“Abri Folium ini bisa buat sariawan,” Reno menemukan tanaman obat yang pertama. “Daunnya kecil kaya gini, ini daun saga namanya. Nah kalo ini Boesenbergi Rhizoma atau bisa di bilang temu kunci. Ini bisa di pake buat anti diare . Sonchi Folium atau sering di sebut daun kumis kucing fungsinya untuk sakit perut. Ini juga banyak sih daun yang sangat berguna. Nanti biar gue jelasin fungsinya apa,” terusnya.
“Alii sativa bulbus juga bisa kan? Bodoh yah lo dah nemuin banyak tanaman obat. Gue malah nemuin bawang doang. Di dapur tenda makanan juga ada,” Renatha menepuk keningnya.
“Engga apa-apa bawa aja. Siapa tau nanti di perluin,” singkatnya. Mereka berdua begitu kompak. Mungkin Reno sudah bisa berdamai dengan rasa cemburunya yang sejak tadi pagi memburu hatinya. Dan Renatha juga mulai terbiasa dengan kehadiran Reno sebagai partner di teamnya.
“Hari ini ga usah balik ke perkemahan. Agenda hari ini bebas, dan kampus juga engga ngadain acara. Jadi hari ini kita fokus cari tanaman obat aja. Gue bawa tenda cadangan kok, lo tidur di tenda dan gue biar tidur di luar tenda. Besok pagi baru kita balik keperkemahan,” terang Reno saat selesai mendaki gunung. Sebetulnya belum selesai. Mereka baru saja setengah jalan.
“Tapi, kita kan belum izin sama panitia. Kalo mereka nyariin gimana?” protes Renatha.
“Gue udah bilang Kira kok. Dan pasti dia udah bilang Nana ketua panitia. Lo inget kan Cabe sama Terong bisa ketemu karena kak Nana,” sepertinya Renatha tidak setuju dengan idea Reno. Renatha belum minta izin pada Alzi, kalau tahu tiba-tiba Renatha menghilang bersama Reno. Alzi pasti akan salah sangka. Dan Renatha tak mau hal itu terjadi.
“Gue ga bisa, gue harus balik ke perkemahan!” tegasnya. Renatha langsung berjalan menuruni gunung. “Lo bisa kemaleman, kalo lo turun sekarang Re! Dan kalo malem biasanya ada embun. Dan itu bakalan ngalangin jalan,” Reno langsung mengikutin langkah Renatha.
“Percaya sama gue! Besok jam tiga kita turun ke bawah. Gue janji ga akan ngapa-ngapain lo,” bujuk Reno.
“Ini cuma buat alesan lo doang kan? Jangan kira dalam seharian sama lo bisa buat gue jatuh cinta sama lo Ren! Itu salah besar!” bentak Renatha suaranya cukup melengking hingga menebus langit ketujuh. (Hahhaa lebay banget)
“Apa? HEH! Re, denger yah. Jangan ke Ge Eran dulu. Ini semua demi kebaikan team. Tentang cinta? Itu semua terserah lo. Gue tahu semuanya udah berakhir, dan lo dah milik Alzi. Jangan lo pikir gue berbuat kaya gini, karena buat narik simpati lo lagi. Engga Re! Gue cuma mau team kita jadi yang terbaik,” hardik Reno tidak terima. Enak saja Renatha menuduhnya seperti itu. Reno tidak sepicik yang Renatha pikirkan. Ya memang Reno masih mencintai Renatha. Tapi jika cara ini ia manfaatkan untuk merebut ia dari Alzi. Rasanya tidak layak saja bagi Reno. Itu bukan cara yang Reno mau.
“Bulsith!” Renatha tidak mengindahkan perkataan Reno.
“RERE!” Reno menarik tangan Renatha dengan keras. Jalan yang begitu licin karena tadi sempat hujan embun membuat Reno kehilangan kendali.
BUG!
Reno dan Renatha terjatuh ketanah. Reno menahan Renatha agar tidak terjatuh. Posisi Renatha berada di posisi yang aman. Kini mereka tepat saling berhadap-hadapan. Reno menatap lekat sang mantan kekasihnya. Begitupun Renatha terperangkap dengan tatapan bola mata Reno yang teduh.
“Lapasin!” Renatha mecoba berdiri.
“Udah gue bilang bahaya. Tanahnya licin, bisa-bisa lo jatuh. Lo ga usah khawatir. Alzi juga pasti tahu gue sama lo lagi ospek dan lagi ngejalanin missi dari kampus. So, lo ga usah mikirin hal yang macem-macem. Oke?” Akhirnya Renatha menangguk menyerah. Sebetulnya Renatha tahu kalau Reno itu orang yang bertanggung jawab. Reno bukan cowok hidung belang yang bisa berbahaya buat Renatha. Ia berharap malam panjang ini bersama Reno tidak akan mengubah apapun. Karena tujuan Renatha menginap hanya untuk mencari tanaman obat di sekitar gunung. Bukan untuk yang lain. Bahkan bukan untuk jatuh cinta lagi sama Reno.
********
Malam telah menampakan wajahnya. Embun malam mulai menebal di tambah gerimis kecil yang jatuh dari langit yang mulai menghitam pekat. Angin mulai menjadi musuh di malam hari. Dinginnya menusuk sampai tulang. Harus siap jaket yang cukup tebal agar tidak kedinginan. Sepertinya malam ini akan turun hujan.
“Lo masuk aja deh ke tenda. Gue engga apa-apa kok, lagian bentar lagi ujan. Kalo engga ujan sih. Ga apa-apa lo tidur di luar tenda,”
Reno menggelang. Dia malah asik mencoba menyalakan api unggun. Setidaknya api itu akan sedikit menghangatkan tubuhnya. “Lo tidur aja Re, biar besok gue yang bangunin jam tiga shubuh. Lo ga usah pikirin gue,” Ujarnya. Reno memang sedikit keras kepala.
Di dalam tenda Renatha sedikit cemas, karena mengkhawatirkan Reno yang masih saja di luar tenda. Tidak mau terjadi sesuatu pada Reno. Bisa-bisa Reno kena flu berat, kalo kedinginan di luar sana. Renatha sudah mencari tahu tentang penyakit autoimun yang Reno derita selama ini. Memang seperti tidak berbahaya. Tapi jika sudah menjalar ke otak dan bagian otot tentu itu sudah sangat fatal.
GBS atau Guillain Bare Syndrome merupakan salah satu dari penyakit autoimun. Pada kondisi normal, tubuh akan menghasilkan antibodi yang berfungsi untuk melawan antigen atau zat yang merusak tubuh ketika tubuh terinfeksi penyakit, virus, maupun bakteri. Namun pada kasus GBS, antibodi yang seharusnya melindungi tubuh justru menyerang sistem saraf tepi dan menyebabkan kerusakan pada sel saraf. Kerusakan tersebut akan menyebabkan kelumpuhan motorik dan gangguan sensibilitas penderita GBS. Jika kerusakan terjadi sampai pangkal saraf maka dapat terjadi kelainan pada sumsum tulang belakang. Gejalanya bisa berbagai macam tergantung tingkat keparahan penyakitnya. Gejala awal biasanya di tandai dengan bersin-bersin, flu berat, demam dan lain sebagainya.
“Ren! Kamu jangan keras kepala! Ayo masuk!” teriaknya pada Reno. Hujan mulai turun. Renatha harus teriak agar bisa terdengar oleh Reno. Tapi mungkin memang suara Renatha tidak terdengar. Renatha keluar dari tenda, ia masih melihat Reno sedang jongkok berusaha menghidupkan api unggun.
“BODOH! Mana mungkin api unggun bisa hidup di tengah hujan deras kaya gini!” bentak Renatha. Tanpa aba-aba Renatha langsung menarik Reno dan membawanya ke tenda.
“Haa.. haaciiihh..”
“Bodoh! Lo kan calon dokter. Kalo lo sakit, terus siapa yang ngobatin pasien? Lo harusnya bisa jaga kondisi badan lo. Belom lo tuh autoimun Ren!” pekiknya saat di dalam tenda. Semoga saja kali ini teriakannya bisa terdengar oleh Reno. Hujan mulai tidak bersahabat. Frekuensinya semakin cepat dan mulai terdengar petir mengeleggar menusuk dendang telinga.
“Gue engga apa-apa kok,” dengan entengnya Reno berkata seperti itu. Tidak lihat apa Renatha sudah panik setengah mati.
“Ga apa-apa gimana? Tuh liat idung lo meler gitu. Nih cepet minum obat flunya!” Renatha menyerahkan obat Flu pada Reno. Namun Reno menepisnya dan langsung memeluk Renatha. Renatha meronta-ronta mencoba melepaskan diri.
“Lepasiiiin!!”
“Sebetentar aja Re, sebentar.. gue kedingian,” ucap Reno sedikit bergetar. Mungkin kedinginan saat kehujanan tadi. Baju Reno basah kuyup. Dia mulai bersin-bersin. Tubuhnya mulai bergetar.
Renatha menyerah dalam pelukan Reno. Ia tahu ini tidak di sengaja. Setidaknya Reno bisa sedikit hangat. Renatha tak tega Reno seperti ini. Walau bagaimana pun Reno pernah singgah ke hatinya dan menguasai seluruh rasa dan pikirannya. Ia akui Reno adalah cinta pertamanya yang tidak akan pernah terlupakan. Semoga saja Reno akan cepat pulih. Agar mereka tidak mendapatkan masalah besar dan amukan dari panitia esok harinya. Semoga Alzi tidak marah padanya. Saat ini Renatha tidak mau Alzi salah faham. Meski memang ia baru saja mencoba mencintai Alzi.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Renatha akan jatuh cinta kembali pada Reno? Lalu apakah yang akan terjadi pada Reno?