Sebuah pengkhianatan yang mungkin ini tidak akan pernah diampuni oleh sang raja dan buka hanya sang raja. Mungkin perbuatan sang ratu akan di judul bahkan nasibnya bisa lebih buruk lagi. Sang ratu tahu akan hal itu. Dia bisa saja di pancung. Di penggal, atau bahkan di gantung. Tapi sebelum itu terjadi. Dia ingin mengambil alih semuanya. Semua pekerjaan yang sedang dipimpin Yinwa. Dia merasa tidak pernah mencintai Yinwa. Tetapi laki-laki itu rela melakukan apapun demi dirinya. Sebuah keberuntungan baginya. Dia bahkan memberikan dirinya ijin untuk bisa tinggal di paviliun dekat dengan kekasihnya. Mungkin memang mereka tidak tahu. Hanya seorang di paviliun jiju yang tahu hubungan terlarang antara ratu dengan pangeran kelima.
------
"Yang mulia..." salah satu prajurit membungkuk di depannya. Memberi salam hormat untuknya.
Yinwa hanya tersenyum padanya. Prajurit itu terdiam. Dia mulai heran dengan apa yang dilihatnya. Yinwa tidak pernah sama sekali tersenyum di depan bawahannya. Bahkan semua prajurit baginya adalah b***k. Tidak patut di beri hormat atau menghormati. Meski itu tidak atau muda. Tapi, sebuah pemandangan berbeda terlihat di depan matanya. Sang prajurit semakin tertunduk malu dengannya.
"Dimana selir itu?" tanya Yinwa, dia berjalan mengibarkan jubah merah panjang. Dengan tangan di belakang punggungnya.
"Selir, ada di dalam."
"Vaimlah! Kamu boleh pergi sekarang."
"Yang mulia... Yang mulia.." suara orang memanggilnya dengan nada panik. Dia membungkuk di depan Yinwa.
"Ada apa?" tanya Yinwa datar.
"Ada pemberontak mulai masuk ke dalam perbatasan kota. Apa kita harus mengeluarkan pasukan kita sekarang."
"Siapa mereka?"
"Pemberontak datang dari Timur."
"Negara Timur?"
Yinwa terutama. Kepalanya terasa amat sangat sakit. Dia menggerakkan menahan rasa sakit yang luar biasa. "Aarrgggg..."
"Yang mulia... Anda tidak apa-apa?" penasehat agung terlihat sangat panik.
"Tidak apa-apa, sekarang. Saya mau istirahat."
Semua mata terdiam. Mereka saling menatap bingung. Suasana hati raja yang semula berubah dalam sekejap. Kaki ini laki-aku itu terlihat lebih santai.
"Maaf, yang mulia. Bagaimana dengan pemberontak itu."
"Bukanya kalian bisa mengatasinya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Terserah kalian bagaimana. Kalau perlu hukum saja jika mereka bersalah." Yinwa tersenyum datar. Dan segera masuk ke dalam paviliun Miliknya.
Pengawas agung, dan prajurit itu saling memandang. Salah satu pengawal pribadi raja dia terheran-heran dengan apa yang dikatakan sang Raja. Bagaimana bisa dia berguru santai saat pemberontak mulai masuk kota. Bahkan dia tidak panik seperi biasanya. Seorang raja tegas dan pemberani. Dia bahkan tidak segan membunuh semua orang yang berani memberontak padanya. Menghukum di depan para warganya. Membuat efek jera bagi setiap orang yang ingin berencana memberontak padanya. Baik itu keluarganya, masyarakat, atau bahkan kerajaan lain yang ingin menguasai tanah miliknya. Tidak ada ampun lagi bagi mereka.
"Apa yang terjadi dengan yang mulia?" tanya pengawas agung pada pengawal raja yang selama ini selalu menjadi pendampingnya. Sekaligus orang kepercayaan raja.
"Saya tidak tahu ada apa dengan Raja."
"Saya akan atur semua pemberontak. Kamu cepat temui raja. Lihat apa yang terjadi padanya."
"Baik," pengawas itu menumpuk kedua punggung tangannya kedepan. Sedikit menundukkan nadanya. Memberikan tanda hormat.
Merasa aneh dengan keadaan sang raja. Pengawas agung melangkahkan kakinya pergi Dia mengibaskan jubah miliknya. Dengan raut wajah kecewanya.
------
Tok.. Tok..
"Maaf, yang mulia.."
"Ada apa?" Yinwa yang masih di luar kamarnya. Berjalan menghampiri sang pengawal pribadinya.
"Maaf, yang mulia." ucapnya lagi. Melipat kedua tangannya di depan dadànya. Menundukkan badannya.
Pandangan Yinwa lebih tertuju pada sebuah pohon. Dengan dua patung di sampingnya. Seseorang dengan jubah hitam tertutup sampai kepalanya. Hanya menyisakan kedua natanyanyang terlihat. Dengan baju hitam di belakang punggungnya. Sedang mengintai ke arahnya. Bukannya takut, Yinwa hanya tersenyum menepuk pundak pengawalnya.
"Pergilah! Tidak ada lagi yang perlu di katakan."
"Tapi..."
"Jika anda ingin saya melakukan tugas untuk melawan pemberontak itu. Saya sudah bilang. Saya tidak akan ikut melawannya. Kita lihat dari apa yang ada di lapangan. Di desa itu terlihat menderita atau tidak? Jika dalam memberontak dan memberikan satu desa itu padanya membaut para penduduk desa merasa snagat bahagia dan menguntungkan. Kasihan saja!"
"Apa?" yang pengawal menatap ke arahnya. Kedua matanya menunjukan jika dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Raja terlihat berubah di matanya. Dia berbeda, seperti sosok bukan raja yang ada pada dirinya. Sang pengawal tidak mau langsung menunjukan jika dia bukan raja.
"Kenapa? Apa kamu tidak mau melakukannya. Jika sudah tidak tahan pergilah."
"Tapi, tuan.. Apa anda yakin akan memberikan tanah itu?" tanya Sang pengawal masih belum percaya dengan apa yang di dengar nya.
"Saya yakin itu!" Sang Raja menatapnya sedikit menajam. Tapi tatapan itu langsung terdorong di balik pohon besar.
"Apa kamu punya pedang?" tanya Yinwa. Menggerakkan kepalanya menatap Man wa. Pengawas pribadi raja.
Tubuh Man Wa gemetar. Dia menelan lidahnya saat Yinwa mengambil pedang itu sendiri dari pinggangnya. Dia menariknya begitu lihat. Ibu jari mencoba melihat ketajaman pedang itu. Tanpa menatap sama sekali ke arah lawan. Man wa begitu takut dia menekankan matanya.
Sraakk....
Yinwa melemparkan pedang itu tepat mengenai ke arah batang pohon besar. Seseorang berlari dari sana. Sepertinya dia tidak menyadari jika Yinwa sudah tahu keberadaannya.
"Pergilah!" pinta Yinwa menepuk pundak Man Wa kedua kalinya. Man wa daeintadi masih gemetar takut. Dia menekankan matanya.
"Bukalah matamu. Dan pergi."
Man wa membuka matanya. Dia melihat sekitarnya. Mata tajam menyorot ke arah batang pohon berjarak 20m dari hadapannya.
"Ada mata-mata?"
"Dia sudah pergi. Lebih baik kamu juga pergi. Berikan perintah kepada penasehat agung."
"Baik, yang mulia." Man Wa menundukkan kepalanya. Dia membalikkan badannya, melangkah pergi. Man Wa terhenti saat melihat sosok wanita yang begitu cantik berjalan menuju ke arah akan sang raja. Kedua mata itu mulai mengganggu kecantikan wanita di balik penutup kepala yang membuat wajahnya tertutup, angin malam berdesir menyibakkan penutup itu. Terlihat wajah cantik yang nampak di depannya.
"Siapa dia?" tanya Man Wa pada Salah satu prajurit di sana.
"Dia selir raja tuan."
"Oo.. Baiklah! Segera antarkan dia."
Man wa sedikit kecewa. Dia adalah selir raja. Wajah yang menggunakan itu membuat dia jatuh cinta pada pandangan pertama. Dia mulai tertarik dengannya. Tetapi itu tidak mungkin juga. Man Wa menoleh, menatap pengawal itu berjalan menjauh darinya. Membawa wanita cantik itu.
"Selir raja? Dia sangat mengagumkan."
Langit nampak sangat cerah. Bulan begitu terangnya. Menyinari wajah cantik yang tersohor indahnya malam.
***
"Yang Mulia, selir datang." Seorang kasim berdiri mengetuk pintu yang terbuat dari kayu.
"Suruh dia masuk!" pintanya dari balik pintu kamarnya.
"Masuklah! Sang Raja menunggu kamu." kasim itu mulai melangkahkan kakinya pergi. Tanpa banyak bicara lagi. Sang Selir dengan penuh keraguan dia mulai membuka pintu kayu dengan ke dua tangannya. Langkah kaki perlahan, melangkah masuk dua langkah ke depan. Pintu tiba-iba tertutup kembali mengejutkannya. Sang raja berdiri tepat di belakangnya. Mengambil kain merah yang menutupi dari kelapa sampai lehernya
"Kenapa kamu menutupi wajah cantikmu?" tanya Yinwa.
"Maaf! Saya hanya tidak pantas berada disini. Saya hanya selir biasa. Banyak Selir yang jauh lebih menarik dibandingkan saya." selir sedikit menekuk kakinya ke bawah. Memberi penghormatan untuk Sang raja.
"Saya hanya menginginkan kamu." Yinwa. mencoba menyentuh tangan sang selir.
"Tapi.. saya merasa tidak pantas."
"Temani aku! Ini adalah hal biasa sebagai selir, kan?"
Melihat wajah Yinwa yang sangat menakutkan. meski dia tidak marah padanya Tetap saja raut wajahnya sudah menakutkan. Dia dijuluki sebagai raja iblis karena sifatnya. Bahkan raut wajahnya sangat menakutkan di setiap orang yang melihatnya.
Yinwa Menuntunnya berjalan ke ranjang kayu. Perlahan membaringkan tubuhnya tanpa ada penolakan darinya lagi. Malam panjang mulai terjadi antara mereka. Malam yang baru pertama kali bagi Yinwa atau sosok Hai Yu di tubuhnya. Dia memang sengaja ingin memiliki seutuhnya selir di dalam palukannya. Permainan yang begitu lama itu melelahkan bagi sang selir. Dia tertidur pulas dalam delapan hanya tubuh Yinwa.