16. Hate or love

1353 Kata
"Liana!" Panggil Bima mengejar Liana yang berlari lagi. Namanya juga cewek tenaganya bakal kalah sama cowok. Dengan mudah Bima mencekal tangan Liana. Tanpa aba-aba ia membopong gadis itu untuk masuk ke mobil. Liana memberontak, tapi itu sia-sia karena tenaga Bima lebih besar. Liana tak kuasa menahan tangisannya saat diperlakukan semena-mena oleh Bima. Namun tetap saja Liana mencoba menyembunyikan tangisannya agar Bima tak mengejeknya lemah. Liana sudah merasa persis seperti boneka Bima. Bima memainkan perasaannya sesuka hatinya.  Bima memasukkan Liana ke dalam mobil, dia ikut menyusul ke bagian belakang, "Ava, setir mobilnya!" titah Bima yang membuat Ava membeo. "Cepat Ava!" Perintah Bima lagi setengah berteriak. Ava pun mengikuti perintah Bima, ia keluar dari mobil untuk pindah ke bagian kemudi. "Agak cepat, Va!" Bentak Bima lagi yang membuat Liana juga ikut kaget. Dapat Liana lihat, kalau Bima dalam emosi yang tidak baik. Bima menarik Liana duduk di pangkuannya. Pria itu menarik kepala Liana dan menyembunyikan kepala gadis itu di dadanya, "Kamu benci kan sama aku?" tanya Bima mengelus lembut kepala Liana. "Menangislah dulu, sampai kamu puas!" ucap Bima lagi yang kini tangannya sudah berpindah tangan mengelus punggung Liana. Tubuh Liana meremang, sentuhan Bima bukannya membuat dia tenang malah membuat dia takut. Dan apa maksudnya Bima menyuruh dia menangis? Apa tak ada penjelasan sedikitpun dari Bima? Kadang Liana tidak bisa menelaah semua sikap Bima. Kadang Bima marah tanpa alasan, membentaknya, memakinya, tapi kadang laki-laki itu juga lembut padanya.  "Kamu benci aku, kan? Pukul aku sepuasmu agar kamu lega!" Liana sungguh seperti dipermainkan oleh manusia yang sedang dipeluknya itu. Dengan kesal, dia menggigit d**a Bima dengan sekencang-kencangnya. Bima mengaduh kecil, tapi mencoba meredakan teriakkannya. Liana menggigitnya dengan kuat. Bukan hanya menggigit, Liana juga mencubit kecil pinggang Bima dengan kencang. "Argghhh Liana!" Erang Bima yang tak kuasa lagi menahan sakitnya. Liana menggigit dan mencubitnya dengan kekuatan penuh. Bahkan Bima sampai takut kalau daging dadaanya akan lepas dari tempatnya.  Ava berkeringat dingin melihat pasangan aneh di belakangnya. Harga dirinya diinjak-injak oleh Bima yang menjadikannya sopir dadakan. "Ke rumahku sekarang!" ucap Bima memandang Ava sembari masih meringis saat Liana tidak kunjung melepas gigitannya.  "Aku mau pulang!" ucap Liana lirih setelah melepas gigitannya. Bima mengusap dadannya yang sangat sakit. Baju Bima bagian dadaa juga basah karena gigitan Liana yang sangat ganas.  "Aku mau pulang!" ulang Liana lagi, tapi lagi-lagi Bima tak menanggapi. Bima memandang Liana yang menempel bak lintah di tubuhnya. Gigitan dan cubitan Liana memang sudah dilepaskan, tapi rasanya tetap saja masih sakit. Selang sepuluh menit mereka sampai di rumah Bima, dengan segera Bima mengajak Liana untuk turun dari mobil dan mengajaknya masuk ke rumah. Di ruang tamu Bima, sudah banyak teman-temannya kuliah. Hari ini ada kerja kelompok dan dilaksanakan di rumah Bima. Husein dan Rara juga ada di sana, mereka yang harusnya honeymoon tiga hari harus pulang karena Husein ada oprasi mendadak dan baru pulang dari rumah sakit baru saja.  "Kak Bima ngapain ngajak aku ke sini kalau kak Bima sibuk?" tanya Liana nyolot. "Masuk aja jangan ngebantah!" "Kak Bima selalu gitu. Kak Bima selalu egois, gak pernah nyenengin aku padahal aku pacar kak Bima. Percuma aku bergantung sama kamu kalau kamu sendiri gak pernah belain aku. Gak ada gunanya pacaran sama kak Bima!" teriak Liana marah. Bima menatap tajam Liana yang kini tengah melewati batas berani. Teman-temannya, daddy, mommynya dan Kevin melihat serta mendengar ucapan Liana. "Kenapa diam aja? Mau nyangkal? Emang ya, kak Bima yang terhormat yang paling sok benar, gak akan pernah salah. Hatimu terlalu keras untuk sekadar minta maaf atau mengakui kesalahan. Andai kamu gak buat ulah, aku gak akan berantem sama teman-teman aku. Pusat masalahnya semua ada pada kak Bima!" teriak Liana memukul d**a Bima dengan keras. "Apa aku harus membungkam mulutmu sekarang juga?" tanya Bima dengan tajam. "Mas, pisahin!" Bisik Rara pada Husein. Rara paham jika Bima marah maka tidak akan bisa dikendalikan. "Terus saja keluarkan ancamanmu, aku tidak pedu-" Plak! "Kamu yang menyuruhku Liana!" ucap Bima setelah menampar Pipi Liana dengan kuat. Kalau pelan saja sudah sakit, apalagi dengan tenaga kencang. Dan lagi Bima seorang laki-laki, tentu saja sakitnya akan berkali lipat. Liana yang tak bisa menjaga keseimbangannya pun jatuh terduduk di lantai. Liana memegang pipinya yang terasa sangat panas.  "Bim, sudah!" Husein menarik Bima untuk menjauh dari Liana, sedangkan Rara membantu Liana berdiri. "Terus saja ucapkan omong kosongmu Liana. Kamu pikir tau apa kamu tentang apa yang aku korbankan demi dirimu, hah? Kamu tidak tau apa-apa harusnya cukup diam!" Bentak Bima yang mencoba melepas cekalan Husein. "Kamu sudah injak-injak harga diriku, Liana," Sinis Bima menatap Liana mengejek. "Kamu pikir kamu siapa berani bilang kayak gitu?  Kamu bilang aku gak berguna jadi pacar kamu? Terus, siapa yang lindungin kamu kalau bukan aku? Selama aku hidup, hariku tersita untuk fokus padamu yang sangat kekanakan!" teriak Bima yang berhasil melepas cekalan tangan daddynya. Bima mencengkram pundak Liana dengan kencang, Liana sudah bergetar ketakutan. Apalagi wajah Bima yang tampak marah berada tepat di depan wajahnya.  "Kamu nangis kayak gini, siapa kalau bukan aku yang hapus air matamu? Jawab dengan mulut sialanmu itu!" Bentak Bima membuat Liana tak bisa berkutik. "Bima!" Bentak Husein membuat Bima melepas cengkraman tangannya pada Liana. Husein menatap tajam ke arah putranya yang sudah kelewatan batas. Husein menyuruh Kevin mengusir teman-temannya yang lain lewat isyarat matanya. "Sejak kapan daddy ngajarin kamu seperti itu?" tanya Husein dengan tajam. Bima melihat kembali Liana yang masih bergetar ketakutan di pelukan mommynya. Kaki Liana juga ikut bergetar tanda bahwa Liana benar-benar ketakutan. Husein menarik paksa Bima memasuki kamarnya, Bima sempat memberontak sebelum akhirnya dia kalah dengan tenaga daddynya. Husein mengusap kepalanya kasar. Husein tak menyalahkan Bima karena pada masa mudanya dia juga begitu dengan Rara. "Mommy!" isak Liana memeluk erat mommy Rara. "Mom, dadaku sesak!" ucap Liana memegangi dadanya yang tiba-tiba sangat sakit. "Li, kamu kenapa?" tanya Rara dengan panik saat tiba-tiba wajah Liana pucat pasi.  "Sakit, obatku!" ucap Liana menunjuk-nunjuk mobil Bima. Tas Liana tertinggal di dalam mobil. "Bentar, Mommy ambilkan. Kamu duduk dulu!" Ucap Rara mengajak Liana untuk duduk di sofa ruang tamu. Rara meninggalkan Liana, selang beberapa detik Liana sudah terjatuh tersungkur di lantai. "Mas!" teriak Rara memanggil Husein dengan kencang saat mendapati tubuh Liana terkulai lemas di lantai. Kevin yang melihat itu segera membopong tubuh Liana dan memindahkan Liana ke sofa. Mendengar teriakan istrinya membuat Husein datang tergopoh-gopoh menghampiri istrinya. "Liana sakit, Mas. Cepat periksa dia!" titah Rara yang langsung diangguki Husein. Dengan secepat kilat Husein mengambil tas khusus alat pemeriksaannya dan segera membawa ke dekat Liana. Dengan cekatan Husein memeriksa anak sahabatnya itu.  "Kita bawa ke rumah sakit!" ucap Husein setelah memeriksa Liana. Ia segera membopong tubuh Liana untuk dibawa ke rumah sakit.  "Vin, cepat siapkan mobilnya!" titah Husein yang diangguki Kevin. "Daddy, buka pintunya!" teriak Bima menggedor pintu kamarnya dengan keras. Mendengar jeritan mommynya membuat perasaan Bima ketar-ketir. Husein tak menghiraukan Bima, ia segera membawa Liana ke rumah sakit agar cepat tertolong. "Dadyy! Mommy!" teriak Bima menendang-nendang pintu dengan keras. Suara derum mobil membuat Bima berlari ke arah jendela. Bima melihat daddynya membopong tubuh Liana ke arah mobil, mereka dengan cepat melesat keluar dari pekarangan rumahnya. "b*****t!" Maki Bima mengobrak-abrik laci untuk menemukan apapun asal bisa membuka pintu dengan cepat. Hati Bima memang keras dan tidak mudah luluh karena sudah menyakiti Liana. Bukannya minta maaf, ia malah memaki gadis itu dalam hati. Bima gusar sendiri karena pintu tak kunjung terbuka. Mau memecahkan kaca jendelanya, bisa saja. Namun turun ke bawahnya ia harus rela kakinya cedera. Dan itu tak akan mungkin dia lakukan. Setelah sampai ke rumah sakit, Liana langsung mendapat penanganan insentif. Untunglah sesak napas yang diderita Liana tidak begitu kronis. Liana masih dapat tertolong. Liana juga sudah sadar walau napasnya belum normal. Husein sudah menghubungi orang tua Liana. Mereka sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Yang paling tidak bisa menyembunyikan raut kekhawatirannya adalah Kevin. Bahkan, Kevin mengabaikan pesan-pesan dan panggilan masuk dari hp nya. Getaran di saku celananya, Kevin hiraukan saking dia khawatir dengan Liana. Kevin tidak tau, bagaimana Keysa mencemaskannya di sebrang sana? Keysa menanti kabar dari Kevin sejak tadi, tapi Kevin tak mengabari. Hari ini Kevin sudah berjanji menemaninya membeli cat air untuk melukis, tapi Kevin tidak dapat menepati janjinya karena dia terlanjur sibuk khawatir dengan Liana. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN