Part 6

1303 Kata
Anna dipaksa untuk ikut menemani Damar datang menghadiri resepsi pernikahan dari salah seorang kawan lama pria itu. Meskipun agak enggan, Anna cukup tau diri untuk tidak mengecewakan Damar , karena pria itu sudah cukup banyak membantunya. Setelah bersalaman dengan kedua mempelai, mereka menuju stand makanan dan mencicipi hidangan yang tersaji di sana. "Kerjaan kamu gimana Dek? Lancar kan?" "Lancar, ditambah teman - teman disana baik jadi betah," Damar mengangguk "Syukurkah kalau gitu." Mata Damar mengamati Anna yang berdiri kikuk di depannya. Senyum lebar tersungging di bibirnya kala menatap Anna yang hari ini terlihat jauh lebih cantik dari biasanya. Ah! Andaikan aku bisa memilikimu, Dek. Guman Damar dalam hati yang hanya bisa ia pendam seorang. "Kamu cantik ya pakai gaun itu Dek?" Anna tersipu untuk beberapa saat. Gaun yang di pakainya ini memang sengaja dipinjamkan Citra; temannya, Si Pemilik butik kepadanya. Gaun yang ia pakai ini berwarna navy yang dipercantik dengan tule bermotif ukir. Tidak ada bagian terbuka dari gaun yang Anna pakai, malah terkesan tertutup, meskipun sedikit mencetak bentuk tubuhnya. Rambutnya ia sanggul dengan make up tipis; setidaknya dengan berpenampilan seperti ini tidak ia cukup percaya diri dan tidak mempermalukan Damar . "Berarti biasanya jelek ya Kang?" Damar tertawa dengan tawanya yang terdengar sangat khas. "Cantik kok. Tapi malam ini benar - benar sangat cantik." "Gombal terus." Kembali Damar terkekeh dibuatnya, "Iya sih. Sebenernya takut dosa gombalin kamu terus. Tapi harus gimana lagi, kamu di seriusin tapi nggak mau mau." Anna tersenyum tipis saja menangapi. "Tuh, sepertinya teman kamu, Kang." Dari balik punggung Damar , ada beberapa pasang mata yang menghampiri mereka. Sebelum mereka sampai di dekat Damar , Anna pun berkata. "Aku ke toilet dulu ya Kang?" Damar pada akhirnya mengangguk dan menyapa temannya. Anna segera berlalu dan mencari letak toilet. Setelah berputar - putar untuk menemukannya, Anna mendesah lega ketika dia menemukan toilet si tempat tujuannya. Ketika dia akan masuk ke dalamnya, seseorang telah menarik tangannya hingga membuat Anna mau tidak mau mengikutinya. "Lepas! Hey!" Pekik Anna. Anna hanya bisa melihat punggung orang itu, tapi dia tau siapa yang tengah menariknya sekarang. "Mas Bara?" Bara mendorong tubuhnya masuk ke dalam lift. Tidak ada orang di dalam lift itu dan hanya ada mereka berdua. Bara menekan lantai dua lima dan butuh beberapa menit untuk sampai sana. Tidak ada pembicaraan, setelah pintu lift terbuka. Masih dengan tangannya yang digenggam, Bara kembali menariknya dan mereka memasuki sebuah kamar yang sangat - sangat luas. Bara segera mendorong tubuhnya di atas ranjang hingga membuat Anna memekik. "Akh!" Sorot tajam Bara begitu mengintimidasi Anna. Pria itu menarik dasi yang ia pakai dan segera menindih tubuh Anna. "Apa yang mau Mas Bara lakukan?" Tanya Anna panik penuh ketakutan. Belum sempat Anna memberontak, Bara lebih dulu memangut bibirnya dengan kasar. Anna mencoba memberontak. Namun percuma saja. Ruang geraknya terbatas. Bara mengunci kedua tangannya ke atas dan pria itu sibuk menjelajah bibirnya dengan rakus. Anna mulai ketakutan sekarang. Takut jika di bawah sana Damar mencarinya. "M-as l-epass." Napas Anna terengah. Bara menurunkan ciumannya, menjelajah leher jenjang Anna dan mencecapnya. Anna pun menggigit bibir bagian bawahnya, takut satu desahan lolos keluar dari bibirnya. "M-as jangan.. engg!" Bara menyudahi bermain di leher Anna dan menatap wanita itu tajam. "Kamu milikku, Ann! Milikku!" Puas menggagahi Anna, tubuh Bara bersender di kepala ranjang dan menatap Anna yang memakai gaunnya dengan cepat. "Aku menentang kamu ada hubungan dengan lelaki lain selama kamu tidur sama aku." "Kenapa?" Anna menatapnya sendu. "Karena aku tidak menghendakinya. Kamu boleh berhubungan dengan siapapun itu ketika aku sudah bosan denganmu." "Kamu egois Mas." "Kita sudah sepakat, Ann. Kamu lupa? Mau Abhi aku bawa kembali ke Jakarta?" Gerakan tangan Anna yang membenarkan rambutnya terhenti. Dia menatap Bara tajam sedangkan yang ditatap menyeringai kecil dan tanpa malu menghampirinya, berdiri tepat di depannya lalu menarik tengkuk Anna dan mendaratkan satu kecupan manis di bibir wanitanya. "Jangan ngomong sembarangan kalau nggak mau aku marah dan kembali terangsang. Kamu tau apa resikonya kan?" Anna menunduk dalam diam. "Lain kali jangan seperti ini Mas. Ini juga di luar kesepakatan kita." Bara terkekeh saja, "Sebelum pulang benarkan dulu make up kamu." Ujar Bara sebelum lelaki itu memasuki kamar mandi Anna segera mendekat ke arah cermin dan melihat penampilannya. Dia mengumpat lirih dan membenarkan lipstik juga tatanan rambutnya yang berantakan sebelum keluar dari sana.Ketika di loby, Anna bertemu Damar yang menatap panik padanya. "Dari mana saja Dek?" "Emm.. cari udara segar Mas. Nggak taunya aku jalan cukup jauh dari hotel ini." "Sungguh? Wajah kamu terlihat pucat. Kamu nggak apa - apa? Nggak terjadi sesuatu kan?" Anna memaksakan senyum dan menggeleng. "Nggak Mas. Tenang aja. Pulang yuk? Keburu malam, kasihan anak - anak kalau nunggu aku di rumah." "Ah, ya sudah. Yuk pulang," Damar merangkul bahu Anna dan mereka berjalan menuju tempat parkir. Sedangkan tidak jauh dari mereka, Bara menyaksikan itu dengan kedua tangan yang terkepal kuat. ** Semalaman Anna tidak tidur karena memikirkan kejadian semalam. Bukan. Bukan tentang apa yang dilakukan Bara. Melainkan, apa yang dilakukan Damar . Dia menatap kotak bludru berwarna merah yang di dalamnya berisi cincin. Sepulangnya mereka semalam, Damar tiba - tiba menghentikan mobilnya di sebuah taman yang dekat dengan pusat kota. Awalnya Anna menolak. Karena tak enak hati, dia pun mengiyakan permintaan Damar . Pria itu bilang hanya ingijn di temani makan rawon, namun setelah makan dan Damar mengajak berkeliling taman itu sebentar ternyata Damar melamar lagi. Kali ini pria itu menyuruh Anna membawa kotak cincinnya dulu untuk memikirkan lamarannya matang - matang, baru boleh memberikan pria itu jawaban. Anna mendesah. Seakan dia tengah memikul tanggung jawab yang sangat besar. Di sisi lain, Abhi, Hana dan Risma mendukung penuh hubungan Anna dan Damar . Namun di sisi lain Anna sudah terikat perjanjian dengan Bara. Damar pria baik yang bisa mengayominya. Tapi, apa Anna harus menerima pria itu dengan keadaan Anna yang bisa dibilang bukan wanita baik - baik, karena menurutnya Damar bisa mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari Anna. Lalu, suara dering telepon membuat Anna tersentak. Dia pun meletakkan kotak itu di atas meja riasnya dan menatap layar ponselnya untuk melihat siapa yang menghubunginya. Namun tidak ada nama yang tertera. Anna mengernyit bingung sebelum mengangkatnya. "Halo?" "Sedang memikirkan lamaran dari priamu, heh?" Ah jantung Anna berdetak sangat kencang ketika mendengar suara Bara di seberang sana. "Mas menguntitku?" "Cukup mudah melakukan itu ketika aku punya cukup banyak uang." Anna mendesah, "Ada perlu apa?" "Masih ingat perkataanku semalam kan? Aku tidak mau wanitaku memiliki hubungan dengan siapapun selama dia masih tidur denganku." "Aku juga berhak bahagia!" "Bahagia katamu? w************n sepertimu memang bisa bahagia? Ah, aku mau tau bagaimana kalau sampai lelakimu tau kamu melayaniku." "Mas mengancamku?" "Tidak Anna. Aku ingin memberi tahu lelakimu bahwa memilihmu adalah keputusan yang salah." "Mas tidak mengenalnya. Jadi jangan coba - coba Mas!" Bara tertawa terbahak, tawanya itulah yang membuat Anna mulai berpikiran yang tidak - tidak. "Tidak mengenalnya bagaimana? Dia general manager di salah satu anak perusahaanku. Tinggal memberinya video ketika kita semalam kemarin ku rasa dia akan percaya." "MAS BARA!" Pekik Anna merasa marah, matanya memerah. "Jangan coba - coba!" Teriak Anna dengan napas yang memburu. Tubuhnya sudah bergetar ketakutan dengan kekalutan di hati karena Anna tidak habis pikir dengan Bara yang menghalalkan segala cara untuk membuat hidupnya sengsara. "Baiklah. Baiklah. Omong - omong An, aku sekarang ada di minimarket dekat rumahmu. Hari ini aku menagih perjanjian kita. Jadi kemasi segera keperluanmu dan aku tunggu." "Nggak bisa seenaknya begitu! Aku sebentar lagi harus kerja dan harus beralasan apa yang masuk akal agar anak - anak percaya!" "Kamu bisa masuk dan libur sesukamu. Kemarin aku sudah membeli butik itu. Intinya, aku tunggu di sini dalam kurun waktu 45 menit. Jika kamu tidak bergegas kemari, aku akan menjemputmu langsung di rumahmu." "Sialan kamu Mas!" "Oh ya, selama tiga hari ini kamu harus memakai rok. Ini perintah, Permaisuriku!" Bara mematikan teleponnya sepihak, membuat Anna menggeram karena merasa amat sangat kesal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN