan yang terlontar dari bibir mungil Manda. Rasanya, ia akan sangat menyesal jika tak bisa membuat Manda kembali normal. Ibu memberikan ruang tempat untuk Salma duduk di samping Manda. Ia menggenggam tangan gadisnya yang terlihat pucat pasi. Mengecup beberapa kali punggung tangan yang selama ini selalu memberikan ketenangan dalam genggamannya. Firman beberapa kali mencuri pandang pada istrinya yang sedang berada di samping Manda. Sebenarnya, ia pun ingjn berada disamping gadisnya, tapi ia merasa tak mampu. Dan juga takut jika anak gadisnya itu terbangun dan kembali histeris seperti sebelumnya. Salma terlihat sekali menahan tangisnya, ia tak ingin menangis demi untuk menguatkan hati Mela. Ia berjanji pada diri sendiri untuk kuat dan mendukung Mela tanpa ada tangisan menyedihkan. Susah memang, tapi ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk hal itu. Saat ini, yang dibutuhkan oleh Mela dan Manda bukan tangisan melainkan kekuatan dan support dari orang sekitar. Mereka akan menjadi lebih kuat jika sekelilingnya pun memberikan kekuatan yang sama. Yakin, Manda akan kembali sembuh dan masalah ini akan segera berakhir. "Kamu pasti sembuh, Nak! Bude janji, akan selalu mendampingi dan mendukungmu!" ucap Salma lirih. "Bude tak akan pernah membiarkan sesuatu yang buruk terjadi padamu, Nak! Kamu anak hebat, luar biasa dan kuat! Kamu bisa keluar dari situasi ini, Nak!" "Mungkin, saat ini kamu sedang tertidur lelap. Tapi, Bude yakin kalau kamu mendengar suara ini dari alam bawah sadarmu." "Nak, jangan pedulikan tentang perbuatan buruk dari Papimu! Ingat, ada Mami yang harus kamu jaga! Kamu adalah kekuatannya, nyawa dan hidupnya! Kamu harus bangkit, Manda! Jaga Mami, Lea dan Nenek!" "Kamu harus melindungi mereka semua dan bersatu dengan Mami untuk membuat mereka semua yang membuat kalian susah, sakit, kecewa dan menderita mendapatkan ganjaran! Berikan ganjaran dengan cara yang manis, cantik, elegan namun mematikan hingga mereka tak bisa lagi berkutik dan bermain-main dengan kalian." "Bude yakin, Kakak cantik punya seribu satu ide yang luar biasa untuk membuat mereka kapok! Ayo, sembuh, Sayang! Bangkit! Jangan menyusahkan dan menyakiti diri sendiri! Sebab, jika kamu jatuh maka mereka akan senang!" "Kakak adalah anak yang hebat! Ayo pintar, semangat untuk sembuh ya." Salma terus bicara panjang lebar, mengucap banyak sekali kata-kata motivasi untuk Manda. Ia sengaja mengatakan semua itu pada saat Manda tidur, sebab setiap kata yang diucapkan akan lebih mudah tertanam di dalam pikiran seseorang pada saat mereka terlelap atau tepatnya berada di bawah alam sadar. Ibu merasa sangat bahagia sekali, sebab anaknya mempunyai ipar yang sangat baik dan menyayangi mereka semua. Mungkin, jika anaknya menikah dengan lelaki lain yang keluarganya tidak baik, pasti akan membela yang salah tapi keluarga Gama memang berbeda. Mereka tetap membela yang benar dan menyalahkan yang salah! Memang, mereka berusaha untuk menyadarkan dan memberikan arahan pada Gama yang sedang salah melangkah, tapi jika lelaki itu tak juga sadar maka mereka akan menyerahkan semuanya pada Mela. Mempersilahkan Mela untuk mengambil keputusan yang membuatnya nyaman dan tak lagi merasakan sakit. Firman merasa bangga pada istrinya itu, ia merasa bahagia sebab istrinya tahu harus melakukan apa dalam keadaan yang seperti ini. Memang, Salma tidak bisa diragukan dalam hal apapun, Firman juga yakin jika istrinya itu pasti sudah memberikan sedikit kejutan yang membuat Gama tegang. "Pakde," panggil Lea lembut. "Iya, Sayang?" "Kita ke ruangan Papi, yu," ajaknya. "Pakde pasti belum tahu, 'kan? Wajah Papi bonyok loh di pukul sama kakak!" "Oh iya? Masa sih, Sayang?" "Iya, Pakde! Lea gak bohong, kok! Ayo kalau gak percaya, kita kesana! Lea mau kasih tahu Papi, kalau ada Pakde jadi Papi gak akan bisa marah-marah lagi ke Mami, Kakak dan Lea," ucap gadis polos itu. Semua mata langsung memandang tertuju pada Lea. Kata-kata Lea membuat mereka saling melempar pandangan bingung. "Hm … ayo, deh." "Mas, jangan emosi!" ucap Salma mengingatkan. "Aman!" Mereka melangkah bersama sambil berpegangan tangan menuju kamar Gama. Mereka berpapasan dengan Mawar yang baru saja keluar dari kamar Gama namun sudah cukup jauh. Lea menghentikan langkahnya saat ia melihat sosok Mawar. Firman merasa bingung, kenapa gadis kecil itu berhenti. "Sayang, kenapa?" "Lea kayak pernah lihat tante yang tadi, Pakde." "Yang mana?" "Tadi yang lewat barusan." "Ah mungkin itu hanya perasaan kamu, saja. Ayo, ah!" ajak Firman lagi. Baru lima langkah, Lea kembali menghentikan langkahnya lalu menoleh kebelakang. "Pakde," panggil Lea lagi. "Kenapa lagi, Sayang?" "Lea ingat sesuatu, Pakde! Lea ingat dan tahu siapa Tante itu." "Maksud kamu apa, Nak?" "Tante tadi, yang berpapasan dengan kita dan menggendong anak bayi loh, Pakde." "Yang mana?" "Itu, Pakde!" seru Lea menunjukkan punggung Mawar yang sudah semakin menjauh. "Mana sih, Nak? Pakde gak lihat Tante yang bawa anak bayi!" "Tante yang tadi itu wajahnya seperti yang ada di ponsel kakak. Kata kakak, tante itu yang pergi sama Papi ke mall sama anak bayi," ucap Lea menunjuk ke arah Mawar namun sayang wanita itu sudah berlalu pergi dan tak terlihat oleh Firman.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN