Matheo terus menatap foto itu, netranya tiba-tiba berkaca-kaca. Putra semata wayang yang selama ini tidak pernah meninggalkan mereka, kini malah sering meninggalkan mereka dengan alasan pekerjaan. Terlebih, Matheo memiliki perasaan yang tidak nyaman mengenai pekerjaan putranya. “Pak, mengapa kamu menangis?” “Entahlah, Bu. Aku merindukan Gaven.” “Kalau memang rindu, kamu tinggal menghubunginya kemudian suruh pulang. Gampang’kan, Pak?” “Ya, semua memang terlihat mudah, Buk. Tapi kenyataannya semua tidak semudah yang dibayangkan. Putra ku kini sudah berubah.” Matheo bangkit dan dan berjalan menuju kamar Gaven. “Pak, mau ke mana?” “Aku akan mencari tahu sendiri semuanya. , aku tidak ingin perasaan ini selalu menyiksaku. Aku harus memastikannya sendiri jika anakku baik-baik saja.” Matheo