Bab 6 Gugurkan

1158 Kata
Saat bangun dari tidurnya Malik benar-benar terkejut bukan main, mau menjerit rasanya tidak etis sekali, alhasil dokter bedah itupun hanya bisa menghela nafas berkali-kali. Bayangkan saja, tubuh yang ia sangka guling tadi adalah tubuh istrinya sendiri, pantas saja kenapa ada guling yang bisa selembut dan sekenyal itu, ternyata adalah tubuh manusia, apalagi manusia seseksi Nana, pantas saja begitu hangat dan nyaman. Malik berkali-kali merutuki kebodohan dan ketololannya, bisa-bisanya ia melakukan hubungan badan dengan Nana, bahkan dalam kondisi sadar, semalam karena Nana begitu sangat menggoda, apalagi tubuhnya terasa begitu panas dan tak nyaman, akhirnya Malik pun tergoda juga. Sok-sokan menolak tapi akhirnya ia kalah juga dengan nafsu beringasnya, huh! Benar-benar gila. "Mas!" Panggil Nana yang baru saja bangun, suara Nana yang memanggilnya dengan sebutan 'mas' selalu saja mampu membuat bulu kuduk Malik meremang. "Jangan salah paham." Ujar Malik tiba-tiba. Ia harus tegas pokoknya, ia tak boleh kalah dengan nafsu dan perasaannya, Nana tak pantas untuknya, apa kata dunia nanti jika ia ketahuan memiliki istri p*****r seperti Nana? "Maksud mas Malik apa?" Tanya Nana tak mengerti, wanita itupun langsung terbangun, tubuhnya yang telanjang langsung ia tutupi dengan selimut tebal. Untung saja Malik sudah memakai boxer. Tubuh indah Malik yang berotot sempat-sempatnya membuat Nana menelan ludah berkali-kali, apalagi tonjolan besar yang semalam membuatnya tak bisa berhenti mendesah dan melenguh panjang itu begitu sangat menggiurkan, wajah Nana pun langsung memerah padam dibuatnya. Ya Tuhan, padahal selama ini ia sudah sering melakukannya dengan pria lain, namun baru kali ini Nana bisa melihatnya dengan jelas, hanya milik Malik sajalah yang mampu membuat mata Nana terjerat dengan begitu dalam, apakah karena ia menyimpan perasaan untuk suaminya? Entahlah. "Astaga... Besok saya harus memeriksakan diri, pekerjaan kamu dulu membuat saya merasa sangat takut." Malik tampak bergidik ngeri membuat Nana merasa heran. "Takut kenapa mas? Itu udah lama banget ak-" "Apa kamu nggak pernah berpikir jika pekerjaan kamu itu bisa menyebabkan kamu terkena penyakit HIV-AIDS? Jika kamu terjangkit dan tiba-tiba saya tertular apa kamu mau tanggung jawab?" Nana langsung terdiam membisu, ucapan Malik tersebut benar-benar membuat dirinya merasa sakit hati. Sejak awal Malik memang selalu merendahkannya karena pekerjaannya dulu, namun Nana tak mengira jika suaminya itu sampai merasa jijik seperti ini kepadanya, maklum saja Malik adalah dokter, sangat wajar sekali jika ia merasa jijik seperti ini. Namun tetap saja, Nana sungguh tak terima. Selama ia bekerja dulu, Nana selalu memilih kliennya dengan cermat, tak pernah mau menerima sembarang orang, kliennya juga selalu memakai pengaman tak pernah sekalipun kecolongan, sebelum menikah dengan Malik pun Nana sudah memeriksakan dirinya, dan hasilnya ia terbebas dari berbagai macam penyakit termasuk penyakit kelamin. Nana sangat sehat, rahimnya juga sehat, ia selalu melakukan pemeriksaan rutin dan perawatan, wanita itu begitu sangat menjaga tubuhnya dengan baik, tak pernah sembarangan. "Tapi aku sehat mas, sebelum nikah sama kamu aku melakukan segala macam bentuk pemeriksaan lengkap, dan hasilnya aku sangat-sangat sehat. Lagi pula dulu aku juga nggak sembarangan milih klien, nggak semua klien aku terima, sebelum berhubungan juga mereka selalu aku suruh untuk tes kesehatan, dan mereka juga selalu aku suruh untuk pakai kondom, nggak pernah sekalipun kecolongan. Aku juga selalu rutin cek kesehatanku, merawat kelaminku dengan sangat baik, kamu apa nggak ngerasain kalau aku tuh sempit banget?" Wajah Malik pun langsung memerah, ucapan Nana memang benar, v****a istrinya itu benar-benar sangat sempit dan nikmat seperti masih perawan. Nana benar-benar melakukan perawatan dengan sangat baik. "Sa-" "Kamu ngerasain kan mas?" Desak Nana. "Sudah cukup! Saya nggak perlu menjelaskan soal itu, bagi saya sama saja, kamu itu mantan p*****r, akan tetap sama saja meskipun kamu sudah berhenti sekalipun." Ungkap Malik membuat airmata yang sejak tadi Nana tahan-tahan akhirnya jatuh juga. Nana pikir ia sudah bisa menaklukkan hati Malik, tapi ternyata waktu empat bulan tidaklah cukup. "Apa aku emang sehina itu dimata kamu mas? Aku beneran udah berubah, aku udah bukan p*****r lagi, aku cuma mau berumah tangga sama kamu, bahagia sama kamu, punya anak sama kamu, apa emang nggak bisa?" Nana mulai terisak, isakan Nana yang baru pertama kali Malik dengar benar-benar membuat pria itu merasa bersalah, Nana yang biasa kuat dengan segala macam cacian yang ia berikan, kini istrinya itu menangis tersedu-sedu, membuat hati Malik terkoyak. "Saya nggak mau punya anak sama kamu, kamu bukan calon ibu yang baik, bagaimana jika nanti anak saya jadi p*****r juga seperti kamu?" Ya Tuhan, mulut Malik ini, kenapa rasanya Nana ingin sekali menggamparnya. "Mas... Terus kalau aku hamil gimana? Semalem kamu nggak pakai apa-apa dan ngeluarinnya didalem berkali-kali mas..." Rengek Nana. "Gugurkan! Dari pada anak itu menderita punya ibu seperti kamu, lebih baik dia lenyap terlebih dahulu sebelum dilahirkan." Jleb Sakit sekali hati Nana, rasanya sungguh sesak sampai ia susah sekali untuk bernapas, Malik kenapa bisa sejahat ini sih, katanya lulusan magister, dokter pula, tapi kenapa sampai punya pikiran sekejam itu. Banyak sekali wanita yang memuja-muja Malik karena keramahan, kebaikan, dan ketampanannya, namun bagi Nana sekarang, Malik ternyata tak lebih dari seorang pria jahat dan pengecut. "Aku pikir kamu jutek dan sok jahat sama aku itu karena belum terbiasa aja sama pernikahan kita, tapi ternyata dugaanku salah besar, aku terlalu berharap dan berkhayal. Kamu ternyata beneran jahat, bahkan sangat kejam. Aku tau dan sadar diri sekarang, aku nggak akan pernah jadi siapa-siapa dimata kamu. Soal kamu yang mau jadi suami sesungguhnya buat aku selama dua bulan, aku udah tau semuanya, kamu lakuin itu karena paksaan ayah. Nggak usah nunggu dua bulan mas, meski kamu pengen kita pisah sekarang, apa bedanya? Kapanpun kamu mau pisah, aku selalu siap, aku sekarang udah nyerah, bintang setinggi kamu, emang nggak akan pernah bisa aku raih, sampai kapanpun. Maaf sudah menghancurkan hidup kamu." Setelah mengatakan itu, Nana pun segera berlari keluar meninggalkan kamar Malik, wanita itu segera masuk ke dalam kamar yang biasa ia tempati, Nana langsung masuk ke dalam kamar mandi, menyalakan shower, dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Hatinya hancur, sangat sakit, sudah tak bisa ia tahan-tahan lagi, penghinaan Malik pada dirinya benar-benar sudah sangat keterlaluan. Nana tak bisa menerimanya, selama ini ia sudah berusaha sebaik mungkin untuk Malik, namun sampai kapanpun Malik memang tak akan pernah mau melihat dirinya. "Maaf Nana, saya cuma nggak bisa terima kalau diri saya beneran jatuh ke tangan wanita seperti kamu. Kamu benar-benar sudah berhasil membuat pertahanan saya runtuh, dan saya belum bisa menerima semua itu." Ungkap Malik sembari mengusap wajahnya dengan kasar. Merasa bersalah, sangat. Tapi mau bagaimana lagi, ini sudah menjadi keputusannya, Malik masih tidak bisa menerima kenyataan yang ada. Soal ayahnya nanti, entahlah ia juga bingung, bagaimana jika Nana sampai mengadu? Tapi Nana bukan tipe wanita seperti itu. Jika pun istrinya itu memang mengadu pada sang ayah, Malik sudah siap menerima segala amukan dari tuan Robert, tapi bagaimana jika kondisi ayahnya drop dan hal yang tak akan pernah Malik inginkan sampai terjadi? Kenapa ia tak memikirkannya? Malik benar-benar lupa, gengsi dan egonya yang sangat tinggi benar-benar sudah melenyapkan hati nuraninya. "Ya Tuhan... Apa yang harus aku lakukan?" Tanya Malik entah pada siapa, kini masalahnya menjadi sangat runyam, dan ini semua gara-gara mulut pedas sialannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN