Bab 4 Nana Yang Bawel

1507 Kata
Meskipun merasa tersakiti atas perkataan Malik, namun sepertinya Nana sudah tak mau ambil pusing dengan semua itu. Ia bukan wanita cengeng yang akan menangisi kesedihannya selama berlarut-larut, Nana cepat sekali move on dan dia adalah wanita yang sudah terbiasa menerima segala rasa sakit bahkan yang teramat sakit sekalipun. "Makan dulu, dari siang belum makan berat." Gumam Nana sembari menyantap bakso yang ada di hadapannya. Kebetulan hujan sudah reda dan dingin-dingin seperti ini enaknya makan bakso yang panas minumnya teh hangat. Untung saja didepan rumah sakit ada tukang bakso yang sedang mangkal, jadi Nana tak perlu repot-repot mencari makanan sampai ke dalam rumah sakit untuk mengisi perutnya. Padahal sudah larut malam, tapi dagangan tukang bakso itu masih banyak, Nana akan memborongnya dan akan ia bagikan ke petugas rumah sakit, pasti mereka semua akan senang. "Neng serius mau borong bakso Abang?" Tanya tukang bakso tersebut. "Seriuslah bang, lagian Abang kok nekad banget mangkal disini, ini kan rumah sakit elit bang, rumah sakitnya para sultan, kalau Abang mangkal disini ya pasti nggak bakal ada yang mau beli, maaf ya sebelumnya bukannya saya ngerendahin Abang." Jelas Nana. "Iya neng Abang ngerti, lain kali Abang nggak bakal kesini lagi, tadi cuma iseng doang siapa tau emang rejeki Abang disini, eh tau-taunya emang bener." "Untung aja Abang nggak ditangkep sama security, disini kan nggak boleh jualan." "Iya neng, lain kali Abang nggak bakal kesini lagi." "Hm, oh ya bentar ya bang saya ke sana dulu." Nana pun menghampiri satpam yang masih berjaga, ia bertanya terlebih dahulu apakah kira-kira ada yang mau makan bakso, secara inikan rumah sakit berkelas, siapa tau para petugasnya tak ada yang mau makan bakso pinggir jalan. "Mau-mau aja kok mbak, nanti biar saya bagiin sama para cleaning servis, dikasih makanan gratis kok nggak mau, ya pasti mau lah, kita-kita mah bukan dari kalangan sultan, yang jadi Sultan kan para pasien sama dokter-dokternya." Ungkap satpam tersebut pada Nana. "Bagus deh kalau gitu." Nana pun tersenyum puas, lega dan senang sekali, setidaknya apa yang ia lakukan malam ini mampu mengobati segala macam bentuk rasa sakit yang Malik berikan kepadanya. Nana pun akhirnya kembali ke arah tukang bakso yang masih membungkusi bakso-baksonya, ia masih tidak menyadari akan kehadiran suaminya yang baru saja tiba. "dr. Malik! Kok balik lagi dok? Ada yang ketinggalan ya?" Tanya security pada Malik. Malik belum menjawab, ia masih fokus melihat istrinya yang tengah makan bakso. "Oh itu, ada perempuan baik hati yang borong bakso dan dibagiin sama pegawai rumah sakit. Saya juga kebagian, tukang bakso nyasar, untung aja ada yang borong." Jelas security itu. Malik sungguh tak habis pikir dengan kelakuan istrinya, terbuat dari apa hati wanita itu, sudah ia maki-maki bukannya menangis dan meratapi kesedihannya, eh dia malah ngeborong bakso dan dibagikan pada orang-orang. "Dia istri saya." Aku Malik membuat satpam itu langsung menatapnya tak percaya. "Apa? Istri? Pantesan." "Pantesan kenapa?" "Cantik banget dok, baik banget lagi. Cocok!" Satpam tersebut bahkan sampai mengacungkan jempol. "Ck!" Sedangkan Malik hanya bisa berdecah, kenapa semua orang berkata seperti itu sih? Malik pun segera menghampiri Nana, Nana yang tengah memakan baksonya pun tiba-tiba terkejut dengan kehadiran Malik yang duduk disampingnya. "Bakso satu ya bang!" Pinta Malik pada tukang bakso tersebut. "Tapi-" "Biar semuanya saya yang bayar." Sahut Malik, lalu iapun mengambil lima lembar uang seratus ribuan di dompetnya. "Ini!" Malik pun menyerahkan uang tersebut pada tukang bakso itu. "Wah... Kebanyakan mas." "Ambil aja semuanya." "Terimakasih mas, terimakasih." Ungkap tukang bakso tersebut dengan penuh rasa syukur. Malik pun hanya tersenyum tipis menanggapinya, sedangkan Nana tampak masa bodoh, malas dan masih kesal melihat wajah suaminya. "Ini baksonya mas!" Tukang bakso itupun menyerahkan semangkuk bakso pada Malik. "Makasih." Ungkapnya sembari menerima mangkuk tersebut. Sebenernya Malik tidak pernah makan makanan pinggir jalan, ia bahkan anti dengan makanan kaki lima karena dirasa kurang higienis, namun karena ia merasa lapar, apalagi melihat istrinya makan dengan lahap, Malik jadi ingin mencobanya. "Kamu ngapain?" Tanya Nana dengan tatapan terkejut, melihat suaminya makan bakso pinggir jalan untuk yang pertama kalinya tentu saja membuat Nana merasa heran. "Ngapain? Ya makan lah? Nggak bisa lihat apa? Buta ya kamu?" Tuh kan, baru aja ketemu, mulutnya udah pengen Nana robek saja. "Ck, kamu serius mau makan ini? Kalau sakit perut gimana? Bukan salah aku lho ya!" Ujar Nana dengan memelankan suaranya, ia tak enak dengan pedagang bakso yang ada didepannya. "Aku nggak selemah itu, nggak akan sakit cuma karena makan bakso doang." Balas Malik dengan wajahnya yang menyebalkan. "Sok-sokan, dulu yang bilang nggak bisa makan makanan pinggir jalan siapa? Makan martabak pinggir jalan aja langsung diare, ini malah makan bakso, mau cari penyakit kamu?" Omel Nana dengan nada kesal membuat Malik langsung menghentikan makannya. "Aish... Nih orang bawel banget kayak emak-emak." Keluh Malik tak kalah kesalnya. "Makan di rumah aja, nanti aku buatin nasi goreng nggak pakek cabe. Awas kalau masih bandel! Kalau sakit kan nggak bisa kerja, jangan cari masalah deh." Omel Nana membuat Malik tak bisa berkutik lagi, memang cuma Nanalah yang berani memarahinya dan membuatnya menjadi penurut seperti ini. Malik sendiri merasa bingung dengan dirinya sendiri, kenapa ia seolah seperti robot yang bisa dikendalikan oleh Nana kapan saja, Malik merasa sangat bodoh dan t***l, tapi ia juga tak bisa melawan lagi. "Ayo pulang! Biar aku yang nyetir!" Ajak Nana sembari menarik tangan Malik, Malik pun hanya bisa pasrah, tubuhnya terlalu lelah untuk bisa melawan Nana, terserah sudah, jatuh-jatuh sudah harga dirinya. "Makasih ya neng!" Seru tukang bakso tersebut pada Nana. "Sama-sama mang!" Balas Nana dari kejauhan. *** Ditengah perjalanan pulang Malik tampak diam saja membuat Nana cemas, apalagi pria itu terus memejamkan matanya, wajahnya pucat, nafasnya juga tidak teratur, Nana pun semakin mempercepat laju kendaraannya. "Untung jarak rumah sama rumah sakit deket." Gumam Nana, setibanya di rumah, wanita itupun segera memarkirkan mobilnya. "Mas!" Panggil nana pada Malik sembari menyentuh pipinya, namun alangkah kagetnya wanita itu ketika merasakan kulit pipi suaminya yang terasa panas. "Tadikan masih baik, sekarang kok udah demam aja." Nana pun mulai khawatir, apalagi Malik masih memejamkan matanya, wanita itu takut jika suaminya pingsan. "Demam biasa, nggak usah lebay." Racau Malik membuat Nana langsung berdecah. "Ck, lebay? Lebay palamu!" "Panggil Jaya, saya nggak kuat jalan." Pinta Malik. "Sekarang siapa yang lebay?" "Kamu nih..." Malik menatap Nana dengan tatapan kesal. "Marah-marah terus, saya tuh lagi meriang, perut saya juga sakit." Ungkap Malik dengan nada memelas. "Kan, sakit perut kan! Cari masalah sih, dokter apaan nggak paham sama kondisi tubuhnya?" "NANA!" "Diem!" Cup Nana pun membekap bibir Malik dengan bibirnya. Malik pun langsung melotot, kelakuan istrinya benar-benar sukses membuat jantungnya seakan mau lepas. "Biar aku yang papah kamu, yang lain mungkin udah pada tidur, kelamaan nungguin mereka bangun." Ujar Nana, lalu iapun segera keluar dari mobil dan memapah suaminya menuju masuk ke dalam rumah. Setelah masuk ke dalam rumah, Nana tak melihat siapapun, mungkin tuan Robert juga sudah tidur, iapun lantas segera menuju paviliun yang ia tempati bersama Malik. "Mulai sekarang kita tidur satu kamar." Ungkap Malik tiba-tiba membuat langkah Nana terhenti. "Serius?" Tanya wanita itu dengan wajah berbinar. "Seneng kan? Saya tau isi kepala kamu." "Mas... Kenapa tiba-tiba kita tidur satu kamar?" "Udah ngikut aja, saya mau jadi suami kamu yang sesungguhnya mulai sekarang, jadi nggak usah banyak tanya." Ucapan Malik barusan membuat senyuman Nana benar-benar merekah, mimpi apa dia semalam? Apa kepala Malik habis terbentur sesuatu atau bagaimana? Ah masa bodoh, yang penting sekarang Nana akan memanfaatkan semuanya dengan sebaik mungkin. "Aku gantiin baju ya!" Ucap Nana setelah mereka berdua masuk ke dalam kamar Malik. "A-apa?" Wajah Malik pun semakin memerah. "Udah sini!" Tanpa menunggu persetujuan Malik, Nana pun segera melucuti satu persatu pakaian suaminya hingga hanya menyisakan boxer Dolce&Gabbana. Tubuh Malik yang terasa meriang pun semakin meriang karena Nana tiba-tiba saja menekan pahanya. "Na... Jangan gila kamu!" Ucap Malik sembari menatap wajah Nana dengan tajam. "Apaan sih? Jangan ngeres dong pikirannya, dasar dokter mesum." "Jaga bicara kamu ya!" Malik tampak tak terima, namun Nana malah tersenyum geli melihat kekesalan suaminya. "Aku kompres dulu ya abis ini, terus aku buatin bubur, besok kalau udah nggak demam aku pijitin plus-plus biar nggak capek-capek lagi hm?" Ucapan Nana benar-benar membuat wajah Malik merona. "Nggak usah plus-plus." "Hmm... Dikasih enak nggak mau, katanya mau jadi suami yang sesungguhnya, jadi harus mau kasih jatah juga dong. Lahir udah, nafkah batinnya yang belum. Dosa tau! Udah berapa tuh dosa kamu kalau dihitung-hitung, banyaaaaaaa-" "Iya-iya terserah! Terserah deh mau kamu apa." Akhirnya Malik pun menyerah, Nana ini paling jago membuatnya merasa tersudutkan. "Suka deh kalau kamu nurut gini." Nana pun mencium pipi Malik dengan lembut. "Ih... Gumush..." Nana mencubit pipi Malik dengan gemas membuat dokter tampan itu memekik kesakitan. "Sakit na!" Malik mengusap-usap pipinya kesakitan. "Sorry! Aku tinggal bentar yah!" Pamit Nana, lalu ia lantas segera beranjak menuju dapur. Malik benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan istrinya, baru kali ini ia berhadapan dengan wanita absurd seperti Nana. Memang wanita itu pikir dia siapa bisa memperlakukan Malik layaknya anak kecil seperti ini? Dan yang lebih menjengkelkannya lagi adalah, Malik diam saja seolah pasrah, ia membiarkan Nana berbuat sesuka hatinya. Logikanya menolak namun hati dan tubuhnya seakan menerima itu semua, benar-benar sangat menyebalkan dan membuatnya uring-uringan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN